Siang mulai meninggi hari, dari ujung dermaga yang sangat sederhana di Sungai Siak, terlihat satu unit sampan sederhana merapat. Anto si empunya sampan. Hampir 10 tahun dia mencari nafkah untuk anak dan istrinya di Sungai Siak ini. Dari sungai inilah, dia menghabiskan hari dengan menjala dan memasang jaring guna mengais rezeki.
Dia menambatkan tali sampan pada akar kayu yang kokoh di pinggir sungai. Setelah yakin, tambatan talinya tidak terlepas dia pun bergegas naik dan meniti dermaga yang terbuat dari kayu di daerah Teluk Leok, Pekanbaru.
Perlahan dia melangkah dengan menjinjing satu bungkusan yang berisikan ikan-ikan hasil jerih payahnya hari itu. Keringatnya menetes deras, dengan mengenakan kain berbentuk handuk yang ada di leher, dia seka keringat itu.
Anto membuka isi bungkusan, terlihat beberapa jenis ikan yang selalu dikonsumsi masyarakat. Ada ikan juaro, baung dan patin. Riau Pos dan Anto berbual-bual tentang pekerjaannya menjadi nelayan selama ini. Dalam pengakuannya, penghasilan yang didapat saat ini tidaklah sebanyak dulu. Kondisi sungai yang tercemar menjadi penyebab. ‘’Biasanya saya memasang jaring subuh, siang baru dilihat. Untuk mengisi kekosongan waktu menjelang jaring diangkat saya menjala. Kadang-kadang jumlah tangkapan ikan lumayan banyak, kadang-kadang tidak ada sama sekali,’’ ujarnya.
Dahulu, ujarnya, setiap menjaring ikan selalu mendapatkan hasil yang lumayan. Selain bisa untuk dimakan bersama keluarga juga bisa dijual kepada masyarakat. Menurutnya, pencemaran air Sungai Siak akibat limbah rumah tangga, tumpahan minyak dan limbah yang berasal dari pembuangan pabrik menyebabkan ikan-ikan di sungai tidak berkembang biak dengan baik. Dia memprediksi, jika tidak ada kebijakan tegas terhadap persoalan limbah ini dalam rentang waktu 10 tahun mendatang ikan-ikan khas Sungai Siak ini tidak akan dijumpai lagi.(yas/end/ali/ted)
>>>Selengkapnya baca Harian Riau Pos
Editor: Eko Faizin