Patrianov mengatakan, ada tiga kriteria digunakan mengklasifikasikan suatu Penyakit Hewan Menular (PHM) sebagai langkah strategis. Ketiga kriteria itu berkaitan dengan dampak eksternalitas dari penyakit, yakni aspek ekonomi, politik dan strategis. “Pertimbangan ekonomi meliputi seberapa jauh PHM mengganggu produktivitas dan reproduktivitas ternak, serta apakah ia dapat mengakibatkan gangguan perdagangan,” pungkasnya.
Dari aspek politis, tambahnya, dipertimbangkan apabila munculnya PHM mengakibatkan keresahan masyarakat, misalnya karena bersifat zoonosis. Selanjutnya, pertimbangan strategis meliputi tingginya angka mortalitas, penyebaran penyakit yang cepat antar daerah atau kawasan, sehingga membutuhkan pengaturan serta pengawasan lalulintas ternak dan produknya.
Patrianov mengakui, Provinsi Riau masih endemis terhadap beberapa penyakit PHM Strategis, seperti rabies (anjing gila), Avian Influenza (AI-flu burung), jembrana, helminthiasis (cacingan), classical swine fever (hog cholera), septicaemia epizooticae (SE), dan surra. Sementara PHM non strategis seperti parasit darah, coccidiosis, new castle Disease, fasioliosis, scabies, pink eye, orf, dan pullorum.
“Dari penyakit tersebut, beberapa penyakit tergolong zoonosis (dapat menular dari hewan ke manusia) yaitu Rabies, AI, Helminthiasis, Scabies, Pink Eye, Orf dan Pullorum,” kata Patrianov.
Yang perlu diperhatikan, ingat Patrianov, adalah upaya pemberantasan penyakit masih perlu ditingkatkan, salah satunya dengan meningkatkan profesionalisme dan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) di Puskeswan. Saat ini, tenaga medik veteriner di Riau 2015 berjumlah 67 orang, terdiri dari PNS berjumlah 22 orang dan Tenaga Harian Lepas berjumlah 45 orang. Sedangkan Paramedik berjumlah 58 orang, terdiri dari PNS berjumlah 25 orang dan Tenaga Harian Lepas berjumlah 27 orang.(adv)