PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - MENDADAK, Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti H Muhammad Adil SH MM penuhi panggilan Mendagri Tito Karnavian, Senin (11/12). Pertemuan berlangsung di Kantor Pusat Kemendagri Jakarta, selama empat jam, mulai dari pukul 10.00 hingga 13.00 WIB.
Informasi tersebut diterima Riau Pos, melalui Plt Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah BPKAD) Fitria Nengsih kepada Riau Pos di waktu yang sama. “Kami di kantor Kemendagri. Penuhi panggilan mendadak dari Pak Menteri. Tidak ada rencana sebelumnya,” beber Nengsih ketika mendampingi Adil, Senin (12/12) siang.
Memang dalam agenda kerja Bupati Kepulauan Meranti Adil di Jakarta bersamaan untuk memenuhi undangan Kemenkum HAM menyambut Hari HAM Nasional 2022 sekitar pukul 14.00 WIB.
Terhadap hasil pertemuan bersama Mendagri, Neneng belum bisa membeberkan secara utuh. Karena momentum itu berlangsung tertutup antara Tito Karnavian dan H Muhammad Adil. “Tak tau pulak saya isi detail perbincangannya,” ujar Neneng.
Namun ia memastikan salah satu pokok materi pembahasan menyangkut kisruh soal dana bagi hasil yang dikeluhkan Adil hingga ditanggapi keras Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo baru-baru ini.
Menyikapi kusruh tersebut, dalam waktu dekat Mendagari Tito Karnavian akan mempersiapkan waktu pertemuan Adil bersama Menkeu Sri Mulyani. “Salah satunya itu membahas keluhan soal DBH. Pertemuan bersama Buk Menkeu bersama Pak Bupati yang difasilitasi oleh Pak Mendagri. Gambarannya pekan depan setelah HUT Kabupatem Kepulauan Meranti (19 Desember 2022, red),’’ ujarnya.
Untuk menjaga situasi itu, saat ini pihaknya belum mau membeberkan rincian DBH Migas yang diterima Kepulauan Meranti, beberapa tahun terakhir. Mereka minta waktu setelah pertemuan bupati bersama Menkeu rampung. “Kalau rincian DBH nanti saja kata Pak Bupati. Setelah pertemuan dengan Bu Menteri selesai,” kata Neneng.
Seperti data yang dirangkum Riau Pos, lifting minyak Kabupaten Meranti juga menurun pada 2022 dari 2.489,71 barel menjadi 1.970,17 barel. Sehingga total penerimaan 2022 sebesar Rp115,08 miliar, dan terjadi sedikit kenaikan pada 2023 dengan asumsi penerimaan sebesar Rp207,67 miliar. Namun Adil berasumsi berbeda, yakni tidak kurang dari Rp300 miliar.
Memang data lifting migas di sana cenderung menunjukkan adanya tren turun naik dalam beberapa tahun terakhir. Seperti 2016 hingga 2020, total lifting minyak di sana tercatat 4.460.297,05 barel dari total lifting rata-rata 892.059,41 barel per tahun.
Sementara total lifting gas 2016 hingga 2020 sebesar 3.349.358,81 MMBTU dengan rata-rata lifting 669.871,76 per tahun. Namun total realisasi salur DBH Migas 2016-2020 sebesar Rp643.30 miliar.
Harus Satu Persepsi
Terpisah, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Riau Syahrial Abdi mengatakan, terkait pembagian DBH tersebut, antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat harus satu persepsi terlebih dahulu. Karena itu, pihaknya beberapa waktu lalu mengadakan rapat koordinasi untuk menyamakan persepsi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
“Yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Meranti itu, berarti belum sama persepsinya. Padahal UU-nya sudah ada, kemudian data-datanya juga harus valid dan dari sumber yang benar. Seperti kalau lifting, berasal dari produksi,” katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, namun dalam produksi jumlahnya tidak serta merta sama dengan lifting. Pasalnya produksi tersebut akan masuk terlebih dahulu ke storage yang ada di Duri, Dumai. “Penghitungan lifting-nya akan berbeda lagi kalau ada pergerakan harga kurs dolar. Belum lagi, ada beberapa jenis minyak yang harganya berbeda-beda. Jadi banyak faktor yang berpengaruh di sana,” sebutnya.
Karena itu, melalui Dinas ESDM ada kegiatan rekonsiliasi lifting yang dilakukan setiap tiga bulan bersama Kementerian ESDM. Dalam kegiatan tersebut juga hadir kontraktor migas. “Nanti akan dicek, kontraktor ngaku produksinya segini, kemudian nantinya disahkan SKK Migas. Tapi itu belum perhitungan bagi hasil, baru masuk ke Kementerian Keuangan baru didistribusikan oleh Dirjen Perimbangan Keuangan,” paparnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Research on Ethics Economics and Democracy Yoseph Biilie Dosiwoda mengapresiasi semangat Bupati Meranti M Adil untuk memperjuangkan dana bagi hasil (DBH) untuk kabupaten yang dipimpinnya.
Namun cara dan sikapnya saja kurang tepat sebagai kepala daerah yang juga merupakan penyelenggara negara tidak harus sampai keluar kata-kata yang tidak patut diucapkan karena bisa menimbulkan ego sektoral antar lembaga baik pusat dan daerah. Meskipun dalam ruang demokrasi bebas berpendapat itu sah namun semuanya tetap memiliki aturan dan batasan.
Stafsus Menkeu Ajak Bupati Meranti Duduk Bersama
Staf Khusus (Stafsus) Menteri Keuangan (Menkeu) Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo atau anak buah Sri Mulyani mempersoalkan perbedaan data kenaikan lifting minyak dan gas (Migas) di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Yustinus menyebut lifting migas di Meranti justru menurun sekitar 1 juta barel.
Sebelumnya, Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil dalam Rapat Koordinasi Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah di Pekanbaru mengatakan bahwa lifting di wilayahnya meningkat. Adil menyebut, tambang minyak di Meranti ada 13 sumur yang dibor per tahun ini dan akan bertambah menjadi 19 sumur pada 2023 serta ditargetkan menambang 9.000 barel per hari.
Terkait perbedaan data itu, Stafsus Sri Mulyani, Yustinus Prastowo mengajak Adil duduk bersama untuk menyamakan data. Bahkan ia juga mempersilakan Bupati Meranti untuk melakukan crosscheck data dengan pihak Kementerian ESDM. “Mungkin perlu duduk bersama soal data yang diperoleh Pak Bupati itu dari mana? Lalu, silakan kalau mau di-crosscheck dengan data Kementerian ESDM,” kata Yustinus Prastowo saat ditemui di sela Raker dengan Komisi XI di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (12/12).
Ia menjelaskan, berdasarkan data yang mengacu pada Kementerian ESDM dan SKK Migas pada tahun 2022 dan 2023 terjadi penurunan lifting di Kepulauan Meranti. “Kalau sebelumnya itu di atas 2 juta barel lalu (sekarang menurun) menjadi sekitar 1,9 juta barel,” jelasnya.
Sementara itu, soal keluhan Bupati Meranti yang menilai dana bagi hasil (DBH) migas yang menurun, pihaknya memastikan bahwa hal tersebut imbas dari lifting yang menurun. Sementara soal asumsi DBH yang digunakan, Yustinus mempertegas sebesar 100 dolar AS per barel, bukan 60 dolar AS per barel seperti yang disebut Bupati Meranti. “Intinya basisnya tetap 100 dolar AS per barel untuk konversi tiap barelnya, tetapi yang berbeda itu jumlah lifting-nya dan kita pakai angka dari Kementerian ESDM yang merupakan data resmi termasuk itu juga data dari SKK Migas,” tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti Muhammad Adil mengungkapkan kegusarannya terkait kejelasan perhitungan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH). Ia menilai asumsi minyak mentah masih berbeda-beda. Kemenkeu menyebut 80 dolar AS per barel, sementara Presiden Joko Widodo menyebut 100 dolar AS per barel.
Terkait itu, dirinya meminta kejelasan terhadap pemerintah terutama dalam hal ini Kementerian Keuangan. Namun, ia mengeluh sulit untuk bisa melakukan audiensi dengan Kemenkeu. “Ini untuk Pak Dirjen ketahui, berulang kali saya sampai tiga kali menyurati ibu menteri (Menkeu Sri Mulyani) untuk audiensi. Tapi alasannya Menteri Keuangan mintanya online, online, online. Kalau dituntut untuk pendapatan bertambah, untuk kami sudah bertambah cukup besar. Kami ngadu ke Kemendagri kok bisa offline,” kata Bupati Meranti dalam Rakornas Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah, JPG, Ahad (11/12).
Adil mengatakan, pihaknya perlu kejelasan terkait penyusunan APBD 2023 menggunakan asumsi yang mana. “Saya tahun 2022 dapat DBH Rp114 miliar, waktu itu hitungannya 60 dolar AS, perencanaan APBD-nya. Di tahun 2023 pembahasan APBD kami dapat mengikuti nota pidato Pak Presiden 16 Agustus 1 barel 100 dolar AS, dan kemarin waktu zoom dengan Kemenkeu tidak bisa menyampaikan dengan terang, didesak-desak barulah menyampaikan dengan terang bahwa 100 dolar AS per barel,” kata Adil.(wir/sol/nir)
Laporan TIM RIAU POS, Pekanbaru