PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Pelarian S (40), yang disebut-sebut sebagai pemodal perusakan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) berakhir. Tim Gabungan Gakkum KLHK dan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau berhasil menangkap pria yang masuk daftar pencarian orang (DPO) enam bulan terakhir ini di Pekanbaru, Senin (14/11).
Plt Direktur Pencegahan dan Pengamanan LHK Sustyo Iriyono, Selasa (22/11) menjelaskan, penangkapan ini merupakan operasi gabungan dalam upaya penegakan hukum atas bentuk gangguan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan yang menyasar TNTN.
"Saat ini TNTN mengalami ancaman yang cukup serius dari aktivitas perambahan. Sehingga penangkapan pemodal ini merupakan suatu upaya penyelamatan taman nasional tersebut," jelas Sustyo pada jumpa pers yang digelar di Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, kemarin.
Sustoyo menambahkan, selama lima tahun terakhir pihaknya telah mengungkap 12 kasus tindak pidana kehutanan di TNTN. Dengan rincian enam kasus merupakan illegal logging dan sisanya merupakan kasus perambahan hutan dengan barang bukti tiga alat berat eksavator.
"Seluruh kasus itu telah mendapat putusan dari PN Pelalawan, dengan vonis hakim selama satu tahun sampai dengan empatbtahun penjara dan denda Rp1,5 miliar," terangnya.
Sustyo menyebutkan, pengungkapan kasys perambahan di kawasan taman nasional tidak mudah. Sehingga sangat dibutuhkan dukungan semua pihak. Untuk itu pihaknya akan terus bersinergi dalam menjaga dan mempertahankan keberadaan kawasan tersebut.
Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera, Subhan pada kesempatan yang sama mengapresiasi kerja sama berbagai pihak dalam pengungkapan kasus tersebut. Dengan tindakan tegas, pihaknya berharap dapat memberikan efek jera dan berdampak luas dalam upaya penyelamatan dan pelestarian kawasan TNTN yang merupakan habitat gajah tersebut.
"Kami juga akan terus berkomitmen untuk mengungkap aktor-aktor intelektual lainnya, yang ada kaitan dengan kasus ini atau kasus-kasus lainnya," tegas Subhan.
Sementara itu Kepala TNTN, Heru Sutmantoro lebih rinci menjelaskan, pengungkapan S sebagai pemodal perambahan hutan itu berawal dari pengungkapan kasus hasil operasi gabungan pengamanan hutan TNTN oleh Gakkum KLHK, Balai TNTN dan Korwas PPNS serta Polda Riau pada tanggal 31 Maret 2022 lalu.
Dalam operasi itu tim gabungan berhasil mengamankan empat orang pelaku perambah dan penebang pohon bersama satu unit alat berat eksavator di dalam Kawasan TNTN. Empat pelaku sudah divonis di Pengadilan Negeri Pelalawan.
"Di Pengadilan Negeri Pelalawan, mereka divonis hukuman penjara selama satu tahun enam bulan dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan penjara," imbuh Heru.
Dari hasil persidangan itulah para terdakwa mengaku diperintah S untuk melakukan perambahan. Menindaklanjuti fakta persidangan tersebut, penyidik KLHK lantas memanggil S untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Namun yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan penyidik hingga ditetapkan DPO.
"Sebelum ditangkap, selama enam bulan S ini selalu berpindah tempat. Pada tanggal 10 November 2022, kami mendeteksi keberadaannya sedang melakukan perambahan di lokasi lain, masih dalam kawasan TNTN," terang Heru.
Setelah ditemukan, S malah melakukan perlawanan dengan menghasut warga untuk melakukan kekerasan dengan petugas TNTN. Dalam perkembangannya, dua personil mengalami luka bahkan ada yang dipukul dengan kayu di bagian perut dan punggung. Satu personel lainnya, kata Heru, mengalami luka di bagian kepala.
"S ini akan dijerat dengan Pasal 82 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana telah diubah dengan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP jo Pasal 94 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ancaman pidananya, penjara paling lama 15 tahun serta pidana denda paling banyak Rp100 miliar," terang Heru.
Sementara itu, Kasubdit Jatanras Polda Riau AKBP Asep Sujarwadi yang turut hadir dalam jumpa pers mengatakan, Polda Riau turut memproses S lewat UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan Pasal 170 KUHP. Hal ini terkait penganiayaan yang diduga diotaki yang bersangkutan.
"Kami menjerat pelaku dengan UU darurat dengan ancaman kurungan sepuluh tahun, dan pengeroyokan dihukum penjara lima tahun enam bulan," kata Asep.(gem)
Laporan: HENDRAWAN KARIMAN (Pekanbaru)