Kala itu, saya baru kelas dua SD. Sekitar dua tahun lewat, kala itu saya baru saja masuk SMK, ibu kami pergi ke Tanjung Balai Karimun mengikuti suami beliau,” katanya.
Waktu ibu mereka ada, Trisno dan saudara-saudaranya tinggal di rumah peninggalan mendiang ayah mereka di Jalan Gaya Baru Ujung RT 4 RW 6 Duri Timur tak semenderita ini. “Sejak ibu pergi ke Tanjung Balai, kami sering lapar. Dulu sewaktu di SMP, saya masih bisa jadi tukang parkir di pasar Duri untuk membantu keluarga. Sekarang tak bisa lagi karena sekolah sampai sore,” ucap Trisno sembari mengaku akan terus sekolah dan bercita-cita menjadi polisi.
Menurut Trisno, dua abang mereka hanya kerja serabutan. Kadang dapat uang kadang tidak sehingga belum bisa diharapkan jadi penopang hidup keluarga. Adik bungsunya, Diana, menumpang di tempat mak tuo mereka yang jualan sate. Sementara Trisno dan tiga saudara lelakinya berupaya cari makan sendiri-sendiri.
“Menjelang masuk SMK, saya pernah nganggur setahun. Saya ikut abang jadi kuli bangunan. Sangat berat. Akhirnya saya memutuskan untuk terus bersekolah. Berkat bantuan Pak RT, biaya sekolah saya dibantu Pak Afriadi, guru di SKMN 1 yang tinggal di BTN sini,” imbuh Trisno.(new)