Dia menjelaskan ketika new normal atau istilah lain seperti PSBB transisi mulai diterapkan, ada kecenderungan masyarakat masyarakat mengakses layanan publik. ’’Perlu edukasi dan sosialisasi bagi masyarakat yang akan mengakses layanan publik,’’ katanya.
Zuhro menjelaskan pemerintah bisa menjalankan model sosialisasi yang beragam. Mulai dari sosialisasi offline sampai online. Dia menjelaskan sosialisasi secara online memiliki nilai positif karena tidak menganggu pelayanan publik dan lebih efektif. Dia menegaskan kenormalan baru menuntut sikap untuk lebih tangkas dan adaptif.
Peneliti dari Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Rusli Cahyadi mengatakan masyarakat sebetulnya mendukung kebijakan PSBB yang telah digulirkan pemerintah. Namun masyarakat sempat dibuat bingung dengan adanya kebijakan pelonggaran PSBB di sektor transportasi. ’’Masyarakat berharap ada ketegasan berupa sanksi bagi pelanggar (PSBB, red),’’ tuturnya.
Dalam persiapan menuju kenormalan baru, dia menyampaikan ada sejumlah hal penting dalam kontek ilmu atau norma sosial. Seperti mengenai kepatuhan masyarakat untuk mengikuti anjuran pemerintah. Dia juga menjelaskan isu ketidakadilan sosial, isu budaya, isu polarisasi sosial politik ikut berperan menentukan sukses atau tidaknya masa transisi ini di tengah masyarakat.
Sementara itu Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Deny Hidayati mengatakan LIPI melakukan survei dampak PSBB terhadap aktivitas kehidupan masyarakat. Dari hasil survei itu diketahui ada 3,2 persen responden mengaku tidak keluar rumah sama sekali.
Kemudian ada 82,5 persen responden mengakui keluar rumah hanya untuk membeli keperluan penting. Kemudian ada 10,6 persen responden mengaku keluar rumah untuk bekerja. Sisanya, meskipun hanya sedikit, mengaku tetap melakukan aktivitas di luar rumah seperti sebelum ada pandemi Covid-19.(sol/tau/wan/das)
Laporan SOLEH SAPUTRA, Pekanbaru