"Almarhum juga mengidap penyakit penyerta yakni diabetes, kemudian juga mengaku sudah mengalami demam sejak sepekan terakhir," ujarnya.
Bengkalis Tambah Tujuh Positif
Sementara itu, di Kabupaten Bengkalis terkonfirmasi positif Covid-19 mencapai 261 kasus. Jumlah ini didapatkan adanya penambahan empat kasus baru dari Kecamatan Batin Solapan dan tiga dari Mandau. "Hari ini (kemarin, red) bertambah tujuh kasus," kata Juru Bicara Satgas Covid-19 Ns Popy Yulia Santisa SKep, Sabtu (3/10).
Menurut Popy, pasien diisolasi dan dirawat di rumah sakit 10 orang. Kemudian dikarantina di Balai Diklat BKD Bengkalis sebanyak 23 orang. Sedangkan yang melakukan isolasi mandiri berjumlah 92 orang.
Jumlah yang sembuh hingga kemarin berjumlah 131 orang dan meninggal dunia lima orang. Namun, data ini berbeda dengan data dari Diskes Riau dan data di website https://corona.riau.go.id. "Alhamdulillah hari ini (kemarin, red) sembuh sembilan orang. Dengan begitu total sembuh menjadi 131 orang," kata Popy.
Pemprov Riau Dinilai Lamban
Sementara itu, pemerhati kebijakan pemerintah, Muhammad Herwan menilai Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau terlalu lamban dan birokratis dalam hal pelaksaaan tes swab. Akibatnya, Pemprov Riau tidak bisa bergerak cepat dalam penanganan dan pencegahan Covid-19.
"Pemprov Riau menetapkan tarif tes swab di RSUD Arifin Achmad sebesar Rp 1.500.000 berdasarkan Peraturan Gubernur Riau. Sedangkan peninjauan menjadi Rp900.000 mengacu pada surat yang disampaikan oleh pemerintah pusat melalui BNPB, itupun revisi Pergubri masih dalam proses harmonisasi di Biro Hukum Setdaprov Riau terlalu lamban dan sangat birokratis," kata Herwan.
Lebih lanjut dikatakannya, sementara itu BPKP berdasarkan survei yang dilakukan telah menyatakan melalui Surat BPKP Nomor. SR-1383/K/D2/2020 tanggal 18 September 2020 tentang Standar Biaya Tes Swab Covid-19, bahwa biaya tes swab di rumah sakit dan laboratorium yang tidak mendapat subsidi pemerintah sebesar Rp797.615, sedangkan pada rumah sakit dan laboratorium yang mendapat subsidi pemerintah tarif standarnya sebesar Rp192.965.
"Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Riau tidak memiliki sense of crisis dan tidak bertindak secara extra ordinary dalam penanganan pandemic Covid-19. Sejatinya, tes swab ini adalah menjadi tanggungjawab pemerintah. Tegasnya seluruh rakyat tanpa kecuali (bukan hanya masyarakat yang terpapar yang digratiskan) tak lagi harus dibebani dengan biaya tes swab ini," sebutnya.
Menurutnya sepatutnya, pemerintah daerah menindaklanjuti penetapan status darurat tersebut dengan tindakan cepat, taktis, sistematis, massif dan komprehensif. Rakyat saat ini sudah sangat susah dan menderita akibat dari dampak pandemi Covid-19, negara harus hadir membantu rakyat, bukan malah membebani lagi dengan berbagai aturan yang semakin menyusahkan rakyat.
"Bukankah peran dan fungsi negara itu di antaranya memberikan perlindungan dan mengayomi rakyat. Cobalah pemimpin dan yang berwenang di negeri ini berpikir secara arif dan bijak, jangan hanya menunggu perintah dan arahan pemerintah pusat saja," ujarnya.
Direktur RSUD Arifin Achmad, dr Nuzelly mengatakan, pemerintah Provinsi Riau, sampai saat ini masih memakai surat edaran dari tim Gugus Tugas Nasional, melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait dengan biaya swab mandiri bagi masyarakat yakni sebesar Rp900 ribu.
"Sedangkan untuk biaya yang di sampaikan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melalui surat yang disampaikan kepada BNPB sebesar Rp192.965, bagi rumah sakit penerima subsidi, Pemprov Riau belum menerima surat resminya dari Gugus Tugas Nasional," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, pada prinsipnya Pemprov Riau sejauh ini masih mengratiskan swab bagi masyarakat yang terpapar Covid-19, termasuk hasil tracing. Sedangkan bagi masyarakat yang swab mandiri untuk kepentingan pribadi, dikenakan biaya sesuai pergub. "Perlu diingat, bahwa kita masih menggratiskan swab bagi masyarakat yang terpapar Covid, dan yang membayar itu yang swab mandiri," jelasnya.
Tambah Produksi Alat
Tes PCR Dalam Negeri
Sembari menunggu vaksin, pemerintah mengupayakan percepatan produksi alat rapid dan tes PCR dalam negeri. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta Bio Farma secara khusus mendapat tugas itu.
"BPPT dan Bio Farma silakan menyusun list apa saja yang dibutuhkan dan impor produk apa saja yang kita batasi," kata Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Dia meminta kapasitas produksi domestik dapat diutamakan terserap terlebih dulu. Impor baru dilakukan apabila produksi dalam negeri sudah tidak mencukupi.
Luhut juga meminta Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mendorong agar industri-industri dalam negeri juga mulai masuk dalam sektor farmasi. Agus mengungkapkan, saat ini kapasitas produksi alat tes PCR Bio Farma sudah mencapai 1,5 juta per bulan dan masih bisa ditingkatkan hingga 3,5 juta per bulan. Yang menjadi perhatian adalah stok reagennya.
"Reagen ini saya minta Pak Honesti (Dirut Bio Farma Honesti Basyir, red) untuk juga produksi dalam negeri," kata Agus.
Reagen merupakan senyawa yang diperlukan untuk melakukan ekstraksi pada proses pengecekan spesimen. Reagen berisi sejumlah senyawa kimia untuk mendeteksi SARS-CoV-2, virus penyebab penyakit Covid-19.
Kepala BPPT Hammam Riza menyebutkan, BPPT telah mampu meningkatkan produksi tes rapid hingga lebih dari 2 juta alat per bulan. Dengan asumsi kebutuhan yang proyeksinya 6 juta per bulan dengan perkiraan 200 tes per hari kali 30 hari.(tau/c17/fal/das)
Laporan : Soleh Saputra (Pekanbaru) dan Erwan Sani (Bengkalis)