Lima Tokoh Masyarakat Menyibak Tabir Hari Jadi Bengkalis

Riau | Kamis, 25 Juli 2019 - 09:19 WIB

BENGKALIS (RIAUPOS.CO) - Paparan secara mendalam sejarah keberadaan Bengkalis sebagai pusat perdagangan dunia menggugah para tamu untuk tidak beranjak dari tempat duduk. Sejarah Bengkalis dikupas secara mendalam oleh pemerhati sejarah di Sarasehan Menyibak Tabir Hari Jadi Bengkalis, Rabu (24/7).

Kegiatan menghadirkan mantan Bupati Bengkalis Dr Samsurizal, Budayawan Riau Syaukani Alkarim, Prof Dr Samsunizar MA, Riza Fahlevi dan M Isa Selamat. Mereka mengupas dari hulu hingga ke hilir hiruk pikuk perkembangan Pulau Bengkalis.


Seperti disampaikan Syamsurizal bahwa Pulau Bengkalis menjadi tempat tujuan Panglima Besar Melaka Hang Nadim. Kedatangannya meminta bantuan untuk mengusir Portugis saat itu. ‘’Selain itu sejarah membuktikan Pulau Bengkalis merupakan pusat perdagangan dunia di masa itu,” jelas Syamsurizal dinobatkan pertama untuk mengupas sejarah Pulau Bengkalis.

Riza Fahlevi mengatakan, sejarahnya Pulau Bengkalis menjadi Ibukota Sumatera Timur oleh Belanda hingga baru dipindah ke Medan 1887.

Kemudian sejarah panjangnya, Pulau Bengkalis juga menjadi basis pertahanan perdagangan. Itu dilakukan oleh Laksamana Melaka Hang Nadim. Kemudian dikuasai Portugis dan juga menjadi armada perang Sultan Siak untuk menaklukkan Melaka.

“Emas, Timah datang dari pedalaman Sumatera saat itu cukainnya diambil di Bengkalis. Cukai ini diserahkan ke Johor. Negeri ini dulunya jadi buah bibir. Negeri ini menjadi rebutan berbagai kuasa, Portugis, Aceh, Belanda, Inggris, Siak dan sekarang Indonesia,” ujar Riza Fahlevi.

M Isa Selamat juga menegaskan bahwa Bengkalis merupakan bagian dari Johor, Melaka, Siak, Belanda, Inggris dan Portugis. “Bengkalis merupakan kota atau pusat perdagangan dan pelabuhan. Merupakan bagian dari jajahan kerajaan di Melaka, Johor dan Siak, Portugis, Belanda dan Inggris,” jelasnya.

Prof Samsunizar menambahkan, saat ini pemerintah juga tak mampu mempertahankan benda sejarah. Buktinya banyak benda sejarah hilang di Bengkalis. Pemerintah juga dinilai tidak peduli dengan pelaku sejarah. Bahkan masyarakat lebih kenal dengan Ahmad Yani daripada ketimbang Faqih Gani.

Ia juga tak sependapat dengan usia 507 tahun. “Menurut saya Bengkalis ini ada 540 tahun lalu, bukan 507. Dimulai dari kedatangan Tun Perak dari Melaka,” jelasnya.

Sementara itu, Syaukani menilai merayakan hari jadi Bengkalis saat ini bukan sehebat dibayangkan. Apalagi kegiatannya sering itu-itu saja. Sehingga tak ada dirasakan istimewa setiap perayaan hari jadi Bengkalis.

“Kalau saya melihat perayaan hari jadi Bengkalis hanya pengisahan peristiwa semata,” jelas Syaukani, budayawan dan seniman Riau itu.

Syaukani menegaskan jangan pernah meninggalkan dan melupakan sejarah. Sehingga tidak gagap dalam memajukan Kabupaten Bengkalis ke depan.(esi)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook