Dari uraian singkat pendekatan ilmu geopolitik ini, jelas negeri kaya sumber daya alam ini memerlukan pemimpin tangguh dan amanah pada Pemilu 2019. Pemimpin yang sigap mengayunkan alat pacul tetapi juga ahli merangkul serta hebat bergaul. Sejarah kepemimpinan negeri ini di era demokrasi liberal jilid pertama (1950-1955) memiliki pemimpin tangguh Soekarno yang berani menyetrika Amerika, membelah Belanda, dan melinggis Inggris.
Tidak gentar mengiliminasi demokrasi liberal dalam kamus sistem politik Indonesia dengan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 untuk kembali ke demokrasi terpimpin. Di tengah kehidupan demokrasi liberal jilid dua ini (1998-sekarang) Indonesia nampaknya memerlukan pemimpin berkarakter seperti Hugo Chavez Presiden Venezuela. Pemimpin tangguh memproteksi negaranya dari serbuan kekutan asing (kapitalisme) yang ingin menguasai kekayaan alam melimpah negerinya.
Tidak gentar menasionalisasikan beberapa perusahaan asing di sektor perbankan, semen, dan migas. Orientasi kerakyatannya tidak tergoyahkan sampai akhir hayatnya dengan memanjakan rakyatnya dari hasil kekayaan alam minyak untuk keperluan sandang, pangan dan papan. Selama 14 tahun memimpin Venezuela, Chavez berhasil mengentaskan orang miskin di atas 75 persen dan membebaskan mereka dari buta huruf.
Sebulan lalu penulis berkesempatan berkunjung ke negeri yang memiliki wilayah berada pada dua benua Asia dan Eropa, itulah Negara Turki. Rasanya semua merindui kepemimpinan Recep Tayyip Erdogan sang Presiden yang berani melawan tekanan Asing khususnya Amerika Serikat.
Ia begitu dicintai rakyatnya karena sang presiden terlebih dahulu mencintai rakyatnya dengan kebijakan-kebijakan prorakyatnya. Ia tangguh, cerdas, nasionalis sejati dan memiliki iman yang tak tergoyahkan. Sebuah pernyataan yang menggetarkan ketika ia mengatakan dimana pun mendengarkan suara adzan berkumandang disitulah negeriku.
Saat menulis catatan ini, Erdogan baru saja melepaskan bangsanya dari tekanan embargo finansial dari Amerika, mata uang dolar Amerika disobek-sobek diinjak-injak simbol kemandirian rakyat dan bangsanya. Ia mampu membangkitkan heroisme, patriotisme, dan nasionalisme rakyatnya untuk melawan segala ketidakadilan dari negara asing. Kurang dari sepekan Erdogan mampu berdiri tegak dan bersuara lantang lagi kepada kekuatan asing yang mencoba memporak-porandakan nasionalisme bangsanya.
Hugo Chavez dan Erdogan adalah contoh presiden yang memahami potensi bangsanya dan menggunakan potensi itu untuk membangun dan mempertahankan kedaulatan bangsanya. Data menunjukkan liberalisme keok tak berdaya di tangan mereka. Karena itu, jelang Pemilu 2019 mungkin kita sepakat merindukan lahirnya presiden yang mencintai Tanah Air dan rakyatnya, tangguh, berani, serta berwibawa seperti Hugo Chavez dan Erdogan untuk menyelamatkan Indonesia dari serbuan kapitalisme global yang akan merampok kekayaan alam nusantara.
Rakyat sudah lelah menjadi pengemis di negeri sendiri, dan merindukan Hugo Chavez dan Erdogan muncul pada Pemilu Presiden 2019. Lalu dari kedua pasangan yang akan bertarung pada Pilpres 2019, siapakah yang mendekati karakter seperti Hugo Chavez dan Erdogan? Jika kedua pasangan sudah masuk kriteria anda, maka pilihlah yang cocok sesuai selera dan rasa. Semoga Indonesia akan mendapatkan pemimpin digdaya dan berjaya!***