JAKARTA dan PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil dan dua orang lainnya yakni Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti Fitria Nengsih dan AuditorMuda BPK Perwakilan Riau M Fahmi resmi ditetapkan sebagai tersangka dan menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (7/4).
Ketiganya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di Meranti, Kamis (6/4) malam. Wakil Ketua KPK RI, Alex Marwata mengatakan, tiga dugaan kasus menjerat Muhammad Adil yaitu pemotongan anggaran, penerimaan fee jasa umrah, dan suap terhadap pemeriksaa BPK agar Pemkab Meranti mendapatkan predikat WTP.
“Kegiatan tangkap tangan dugaan tindak pidana korupsi berupa pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022 sampai 2023, dugaan korupsi penerimaan fee jasa travel umrah, dan dugaan korupsi pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti,” kata Alex dalam konfernsi pers di Gedung KPK Jakarta, Jumat (7/4) malam.
Alex menjabarkan, dalam kegiatan tangkap tangan ini, tim KPK melakukan penggeledahan di empat lokasi berbeda yaitu di wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Siak, Kota Pekanbaru, dan Jakarta.
“Dalam operasi ini tim mengamankan 28 orang, pada Kamis (6/4) sekitar jam 21.00 WIB,” terang Alex.
Adapun kronologisnya, tim KPK mendapat laporan dari masyarakat terkait adanya informasi dugaan penyerahan uang kepada penyelenggara negara, Kamis (6/4). Tim KPK langsung bergerak ke wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.
Di sana tim KPK mendapatkan informasi adanya perintah Muhammad Adil untuk mengambil uang setoran dari pada Kepala SKPD melalui Restu Prayogi selaku ajudan Bupati. Lalu sekitar pukul 21.00 WIB, KPK mengamankan Fitria Nengsih dan Tarmizi yang menjabat sebagai Kabag Umum Pemkab Meranti dan langsung digiring ke Mapolres Meranti.
Dari hasil keterangan Fitria Nengsih dan Tarmizi, diperoleh informasi adanya penyerahan uang untuk keperluan Muhammad Adil yang telah berlangsung lama hingga mencapai puluhan miliar.
“Tim yang berkoordinasi dengan Polres Meranti langsung melakukan pengamanan di rumah dinas bupati dan posisi M Adil saat itu ada di dalam rumah dinas. Selain itu, turut diamankan dan dilakukan permintaan keterangan pada beberapa Kepala SKPD dan seluruhnya menerangkan telah menyerahkan uang pada M Adil melalui Fitria Nengsih,’’ ujarnya.
Selanjutnya, di wilayah Pekanbaru, tim mengamankan M Fahmi, Auditor Muda BPK Perwakilan Riau dan ditemukan uang tunai Rp1 miliar. Uang tersebut adalah total uang yang diberikan M Adil untuk pengondisian pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti.
“Adapun uang yang ditemukan dan diamankan dalam kegiatan tangkap tangan sebagai bukti permulaan sejumlah sekitar Rp1,7 miliar. Para pihak tersebut selanjutnya dilakukan pemeriksaan intensif,” jelasnya.
Adapun kontraksi perkara tersebut diduga M Adil memerintahkan para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Kepulauan Meranti untuk melakukan setoran uang yang sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU) masing-masing SKPD yang kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang pada MA (Muhammad Adil).
“Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan MA dengan kisaran 5 persen sampai 10 persen untuk setiap SKDP. Selanjutnya setoran UP dan GU dalam bentuk uang tunai dan di setorkan pada FN yang menjabat Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti, sekaligus adalah orang kepercayaan MA,” ujarnya.
Setelah terkumpul, uang-uang setoran tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan M Adil, di antaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan M Adil untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau ditahun 2024.
Sekitar bulan Desember 2022, MA menerima uang sejumlah sekitar Rp1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah melalui Fitria Nengsih yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umrah. Pasalnya MA memenangkan PT Tanur Muthmainnah untuk proyek pemberangkatan umrah bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
“Agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti di tahun 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh WTP, MA bersama-sama FN memberikan uang sejumlah sekitar Rp1,1 miliar pada MFH selaku Ketua Tim Pemeriksa BPK Perwakilan Riau,” jelasnya.
“Sebagai bukti awal dugaan korupsi yang dilakukan MA menerima uang sejumlah sekitar Rp26, 1 miliar dari berbagai pihak. Tentunya hal ini akan ditindaklanjuti dan didalami lebih detil oleh tim penyidik,” tambah Alex.
Terhadap M Adil, diduga sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
M Adil juga diduga sebagai pemberi melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara, Fitria Nengsih diduga sebagai pemberi dan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan M Fahmi selaku penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Terkait keperluan penyidikan, para tersangka dilakukan penahanan oleh tim penyidik masing-masing selama 20 hari pertama terhitung mulai 7 April 2023 sampai dengan 26 April 2023 mendatang. ‘’MA dan FN ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih, MFA ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur,” ujarnya.
KPK menangkap Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil terkait dugaan suap, Kamis (6/4) malam. Kepala daerah yang sempat menjadi sorotan karena pernyataan-pernyataan kontroversialnya itu ditengarai terlibat dalam kasus suap miliaran rupiah.
Sebelum ditahan, Adil yang ditangkap lewat operasi tangkap tangan (OTT) tiba di gedung KPK, Jakarta, Jumat (7/4) pukul 16.10 WIB. Dengan mengenakan setelan kaos lengan panjang warna hitam berkerah putih, Muhammad Adil turun dari mobil minibus warna hitam yang menjemputnya dari bandara. Saat turun mobil, Muhammad Adil diapit oleh pihak kepolisian dan juga beberapa pria berkemeja biru yang diduga tim penyidik KPK.
Meski tak terlihat senyum di wajahnya, Muhammad Adil berjalan penuh percaya diri menuju lobi Gedung Merah Putih. Dengan menenteng koper warna hitam, Adil tampak tak perduli dan tidak menghiraukan awak media saat memanggil nama sosok kepala daerah yang sempat viral akhir tahun lalu dengan pernyataannya yang menyinggung Kemenkeu.
Tak berselang lama Muhammad Adil masuk lobi gedung, menyusul seorang pria memakai kaos oblong dan menggunakan masker hitam dengan menggendong tas ransel hitam di punggungnya. Berdasarkan informasi, pria tersebut adalah Auditor Muda BPK Perwakilan Riau bernama M Fahmi yang ikut terjaring dalam OTT itu.
Selain Muhammad Adil dan Fahmi, enam orang lagi yang digelandang ke KPK adalah Kepala Dinas PUPR Kepulauan Meranti Fajar, Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih, Kabag Umum Setdakab Kepulauan Meranti, Tarmizi, Staf BPKAD Kepulauan Meranti Goro, serta Yogi dan Angga yang diketahui sebagai ajudan Muhammad Adil.
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menerangkan, dalam OTT kali ini pihaknya mengamankan beberapa orang. Selain bupati dan anggota tim BPK, komisi antirasuah itu mengamankan sejumlah pejabat strategis. ”Serta, ajudan bupati dan pihak swasta,” kata Ali saat dikonfirmasi.
Dari hasil pemeriksaan sementara yang dilakukan di Meranti dan Pekanbaru, KPK lantas membawa delapan orang ke Jakarta. Delapan orang itu ditengarai terlibat dalam kasus suap terkait fee proyek dari satuan perangkat kerja daerah (SKPD) serta suap terkait uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GUP).
Ali menambahkan, selain suap pemotongan anggaran SKPD, Muhammad Adil dkk diduga terjerat suap fee jasa travel umrah. ’’Di samping itu juga (terjerat) dugaan suap-menyuap terkait pemeriksaan oleh auditor BPK agar Pemkab Kepulauan Meranti memperoleh predikat WTP (wajar tanpa pengecualian, red),’’ ujar Ali.
Semenrtara itu, Ketua KPK, Firli Bahuri menyebutkan, operasi tangkap tangan oleh lembaga yang ia pimpin itu adalah yang pertama di tahun 2023 ini. “Hari ini (kemarin, red) kiami berhasil tangkap tangan Bupati Meranti. Selama tiga bulan sejak Januari sampai dengan 31 Maret 2023, tidak ada tangkap tangan,” ujarnya. Meski demikian, dia menyampaikan bahwa pihaknya bekerja secara profesional sesuai dengan ketentuan hukum dan Undang-Undang.
Ia juga memastikan, OTT oleh anak buahnya itu sesuai prosedur dan kesepakatan seluruh pimpinan KPK.
“Tidak boleh ada cacat hukum di akhir masa jabatan pimpinan KPK karena kami berlima selalu hati-hati proden dan kompak dalam membuat keputusan. Setiap keputusan diambil secara bulat,” ujarnya.(sol/wir/yus/tyo/c7/ttg/das)