KUANSING (RIAUPOS.CO) -- Demi terselenggaranya penegakan hukum yang baik, terutama dalam menjalani tugas-tugas pemerintahan, Pemkab Kuansing dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) di Ruangan Multimedia kantor Bupati Kuansing, Selasa (23/4) pagi.
Dalam penandatanganan perjanjian kerja sama tentang perdata dan tata usaha negara tersebut, Bupati Kuansing, Drs H Mursini MSi mengucapkan terima kasih kepada Kejari Kuansing yang telah membantu Pemkab Kuansing melakukan kerja sama terkait penegakan hukum jajaran pemerintahan, dan sekaligus ikut menjadi tim pengawal.
“Tujuannya kan untuk menjamin tegaknya hukum dan kewibawaan pemerintah serta melindungi kepentingan umum. Dengan demikian, tugas-tugas yang berkaitan dengan pemerintahan akan bisa membatu dan menjadi pedoman jika ada permasalahan di bidang hukum. Namun, tidak menghalangi proses hukum jika ada pelanggaran hukum,” tegas Mursini.
Mursini menjelaskan, kerja sama tersebut meliputi bantuan dan permasalahan di bidang hukum, pemberian data dan informasi perkembangan hukum. Serta memberikan pendapat dan pertimbangan hukum terhadap permasalahan hukum yang terjadi.
Selanjutnya, Bupati juga menjelaskan tentang kesepakatan di bidang TP4D yang dimaksudkan untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintah. Selain itu juga untuk melakukan pengawalan baik dalam kegiatan perencanaan atau pelaksanaan maupun manfaat hasil pembangunan.
“Termasuk di dalamnya upaya mencegah timbulnya penyimpangan kerugiaan negara atau kerugian keuangan daerah. Makanya harus ada koordinasi yang baik dengan pihak Kejari,” imbau Mursini.
Di tempat yang sama, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kuansing, Hari Wibowo SH MH berharap, dengan adanya kerja sama tersebut, hendaknya menjadi momentum keberhasilan pembangunan Kabupaten Kuansing.
Latar belakang adanya MoU tersebut, merupakan bagian implementasi dari arah kebijakan pimpinan Kejagung Republik Indonesia. Paradigmanya Kejaksaan dapat mengambil peran yang aktif dan nyata sehingga tujuan pembangunan pemerintah pusat menjadi sinkron dengan arah kebijakan pembangunan di daerah.
“Ini tidak dimaknai sebagai formalitas semata, namun selanjutnya dapat bersama memformulasikan program kerja yang strategis, terencana, terukur. Sehingga output dan outcome tindak lanjut kegiatan benar-benar sesuai target yang ditetapkan,” kata Hari Wibowo.
Yang harus diingat, lanjut Hari Wibowo, MoU tersebut juga tidak boleh dimaknai sebagai alat untuk menjadikan bunker atau tempat perlindungan. Dan tidak boleh juga sebagai bumper bagi oknum-oknum yang menyalahgunakan kewenangan untuk memperoleh keuntungan pribadi dari kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilakukan.
“Tentunya kegiatan penindakan (represif) akan kami lakukan apabila menemukan tindakan dimaksud sehingga arah dan tujuan pembangunan daerah benar-benar tetap berada dalam relnya sesuai aturan,” tegas Hari Wibowo.(adv)