Libur Serasa Tak Libur

Riau | Sabtu, 07 Agustus 2021 - 11:20 WIB

Libur Serasa Tak Libur
(ILUSTRASI DOK. RIAUPOS.CO)

Pekanbaru, (Riaupos.co) - Bagi anak sekolah, tiap hari serasa hari libur. Apalagi, saat belajar daring, banyak siswa menganggap tak serius. Maka ketika hari libur tiba, suasana liburan tak terasa. Apalagi, larangan bepergian diterapkan, destinasi wisata harus tutup, banyak sektor usaha juga harus tutup, termasuk jalan-jalan disekat. Industri pariwisata pun mati suri.

Jumat (2/7) pagi itu selepas Salat Subuh, Ameyla Reina (41) begitu sibuk. Hari itu keluarganya bakal kedatangan tamu dari Batusangkar (Sumatera Barat). Tamu itu adalah dua kakak perempuannya yang sudah dua tahun terakhir ini tak pernah jumpa karena pandemi Covid-19. Mereka datang sekeluarga dan rencananya menginap dua malam. Baru pada Ahad (4/7) pagi mereka balik lagi ke kampungnya.


Rencananya dua anak Ameyla, Naufal (15) yang baru saja naik kelas tiga di salah satu SMP negeri di Kota Bertuah dan Mila Mayran (13) yang baru saja tamat SD bakal ikut sekalian pulang dengan keluarga Mak Tuo dan Mak Ngah mereka. Berlibur di Ranah Minang. Sepekan setelahnya, kalau tak ada halangan dia dan suaminya akan menjemput dua anaknya tersebut.

Semuanya berjalan baik. Keluarga dari kampung rencana berangkat selepas Salat Jumat. Segala persiapan sudah matang, pakaian sudah dikemas dalam tas. Mereka pun juga sudah masak-masak, apakah itu sambal dan berbagai makanan untuk si adik bungsu dan ponakan-ponakan mereka. Namun rencana tinggal rencana. Pas bakda Jumat, kakak sulung Ameyla,  Elis Narti (60) memberi kabar bahwasanya mereka tidak jadi berangkat. Pasalnya Rida Efrianti (57) kakak nomor dua Ameyla jatuh. Kakinya patah dan harus dibawa ke rumah sakit.

"Mey, kami ndak jadi ke Pekanbaru. Rida jatuh, kakinya patah," ujar Elis Narti.

Kabar itu membuat Ameyla kecewa. Sebab, dia sudah masak banyak. Kerinduan akan kakak-kakaknya harus dipendam lebih dalam. Dan terlebih hasrat dua anaknya yang sudah tak sabar ingin berlibur di kampung. Merasakan keindahan di Ranah Minang, mandi di sungai, main di sawah atau pergi tempat-tempat wisata yang bertebaran di sana.

"Mak Tuo dan Mak Ngah nggak jadi berangkat. Mak Ngah jatuh, kakinya patah," ujar Ameyla memberi tahu dua anaknya.

"Macam mana liburan kami," ujar Naufal dan Mila serempak.

Ya, selama pandemi ini Naufal dan Mila memang tidak ke mana-mana. Sekolah mereka daring. Hari-hari mereka dihabiskan di rumah. Kalau capek main HP android, mereka nonton televisi. Begitu rutinitas yang mereka hadapi setiap hari. Dengan kondisi seperti ini, libur dan tidak libur tak ada bedanya. Yang ada saat ini adalah kerinduan belajar tatap muka. Jumpa langsung dengan teman-teman sekolahnya di dunia nyata, bukan di dunia maya. Asa mereka bisa berlibur ke kampung halaman dengan akan datangnya Mak Tuo dan Mak Ngah memang begitu tinggi. Sebab jika sudah tiba di kampung, mereka punya banyak pilihan berlibur. Abang sepupu atau kakak sepupu mereka bakal dengan senang hati membawa mereka berlibur di Ranah Minang. Istana Pagaruyung atau objek wisata di Batusangkar lainnya bukan lagi jadi tujuan utama. Sebab sudah pernah mereka lakukan sebelum pandemi. Keinginan mereka adalah mandi-mandi di Mifan Water Park Padangpanjang atau ke tempat kerabat orang tua mereka di Sawahlunto. Di sana banyak objek wisata yang ramai dikunjungi seperti Taman Satwa Kandi atau mandi-mandi di Waterboom Muara Kalaban, Air Terjun Sungai Bikan Rantih atau wisata tambang di Kota Sawahlunto.

"Siapkan pakaian kalian dalam tas. Besok kita pulang, melihat Mak Ngah sekalian liburan," ujar Ameyla yang disambut gembira dua anaknya tersebut.

Jika Naufal dan Mila bisa berlibur ke Sumbar, tidak begitu halnya dengan Nayla (14). Siswi yang baru saja naik kelas dua SMP ini sejatinya juga ingin berlibur di kampung halaman orang tua mereka di Padang. Namun apa hendak dikata, ayahnya, Iswadi tidak bisa ambil cuti di bulan Juli ini. Sebab pria 41 tahun itu baru akan ambil cuti pada Desember mendatang. Pada saat itu adiknya bungsunya bakal mengakhiri masa lajang.

"Bosan, tak bisa ke mana-mana. Libur, tak libur tetap saja di rumah. Kata ayah, liburan ke rumah nenek bulan Desember nanti. Tapi ayah janji di akhir pekan ajak liburan ke Alam Mayang," ujar Nayla menjawab Riau Pos, Rabu (7/7) lalu.

Di sisi lain Iswadi mengakui di masa pandemi ini dia tidak berani membawa anaknya berlibur ke luar Riau atau ke luar Pekanbaru. Apalagi dengan kasus Covid-19 yang masih tinggi di Kota Bertuah. Namun dia kasihan juga dengan anak semata wayangnya yang hari-harinya selalu di rumah. Dia bisa merasakan betapa pandemi ini telah merenggut keceriaan sang putri. Untuk itu dia menjanjikan Nayla pada akhir pekan pergi ke Taman Rekreasi Alam Mayang. "Kalau panjang umur, liburan ke Sumbar bulan Desember mendatang. Untuk saat ini ajak keluarga liburan di Alam Mayang saja," ujar Iswadi.

Tidak cemas dengan pandemi Covid-19 yang belum diketahui kapan meredanya?

"Ya, cemas juga. Tapi tidak perlu berlebihanlah. Kan di sana memberlakukan protokol kesehatan juga. Yang jelas kita pribadi harus siapkan masker, hand santizer, dan tentu saja selalu patuhi protokol kesehatan," ujarnya.

Sulit Bertahan

Usaha pariwisata kian hari kian berat dan sulit bertahan. Tak hanya pariwisata dan perhotelan, agen perjalanan pun demikian. Sebab, larangan demi larangan diberlakukan bagi pelaku pariwisata ini, termasuk agen perjalanan (travel agent). Belum lagi mereka yang bepergian kini banyak yang memilih menggunakan kendaraan sendiri.

"Sekitar 95 persen usaha travel agent sudah tutup. Hanya lima persen yang masih bertahan," ujar mantan Ketua ASITA Riau, Dede Firmansyah.

Selain tutup total, ada juga yang berusaha tetap eksis dan bertahan agar karyawan tetap bekerja. Mereka mulai mengalihkan usaha, mulai dari fashion, kuliner, hingga berbagai bisnis lainnya. Semuanya demi bertahan hidup dan kelangsungan usaha, juga nasib karyawan. Mengalihkan bisnis menjadi solusi dalam kondisi saat ini.

Dede yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Bidang Kelembagaan dan Pemerintahan DPP ASITA ini menyayangkan sikap pemerintah yang abai pada nasib pelaku usaha pariwisata secara umum dan agen perjalanan khususnya. Memang ada beberapa bantuan dari pemerintah, tapi lebih banyak pada pelaku usaha hotel. Dengan menggunakan beberapa hotel tertentu sebagai tempat menginap tenaga kesehatan (nakes) misalnya, atau untuk isolasi mandiri (isoman), tentu mereka terbantu juga. Itu penting. Tapi dia meminta usaha pariwisata lainnya juga mendapatkan insentif di tengah kondisi yang berat ini. Salah satunya travel agent ini.

Padahal, dalam berbagai paket pariwisata, anggota ASITA selama ini memberikan peluang ke hotel, rumah makan, objek wisata, dan berbagai tempat usaha oleh-oleh. Seharusnya, yang mereka lakukan bisa diperhatikan juga.

"Saya sayangkan juga hanya daerah tertentu saja yang diperhatikan pemerintah. Bali misalnya. Padahal Pak Sandi (Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) kan orang Pekanbaru. Baliklah ke mari. Lihat juga kondisi di Riau," ujarnya.

Sebaiknya Jangan Berwisata Dulu

Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Riau Mimi Yuliani Nazir mengimbau warga yang ingin berlibur ke tempat-tempat wisata di Riau karena kondisi zona oranye semuanya untuk menunda dulu untuk berlibur. Apalagi di daerah-daerah yang lonjakan kasusnya sangat tinggi hendaknya tidak membuka tempat wisata.

"Sekarang di daerah Riau hampir zona oranye semuanya. Di zona oranye mana yang bisa untuk berwisata  dan mana yang tidak bisa untuk berwisata, sesuai dengan kondisi daerah masing-masing," jelas Mimi Yuliani Nazir, beberapa waktu lalu.

Mimi menambahkan, pariwisata bukan hanya orang yang di dalam itu yang datang tetapi orang luar juga datang. Bagaimana menimalisir kasus Covid-19 sekarang ini dengan tidak berkerumun, menurutnya itu yang terpenting. Apalagi di daerah-daerah yang lonjakan kasusnya sangat tinggi.

Kalau di Pekanbaru, warga berwisata ke mal-mal dan beberapa tempat lainnya. Menurut Mimi, intinya harus menghindari kerumunan. Jika tempat wisata itu sepi, tidak masalah. Masalahnya, hampir bisa dipastikan tempat wisata ramai dan tempat kerumunan.

"Pasti ramai, kalau ramai ya pasti berkerumunlah, susahlah untuk menjaga jarak," jelasnya.

Hal itu bisa dilihat. Semuanya berdalih protokol kesehatan (prokes), tetapi kenyataan di lapangan tidak seperti yang disampaikan penerapan prokesnya. Sekarang ini virus Covid-19 ini pergerakannya atau perpindahannya dari orang ke orang.

"Semakin banyak orang bergerak, semakin banyak berkerumun di suatu tempat, ya semakin banyaklah transmisinya," jelas Mimi.

Mimi menambahkan, untuk tempat-tempat wisata sebaiknya disesuaikan dengan zonasi daerah.

Sementara itu, Juru Bicara Satgas Covid-19 Provinsi Riau dr Indra Yovi mengatakan, yang jelas di zona merah tempat wisata harus tutup sesuai dengan PPKM Darurat. Sebelum PPKM Darurat pun diperlakukan sama, daerah merah dengan jumlah konfirmasi positif yang banyak aktivitas wisata dan keagamaan semuanya dilarang dan harus di rumah saja. Apalagi sekarang saat PPKM level 4. Ini harus dipatuhi satgas masing kabupaten/kota maupun kecamatan.

"Kalau masih ada aktivitas wisata dan keagamaan di zona merah tersebut, berarti pelanggaran. Zona oranye juga seperti itu apalagi dengan kondisi sekarang ini. Ini harus melihat kasus per kasus per kecamatan itu dengan baik. Kalau saya melihatnya itu tidak per kecamatan mestinya, tetapi per kabupaten/kota, jangan dibedakan per kecamatan, itu susah," jelas Indra Yovi, Senin (5/6).

Indra Yovi menambahkan, karena akses orang dari kecamatan A kecamatan B tidak jelas batasannya. Makanya larangan diberlakukan umum untuk kabupaten dan kota yang bersangkutan.(ted/muh/sol/kom)

Laporan : HELFIZON ASSYAFEI, (Pekanbaru)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook