JAKARTA (RIAUPOS.CO) - PERTARUNGAN partai politik di 2024 diprediksi bakal lebih sengit. Selain secara kuantitas kontestan bertambah, muncul juga partai-partai baru dengan latar belakang yang juga cukup mentereng seperti Gelora dan Partai Kebangkitan Nusantara.
Pengamat politik Universitas Indonesia Ari Junaidi mengatakan, untuk papan atas komposisi kemungkinan tidak banyak perubahan. Di mana PDIP, Gerindra, Golkar danDemokrat berpotensi tetap ada di lima besar.
Hal itu diperkuat dengan survei berbagai macam lembaga yang hasilnya relatif konsisten. "Urutannya mungkin bisa berbeda. Tapi lima besar itu-itu saja. Demokrat (potensi) karena diuntungkan sebagai partai (ceruk pemilih) oposisi," ujarnya.
Persaingan sengit, lanjut Ari, kemungkinan terjadi di papan tengah ke bawah. Pasalnya, selain ada sebagian partai-partai parlemen yang menurun, di sisi lain partai penantang juga cukup kuat.
Di sisi partai parlemen, Ari mencontohkan PAN dan PPP sebagai partai yang rawan tergusur. Sebab dari pemilu terakhir, tren kedua partai tersebut relatif menurun. Di mana perolehan suara hanya sedikit di atas ambang batas Presidential Threshold.
Terlebih, pola dari kedua partai tidak menunjukkan progres. PAN misalnya, masih terus mengandalkan rekrutmen artis, atlit dan tokoh populer. "Khawatirnya jualan yang sama publik juga jenuh maka akan landai turun," imbuh Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama itu.
Sementara PPP, meski punya segmentasi islam, namun masih gagal merangkul. Bahkan relatif tertinggal dari PKB yang bisa menggaet masa islam yang jelas di kalangan islam tradisional.
Di sisi lain, dari partai pendatang baru, meski tidak mudah Ari menilai ada potensi untuk menggebrak. Antara lain Partai Gelora dan Partai Kebangkitan Nusantara. Meski berstatus baru, kedua partai itu dimotori elit-elit lama. PKN misalnya diisi loyalis Anas Urbaningrum dan Gelora yang mayoritas sempalan PKS. "Menurut saya mereka punya pengalaman, jaringan, dan infrastruktur partai yang pernah terbina," kata dia.
Nah, jika itu berhasil dikonsolidasi, bukan tidak mungkin akan menggerogoti perolehan partai parlemen dan menggantikannya.
Namun demikian, Ari menggarisbawahi, analisa tersebut berdasarkan kondisi sekarang. Sementara, tahapan menuju pemungutan suara masih akan berlangsung lebih dari setahun. Sehingga relatif masih ada waktu untuk melakukan gebrakan.
Selain itu, faktor pencapresan juga diprediksi akan mempengaruhi. Untuk PAN dan PPP misalnya, jika dalam koalisi bisa mengusung sosok yang dapat merepresentasikan partainya, maka akan menjadi nilai tambah. "Karena capres yang diusung, memberi cottail efrect," jelasnya.
Sementara itu, Ujang Komarudin, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) mengatakan, partai politik baru yang lolos menjadi peserta Pemilu 2024 boleh bergembira. "Namun lolos menjadi peserta pemilu tidaklah mudah," terangnya.
Setelah ini mereka akan menghadapi tantangan berat sebagai peserta pemilu. Jika ingin lolos ke Senayan, mereka harus memenuhi ambang batas parlemen 4 persen. Angka 4 persen bukanlah angka yang kecil.
Ujang mengatakan, berat bagi parpol baru untuk memenuhi ambang batas parlemen. Berkaca pada Pemilu 2019 lalu, tidak ada parpol baru yang lolos ke Senayan. "Bisa jadi pada Pemilu 2024, tidak ada parpol baru yang lolos ke Senayan," ucapnya.
Walaupun demikian, kata Ujang, ada beberapa parpol baru yang mempunyai peluang untuk bisa lolos, tapi mereka harus betul-betul bekerja keras. Salah satunya, Partai Gelora. Sebab, partai yang diketuai Anis Matta itu mempunyai basis suara yang jelas. Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) itu mengatakan, jika ingin lolos ke Senayan, Partai Gelora harus bisa bersaing dan mengambil ceruk suara PKS. Basis suara Partai Gelora dan PKS sama, karena para elite Partai Gelora merupakan mantan petinggi PKS.
Jika Partai Gelora lihai dan mempunyai strategi jitu untuk merebut suara PKS, maka Partai Gelora berpeluang lolos ke Senayan. "Tapi, itu tidaklah mudah. PKS tentu akan berusaha keras mempertahankan basis suaranya," urainya.
Selain Partai Gelora, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) juga mempunyai peluang untuk lolos. Dengan syarat, partai yang diketuai I Gede Pasek Suardika itu bisa mengambil ceruk suara Partai Demokrat. Seperti diketahui bahwa para petinggi PKN merupakan mantan politisi Partai Demokrat. Tentu, mereka ingin mengoyang kekuatan Partai Demokrat dan mendapat keuntungan elektoral dari persaingan itu. "Basis massa kedua partai itu sama," jelasnya.
Bagaimana peluang parpol lama non parlemen? Ujang mengatakan, parpol lama non parlemen juga berat. PSI misalnya, saat ini partai itu banyak ditinggalkan pengurusnya, sehingga semakin sulit untuk lolos ke Senayan.
Namun, lanjut dia, ada partai lama non parlemen yang berpeluang lolos ke Senayan, yaitu Partai Perindo. Sebab, Perindo banyak merekrut tokoh-tokoh penting. Mereka serius menguatkan struktur partai. "Perindo bisa jadi lolos," paparnya.
Sementara itu, usai dinyatakan tidak lolos, Partai Ummat menyiapkan gugatan. Mereka sudah berkonsultasi dengan Bawaslu RI untuk menanyakan hal-hal yang harus dipersiapkan.
Adanya konsultasi itu dibenarkan oleh anggota Bawaslu RI Totok Haryono. "Partai Ummat masih belum melaporkan tapi baru konsultasi terhadap hasil verifikasi factual," ujarnya di Kantor Bawaslu.
Dia menjelaskan, pihaknya mempersilahkan Ummat untuk mengajukan sengketa proses. Sebagaimana UU pemilu, ada kans bagi partai yang gagal untuk menggugat. (far/lum/jpg)