PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru menolak permohonan penangguhan penahanan tiga oknum dokter Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad. Hal ini dikarenakan berkas perkara para tersangka dugaan korupsi alat kesehatan akan dilimpahkan ke pengadilan untuk sidangkan.
Dalam upaya meminta penangguhan penahanan tiga dokter tersebut yakni, dr WZ, dr KAP, dan dr Mas. Ratusan dokter tergabung dalam beberapa organisasi profesi sempat menggelar aksi solidaritas di Kantor Korps Adhyaksa Pekanbaru Jalan Jenderal Sudirman. Bahkan mereka melakukan penundaan pelayanan bagi pasien, sehingga berdampak pada pelayanan di sejumlah rumah sakit pemerintah maupun swasta.
Ketiga dokter berstatus aparatur sipil negara itu, merupakan diantara lima tersangka dugaan rasuah pengadan Alkses di RS milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau tahun 2012-2013 dengan pagu anggaran sebesar Rp5 miliar. Terhadap mereka telah dilakukan penahanan bersama dua tersangka lainnya, Direktur CV PMR YE dan Mu selaku staf perusahaan tersebut, Senin (26/11) lalu.
Penahanan kelima pesakitan itu dilakukan setelah berkas perkaranya dinyatakan lengkap atau P-21 oleh jaksa peneliti. Sehingga penyidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Pekanbaru melimpahkan barang bukti dan tersangka ke jaksa penuntut umum (JPU) atau tahap II.
Kasi Intelijen Kejari Pekanbaru, Ahmad Fuady mengakui, pihaknya tidak bisa mengabulkan permohonan penangguhan penahanan. Keputusan ini setelah berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. “Kita tidak bisa mengabulkan permohonan penangguhan penahanan,” ungkap Ahmad Fuady, Selasa (4/12) siang.
Kendati tidak menjelaskan secara rinci alasan penolakan tersebut, mantan Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejari Batam menambahkan, pihaknya segera melimpahkan berkas para tersangka ke pengadilan untuk mempercepat proses penanganan perkara itu. “Kita segera melimpahkan berkas para tersangka ke pengadilan, supaya segera mendapatkan kepastian hukum,” paparnya.
Lebih lanjut dikatakan lelaki yang akrab disapa Fuad, pelimpahan berkas akan dilakukan dalam pekan ini. Mengingat saat ini, pihaknya tengah merampungkan surat dakwaan para tersangka. “Surat dakwaan sudah selesai, tinggal melakukan penyempurnaan,” pungkas Fuad.
Sebelumnya, Kajari Pekanbaru Suripto Irianto menyebutkan, pihaknya telah menerima surat permohonan pengguhan penahanan bagi tiga dokter dari beberapa pihak. Di antaranya dari Direktur RSUD AA Pekanbaru, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia (IKABI) Korwil Riau serta Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).
“Sudah ada surat permohonan, kita terima kemarin (Selasa). Di antaranya dari Kepala RSUD dan dari ikatan profesi,” ujar Suripto Irinto.
Terhadap permohonan itu lanjut dia, pihaknya tidak bisa memutuskan untuk mengabulkan permohonan tersebut. Karena akan melaporkan terlebih dahulu kepada Kepala Kejati Riau, Uung Abdul Syakur.
“Tetap alasannya apa meminta penangguhan. Saya tidak bisa memutuskan. Kita akan sampaikan dulu ke pimpinan yaitu Kajati. Kebetulan saat ini, Pak Kajati sedang mengikuti rapat kerja di Bali,” terang mantan Asisten Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Nusa Tenggara Barat.
Jika permohonan tersebut nantinya ditolak, kata Suripto, pihaknya berkemungkinan memiliki penilaian subjektif, dikhawatirkan para tersangka akan melarikan diri. Hal ini karena berkaca dari pengalaman sebelumnya, di mana Kejari Pekanbaru melakukan penangkapan terhadap 14 buronan tindak pidana korupsi.
“Yang jelas, dikhawatiran melarian diri. Karena kita punya pengalaman menangkap 14 buronan, bahkan di antaranya ada dokter. Dulu itu diberikan penangguhan penahanan, namun giliran sidangkan terbukti, eksekusinya susah. Dan untuk menangkapnya lagi buang tenaga dan biaya. Kita memegang prinsip keadilan, sebab tersangka korupsi ditahan,” imbuhnya.
Dijelaskannya, penahanan lima tersangka dugaan korupsi alkes di RSUD AA dilakukan, usai pihaknya menerirma pelimpahan tahap II dari Polresta Pekanbaru, setelah berkas perkaranya dinyatakan lengkap. “Kemarin (Senin, red) kita melakukan penahanan lima tersangka, setelah menerima tahap II dari Polresta,” sebutnya.
Suripto menambahkan, pihaknya membantah anggapan bahwa melakukan diskriminasi terhadap ketiga dokter tersebut, melainkan adanya perbuatan tindak pidana korupsi, sehingga negara dirugikan ratusan juta rupiah. Dijelaskannya, berdasarkan fakta penyidikan oleh penyidik Satreskrim Polresta Pekanbaru, RSUD AA menunjuk CV PMR selaku pihak penyedia dan penyuplai alat bedah Rp1,5 miliar dari program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Namun dalam pelaksanaannya, ketiga dokter tidak mengambil barang tersebut ke rekanan yang telah ditunjuk pihak rumah sakit, melainkan membeli alkes itu secara langsung ke distributor melalui PT OT, PT P-H dan PT AWA.
“Tiga dokter itu malah membeli alkes secara sendiri dan langsung ke distributor. Kemudian diserahkan ke RSUD guna dilakukan penagihan uang untuk pembayaran barang tersebut,” paparnya.
Kemudian disampaikan Kajari Pekanbaru, lantaran pihak rumah sakit tidak bisa melakukan pembayaran secara langsung kepada tiga dokter itu, maka digunakan CV PMR untuk melengkapi administrasi pembayaran tagihan. “Jadi seolah-olah yang menagih dan membeli alkes itu di sana. Padahal di tempat lain,” katanya
Tak hanya itu saja kata Suripto, dalam pembelian turut terjadi penggelembungan harga barang dan tidak sesuai dengan harga pasaran. “Harga di-markup, tidak seusai. Dokter ini malah seperti jualan, misalkan harganya Rp1.000 tapi dinaikkan,” katanya lagi.
Lalu, dengan digunakan CV PMR dalam proses pencairan diberi komisi sebesar lima persen. Sehingga atas peristiwa tersebut kerugian negara mencapai Rp420 juta, berdasarkan perhitungan audit yang dilakukan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). “Rekanan menerima komisi lima persen. Mekanisme pembayaran dari rumah sakit memberikan uang ke CV PMR, lalu diserahkan tersangka YE dan Mu ke para dokter itu,” sebut Suripto.
Sementara itu, terkait pemberitaan di beberapa media yang menyatakan bahwasanya dokter tersebut meminjampakaikan alkes maupun obat-obat ke RSUD, namun dibayarkan. Suripto menepisnya. Dia mengatakan, hal tersebut sudah berulang-ulang kali dilakukan ketiga dokter dengan memfaatkan ketidaktersediaan barang-barang itu di RSUD.
“Kalau dipinjamkan itu sekali dua kali. Ini hampir terjadi 187 transaksi dari 2012-2013. Pantas tidak 187 transaksi itu, dipinjamkan. Yang jelas para dokter ini memanfaatkan ketidaktersediaan barang tersebut di rumah sakit,” ucap Suripto.
Lebih lanjut dikatakan Suripto, dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi pada intinya pengembalian kerugian negara. Namun, hingga kini pengembalian itu belum sepenuhnya dilakukan oleh para tersangka. “Saat ini pengembalian kerugian negara sekitar Rp60 juta. Itu dilakukan oleh Direktur CV PMR YE,” jelasnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal (3), pasal 12 (i) jo pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 30 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU Nomor 20 tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara,” pungkas Suripto.(mng)
(Laporan RIRI RADAM KURNIA, Pekanbaru)