Sementara itu Suhardiman Amby menyebut pihaknya pesimistis kejahatan korporasi bisa dieksekusi. Pasalnya dari 32 laporan yang telah dibuat pihaknya, belum satu pun mendapat titik terang. Padahal data yang diberikan DPRD sudah sangat jelas dan terperinci. Baik lokasi, jenis pelanggaran yang dilakukan, pemilik perusahaan, luas hingga perizinan yang dimiliki.
“Bahkan jika ingin dituntaskan, tinggal datang ke lokasi cek dengan GPS. Jelas semuanya itu. Pertanyaannya, sekarang kita mau atau tidak untuk menindaklanjuti,” ucapnya.
Legislator asal Kuantan Singingi itu mencontohkan, salah satu perusahaan yang memiliki izin hak guna usaha (HGU) seluas 16 ribu hektare. Namun fakta di lapangan menunjukkan lain. Di mana areal tanam oleh perusahaan tersebut mencapai 24 ribu hekatre. Bahkan ada juga yang hanya memiliki izin seluas 5 ribu hektare, namun areal luas tanam mencapai 23 ribu hektare.
“Modusnya ada dua, dia akan melakukan kerja sama dengan pihak perbankan. Kalau HGU 10 ribu hektare semua akan dilambungkan. Luas izin mereka yang tebang kemudian bank bayar. Dengan kelebihan itu kalau bank profesional dia hitung dengan kewajiban yang ia tanam paling cuma 60 persen dari izin yang dikeluarkan. Namun pihak perusahaan mengajukan luas HGU lebih dari yang dimiliki. Sehingga modal dari perbankan bisa lebih banyak” ungkapnya.
Sementara itu Muhammad Amin menyebut bahwa media, khususnya Riau Pos selalu berupaya netral dalam setiap kasus. Hal itu sesuai dengan tugas pokok jurnalis yang mampu menyajikan pemberitaan yang berimbang kepada masyarakat.
“Semuanya ditampung. Kemudian masyarakat atau pembacalah yang menilai informasi yang disebarluaskan. Riau Pos itu ada halaman pro-sawit. Dinamika khusus sawit. Silakan masyarakat nilai itu. Soal dilema sawit ini, menurut bingkai media, dilema sawit sama dengan dilema rokok di Jawa Timur. Jadi awalnya sawit masuk ke Indonesia sekitar tahun 1800 oleh Belanda,” ujar Muhammad Amin.
Dari sejarah tersebut sawit terus berkembang di Indonesia. Bahkan kini menjadi primadona dan menjadi perkebunan penghasil uang.(nda)