MELIHAT HASIL KERAJINAN TANGAN WBP KELAS II BENGKALIS

Lestarikan Tenun Lejo Bengkalis

Riau | Jumat, 15 Juli 2022 - 10:25 WIB

Lestarikan Tenun Lejo Bengkalis
Narapidana WBP Kelas II Bengkalis, sedang melakukan proses menenun Lejo di Balai Latihan Kerja Lapas Bengkalis, beberapa waktu lalu. (ISTIMEWA)

BENGKALIS (RIAUPOS.CO) - Berada di penjara bukan berarti tidak bisa berkarya maupun bermanfaat bagi masyarakat luas. Namun sebaliknya berada di balik jeruji besi menyadarkan seseorang untuk mengintrospeksi diri dan berbuat baik untuk dirinya dan orang lain. Apalagi mampu melihat benda bersejarah seperti Tenun Lejo Bengkalis yang sudah hampir punah, seiring dengan banyaknya pengrajinnya yang sudah tidak ada atau tidak lagi menekuni kerajinan tradisional tersebut.

Kain tenun Lejo merupakan aksesoris yang digunakan sebagai sarung pelengkap baju kurung Melayu bagi laki-laki dan perempuan Melayu Bengkalis.


Tenun Lejo biasanya dipakai dalam berbagai upacara seremonial budaya Melayu. Seperti pernikahan,  sunatan, penyambutan tamu, dan acara pementasan seni lainnya.

Tenunan khas Bengkalis ini sudah dikenal di berbagai daerah, baik di Provinsi Riau bahkan sampai manca negera dan negeri tetangga Malaysia dan Singapura.

Bahkan sejumlah wisatawan yang datang ke Negeri Junjungan, biasanya memesan Tenun Lejo sebagai oleh-oleh khas Bengkalis. ''Amboi moleknye tenunan lejo, warisan budaya zaman berzaman''.  

Begitulah bunyi sepenggal syair bersejarah ini.

Namun saat ini, kain tenun Lejo semakin langka dan sangat sulit ditemui. Ini karena pengrajin Tenun Lejo yang sudah langka. Ini dikarenakan hanya sedikit pengrajin setempat yang mampu dan memiliki bakat serta rendahnya minat generasi muda untuk belajar.

Khawatir Tenun Lejo menjadi langka, adalah nara pidana berinisial SBA (35) salah seorang
warga binaan pemasyarakatan (WBP) Lapas Kelas IIA Bengkalis ini, mengajak rekan-rekannya sesama WBP untuk belajar menenun.

Sebelum menjadi narapidana, ia merupakan pengrajin Tenun Lejo dan menggantungkan hidup dari hasil menjual kain tenun tersebut.

Potensi pasar yang sangat menggiurkan serta niat untuk menjaga kelestarian budaya, membuatnya rela berbagi ilmu dengan pemuda lainnya di Lapas Bengkalis.

"Tenun Lejo ini biasa berukuran 2 x 1,5 meter. Motif yang kami buat yang banyak digemari. Mulai dari pucuk rebung, sentorak, siku awan, dan siku keluang," ujar pria yang akan bebas awal tahun depan.

"Awalnya kami bekerja sama usaha Tenun Putri Emas yang sudah sangat terkenal di Bengkalis ini, untuk melatih keterampilan WBP. Ada 25 peserta yang ikut serta, namun karena keterbatasan sarana dan prasarana, kini tinggal 5 orang saja yang bisa berkarya di bengkel kerja Lapas Bengkalis," ujar Kepala Lapas Bengkalis, Edi Mulyono pada, Rabu (13/7).

Menurutnya, kelima WBP tersebut setiap pekan bisa menghasilkan 5 helai kain Tenun Lejo. Mereka diajari dan dibimbing petugas lapas serta napi SBA, sebagai WBP yang berpengalaman dalam Tenun Lejo.

"Karena produksi masih terbatas, pemasaran kain tenun ini masih di sekitaran lapas saja. Banyak pejabat yang berkunjung ke lapas ikut membeli, ada juga dari Dekranasda, kawan-kawan Kejaksaan dan keluarga WBP. Baru-baru ini Dharma Wanita Lapas Bengkalis memesan untuk  seluruh anggotanya. Kewalahan juga kami. Laris manis," terang Kalapas yang suka tersenyum ini.

Tenun Lejo hasil karya WBP ini dijual seharga Rp500 ribu per helai, dengan modal hanya Rp150 ribu saja. Modalnya dari koperasi pegawai, sedangkan keuntungan dibagi juga ke WBP dan sisanya disetorkan ke negara melalui PNBP.(ade)

Laporan Abu Kasim, Bengkalis

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook