PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Seorang warga Selat Panjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Lili Eliana Tanjung tidak habis pikir. Sepupu yang ia anggap sebagai keluarga tega memalsukan administrasi surat tanah milik orangtuanya.
Bahkan, tanah dengan total seluas 27,5 hektar tersebut telah di jual. Lili kemudian melaporkan apa yang ia alami tersebut. Dan kini, proses hukum telah berlanjut di Polda Riau.
Seperti diungkapkan Lili kepada Riau Pos, akhir pekan ini. Diceritakan Lili, tanah tersebut merupakan milik orang tuanya, Lim Ing Po. Adapun lokasi tanah berada di Desa Lemang, Kecamatan Rangsang Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti. Awalnya ia sekeluarga memang menetap di Selat Panjang. Namun sejak tahun 1967 an, dia bersama keluarga pindah ke Jakarta.
Sedangkan surat tanah yang sebelumnya merupakan kebun sagu, di titipkan kepada saudara lainnya di Selat Panjang. Pada tahun 2018, salah seorang sepupu Lili bernama ST, meminjam surat tanah tersebut dari saudara yang dititipkan.
Alasannya untuk di fotokopi. Karena percaya, saudara Lili yang di Selat Panjang menyerahkan surat tersebut yang asli kepada ST dan setelah ditunggu lama tidak dikembalikan kemudian baru diketahui ternyata surat telah dibawa kabur oleh ST dan dibawa ke Batam.
Hingga 2020, salah seorang kerabat mengabari Lili bila tanah warisan orangtuanya di jual ST dan HK.
“Selat Panjang ini kan kotanya tidak terlalu besar. Jadi sesama warga saling tau. Jadi Saya kaget," ujar Lili.
Usut punya usut, tanah tersebut dijual ST dan HK. Caranya, ST dan HK (adik kandung ST) awalnya membawa surat pernyataan ahli waris ke kantor desa dengan pengakuan dirinya seolah merupakan anak kandung Lim Ing Po diatas materai distempel dan disahkan kepala Desa Lemang.
Dalam surat pernyataan tersebut, ST dan HK menyatakan juga bahwa Lim Ing Po sudah meninggal dengan sebutan mendiang Lim Ing Po dalam surat pernyataan waris palsu. Padahal, Lim Ing Po merupakan orangtua kandung Lili dan sampai saat ini masih hidup.
Dari pengakuan sebagai anak kandung dan ahli waris Lim Ing Po tersebut diatas, pihak kantor desa kemudian pun percaya atas status hak penguasaan tanah yang diakui ST dan HK sebagai ahli waris yang sah. ST dan HK kemudian menjual tanah dengan harga murah ke seseorang bernama JL.
Untuk 27,5 hektar kebun sagu, dijual murah dengan harga sekitar 20 persen - 30 persen dari harga pasaran kepada JL. Tapi karena komunikasi awal pelaku ST dan HK tidak kooperatif, begitu juga ayahnya JL selaku pembeli juga diberitahu bahwa status tanah yang dijual belikan merupakan hasil dari kejahatan ST dan HK.
“Tetapi ayahnya JL mengabaikannya. Karena hal itu, maka JL sama dengan membantu dugaan tindakan mafia tanah tersebut atau sebagai penadah," tukas Lili.
Lili kemudian memutuskan untuk melapor ke Polda Riau. Ia bahkan juga telah melakukan klarifikasi kepada kantor desa setempat. Karena kecolongan, pejabat Desa Lemang, Kecamatan Rangsang Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti akhirnya membatalkan SKGR yang telah diterbitkan atas nama ST dan JL.
Saat ditanya sudah sampai mana proses hukum yang berjalan di Polda Riau hari ini, Lili menyebut bahwa pada 22 November 2021 penyidik sudah menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan dirinya sudah pernah diperiksa selama beberapa kali, dan terakhir diperiksa 29 November 2021.
Lili meminta agar semua pelaku kasus tersebut bisa terungkap demi keadilan dan segera di tetapkan tersangka atas kasus dugaan mafia tanah dan segera lakukan penahanan oleh kepolisian. Dia juga meminta Kapolda Riau untuk atensi terhadap perkara ini, dan diharapkan tidak ada pilih kasih. Mengingat dirinya sudah melapor sejak Maret 2021 lalu.
Terakhir pesan dari Lim Ing Po melalui lili kasus tersebut tuntas secara hukum. Agar para pelaku mendapat balasan setimpal dengan perbuatannya."Permintaan orang tua harus dituruti yaitu ST dan HK harus ditahan karena perbuatannya," pungkas Lili.
Sementara itu eks Kades Lemang Periode 2018, Edy Murkan tidak menampik jika persoalan tersebut telah di laporkan kepada pihak kepolisian. Ia mengaku tetap kooperatif untuk memberikan keterangan yang diperlukan terhadap sengketa kepemilikan tanah oleh pelapor dan terlapor.
"Memang pada tahun itu, saya kepala desanya. Namun ketika itu, dalam urusan SKGR menjadi tugas bawahannya. Jika sudah tidak ada masalah ditingkat kaur (kepala urusan), baru kepala desa tandatangan," bebernya.
Edy mengaku baru mengetahui ternyata selama ini pihak desa telah dibohongin oleh ST dan HK atas pemalsuan diri sebagai anak kandung Lim Ing Po dan ahli waris yang sah.
Sementara itu, dari informasi yang diterima, status SKGR atas nama ST dan JL sudah dibatalkan oleh kades dengan surat pembatalan yang Legalisasi Nomor 19/L/XII/2020 dihadapan Notaris Kepulauan Meranti Nina Surya Fitri SH MKn dan kades telah beberapa kali meminta surat SKGR dikembalikan kekantor desa. Baik permintaan melalui surat maupun meminta langsung kepada JL dan ayahnya untuk dikembalikan surat SKGR yang illegal karena surat tersebut sudah dibatalkan.
Namun ditolak oleh ayahnya JL dan sampai saat ini SKGR yang sudah batal tersebut masih dipegang oleh JL. Bahkan upaya itu dilakukan jauh sebelum pelapor membuat laporan terkait, di Polda Riau.
Laporan: Afiat Ananda dan Wira Saputra (Pekanbaru dan Selatpanjang)
Editor: Eka G Putra