INDRAGIRI HILIR

Pasca-Ambruknya Jembatan Reteh

Riau | Senin, 09 November 2015 - 10:33 WIB

Pasca-Ambruknya Jembatan Reteh
indra effendi/riau pos gunakan sampan: Warga Desa Kota Baru Seberida menggunakan sampan untuk dapat menyeberang, Sabtu (7/11/2015), pasca-ambruknya Jembatan Reteh beberapa waktu lalu.

INHIL (RIAUPOS.CO) - Awalnya semua aktivitas berjalan lancar seperti biasa. Namun suasana berubah ketika satu unit mobil pick up pengangkut semen melintas. Tiang tengah penyangga jembatan tiba-tiba patah.

Badan jembatan terbagi menjadi dua. Satu unit mobil dan satu sepeda motor terjebak di antara reruntuhan jembatan. Meski akhirnya dapat diselamatkan warga dengan cara menariknya menggunakan tali.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Di balik ambruknya jembatan yang dibangun sekitar 1993 itu menyisakan berbagai kesusahan bagi kalangan warga. Khususnya bagi arus transpotasi orang dan barang. Semua dapat dilakukan terbatas dan memerlukan biaya.

Pergerakan warga menjadi terhambat. Mereka hanya dapat mengandalkan sampan dan pompong sebagai sarana penyeberangan. Itupun tidak dapat dilakukan 24 jam. Padahal antara warga Kelurahan Kota Baru Retah dan Desa Kota Baru Seberida sangat memerlukan satu sama lain.

Kenapa tidak, secara administrasi Kelurahan Kota Baru Reteh merupakan pusat pemerintahan di Kecamatan Keritang. Sementara Desa Kota Baru, Seberida pusat tempat-tempat perdagangan, perbankan, dan pelayanan kesehatan.

Saat ini sekitar 62 ribu jiwa warga Keritang dan sebagain besar warga kecamatan tetangga menunggu perbaikan jembatan ini. Secara langsung jembatan itu akan mempengaruhi sisi ekonomi, pendidikan dan sosial masyarakat.

Untuk menyeberang, pascaambruknya jembatan itu warga hanya dapat bergantung pada sampan dan pompong yang tingkat kemananya sangat dikhawatirkan. Belum lagi terjangan arus sungai yang deras, baik saat air paang apalagi surut. Semua itu memiliki risiko yang tinggi.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook