PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi Bupati Kuantan Singingi nonaktif Andi Putra ke Rumah Tahanan Kelas I Pekanbaru, Kamis (8/6). Hal ini sesuai dengan putusan inkrah atau berkekuatan hukum tetap Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terhadap terpidana Andi Putra yang menjalani hukum penjara selama 4 tahun dan denda sebesar Rp200 juta.
“Hari ini (kemarin, red) jaksa eksekutor Eva Yustisiana, telah selesai melaksanakan eksekusi putusan Pengadilan Tipikor yang berkekuatan hukum tetap dengan terpidana Andi Putra ke Rutan Kelas I Pekanbaru,” ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis yang diterima Riau Pos, Kamis (8/6).
“Terpidana menjalani masa pidana penjara selama 4 tahun dikurangi dengan lamanya masa penahanan yang telah dijalani sejak tahap penyidikan, termasuk juga membayar pidana denda sebesar Rp200 juta,” tambahnya.
Hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta terhadap Andi Putra ini, merupakan putusan yang dijatuhkan majelis hakim Mahkamah Agung. Putusan ini, lebih ringan dari dua vonis di tingkat peradilan di bawahnya, yakni Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru dan Pengadilan Tinggi Riau yakni penjara selama 5 tahun 7 bulan dan denda sebesar Rp200 juta atau subsidair 4 bulan kurungan.
Sementara itu, Kuasa Hukum Andi Putra Ronal Regen mengatakan bahwa masa tahanan Andi Putra akan dipotong dengan masa tahanan sejak awal penyelidikan di KPK. Sementara untuk barang bukti yang diperintahkan MA untuk dikembalikan ke Andi Putra akan dijemput ke KPK dalam waktu dekat.
“Benar tadi (kemarin, red) kami mendampingi pak Andi di Rutan Kelas I Pekanbaru. Untuk barang-barang yang sempat disita KPK, ada yang diperintahkan oleh pengadilan untuk dikembalikan akan kami jemput,” ujarnya.
Kasus suap Andi Putra ini bermula saat ditemukannya masalah dalam upaya perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari (AA), terutama soal kewajiban pembangunan kebun kemitraan di desa-desa wilayah operasi minimal 20 persen. Kebun itu sendiri sudah dibangun, namun hanya di wilayah Kampar, padahal, sebagian kebun PT AA masuk ke wilayah Kuansing.
Sebagai salah satu kelengkapan dokumen pengajuan perpanjangan HGU, sesuai tertuang dalam dakwaan, pada ekspose tersebut Kakanwil ATR/BPN Riau M Syahrir menyebutkan, diperlukan surat rekomendasi persetujuan dari Bupati Kuansing Andi Putra.
Terkait hal itu GM PT AA Sudarso berusaha menemui Andi Putra yang telah dikenalnya sejak masih sebagai anggota DPRD Kuansing. Pada pertemuan yang digelar pada September 2021 itu, disebut dalam dakwaan, untuk menerbitkan surat rekomendasi PT Adimulia Agrolestari mempersiapkan uang sebesar Rp1,5 miliar.
Sudarso melaporkan hal ini kepada Komisaris PT Adimulia Agrolestari Frank Wijaya pada 27 September 2021. Frank Wijaya setuju dan diteruskan Sudarso ke bawahannya Syahlevi Andra selaku kepala Kantor PT AA Pekanbaru untuk mengantarkan uang Rp500 juta ke rumah Sudarso untuk kemudian diserahkan kepada Andi Putra.
Pada tanggal 12 Oktober 2021 PT Adimulia Agrolestari membuat Surat Nomor :096/AA-DIR/X/2021 perihal permohonan persetujuan penempatan pembangunan kebun kemitraan PT Adimulia Agrolestari di Kabupaten Kampar yang ditandatangani oleh Direktur PT Adimulia Agrolestari David Vence Turangan yang kemudian surat tersebut diserahkan secara langsung oleh Sudarso kepada terdakwa di rumahnya.
Selanjutnya terdakwa memerintahkan Andri Meiriki untuk meneruskan surat tersebut kepada Mardansyah selaku Plt Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja Kabupaten Kuansing agar segera diproses.
Atas pengajuan surat tersebut, Andi Putra meminta Sudarso segera membayar kekurangan dari kesepakatan. Sudarso kemudian melaporkan kembali permintaan tersebut kepada Frank Wijaya. Frank Wijaya setuju, hanya saja dirinya meminta agar Sudarso memberikan uang tidak langsung sekaligus. Selain soal permasalahan pajak karena catatan uang keluar, juga karena sebelumnya perusahaan telah memberikan Rp500 juta.
Pada 18 Oktober 2021, Andi Putra kembali menagih Sudarso untuk membayar uang yang telah disepakati sebelumnya. Untuk itu Sudarso memerintahkan Syahlevi Andra mencairkan uang sebesar Rp250 juta.
Kemudian Sudarso bersama Paino dan Yuda Andika dengan mengendarai mobil Toyota Hilux warna putih dengan Nopol BK 8900 AAL datang menemui Andi Putra di rumahnya di wilayah Kuansing untuk memastikan surat rekomendasi persetujuan dari terdakwa, sekaligus dibicarakan mekanisme penyerahan sisa uang yang diminta terdakwa. Namun setelah pertemuan tersebut, Sudarso ditangkap KPK ketika masih berada di wilayah Kuansing.
Atas perbuatannya, Andi Putra didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.(nda)