BAGANSIAPI-API (RIAUPOS.CO) - Replika tongkang yang dibuat selama satu bulan lebih dan dihiasi dengan berbagai pernak-pernik yang mengandung simbol tertentu itu akhirnya musnah terbakar. Pembakaran tongkang merupakan puncak dari iven yang kini tercatat sebagai satu dari 100 destinasi wisata nasional tersebut dilakukan Sabtu (30/6) sore.
Tumpukan kertas kim cua yang menggunung, beterbangan begitu tersulut api. Api merembet ke tongkang yang terletak di tengah. Tidak perlu waktu lama, api menjilat tongkang, para peserta pun memukul tabuh bertalu-talu.
Menjelang sore, baru wisatawan dan peserta yang memadati lokasi acara mulai menjauh dari lapangan yang berada di Jalan Perniagaan, Bagansiapi-api. Pasalnya tongkang telah dipastikan terbakar. Dua pancang yang selalu menjadi perhatian ke mana arah jatuhnya telah tumbang secara bergantian.
Tiang utama tumbang ke sebelah timur atau menandakan bagian daratan Bagansiapi-api, sedangkan tiang kecil jatuh ke arah barat. Bagian barat mengarah ke bagian laut Bagansiapi-api.
“Yang jadi perhatian itu tiang utama. Jadi kami tunggu ke mana arah jatuhnya tadi,” kata salah seorang peserta bakar tongkang, Kiau Kim. Ia menambahkan, bagi masyarakat Tionghoa arah jatuhnya tiang bisa menjadi pedoman mengenai pekerjaan yang menjanjikan banyak pendapatan nanti.
Tiang besar yang tumbang ke arah daratan dianggap sebagai pertanda baik jika melakukan usaha di daratan seperti berkebun, tani, dan sebagainya.
Tradisi tahunan berupa pembakaran tongkang pada 2018 dipastikan rampung, kemarin. Angka kunjungan ditaksir meningkat dibandingkan tahun lalu. “Kegiatan yang diangkat festivalnya beberapa tahun terakhir ini sangat baik mendatangkan kunjungan. Jika tahun lalu mencapai 52.000 wisatawan, kali ini sekitar 70.000 wisatawan,” kata Staf Ahli Menteri Bidang Multikultural, Kementerian Pariwisata, Esthy Reko Astuti.
Bahkan jika dilihat di lapangan, jumlah pengunjung jauh lebih besar lagi mengingat animo masyarakat non-Tionghoa pun sangat besar untuk melihat acara tersebut. Terus membaiknya tingkat kunjungan terang Esthy, tidak terlepas dari kontribusi semua pihak. Mulai dari pemerintah daerah, provinsi, pusat maupun masyarakat Tionghoa yang berada di perantauan. Kalangan perantauan yang telah berhasil ini memberikan kontribusi langsung dengan menggelar rangkaian kegiatan dan sumbangan dalam bentuk kegiatan sosial.
“Festival ini telah menjadi salah satu dari 100 wonderful kalender nasional, dan bagian dari Anugerah Pesona Indonesia (API). Dukungan masyarakat luar biasa dan kita bangga di Rohil punya acara yang bisa mendatangkan banyak wisatawan. Ini perlu kita angkat bersama. Ke depan dukungan semua sektor perlu dalam hal memperbaiki aksesibilitas dan amenitas yang perlu diperbaiki lagi,” katanya.
Bukan hanya dari angka kunjungan, keberadaan bakar tongkang menurutnya merupakan peristiwa sejarah yang cukup lama bertahan. Diperkirakan mencapai 128 tahun. Langkah mendongkrak popularitas kegiatan itu dilakukan dengan adanya publikasi, media sosial, dan berbagai wahana yang ada. Ia mengharapkan tidak hanya nilai kultur yang terangkat tapi turut memberikan dampak pada komersial kultur.
“Ada dampak ekonomi kemasyarakatan, lebih berkembang lagi dengan adanya festival ini. Termasuk memperkenalkan obyek wisata lain, seperti heritage sangat luar biasa. Potensi alamnya,” katanya.
Sementara untuk perbaikan diperlukan penambahan homestay agar dapat mengantisipasi membludaknya wisatawan, selain itu perbaikan akses menuju ke Bagansiapi-api.
Wakil Bupati Rohil H Jamiludin menyampaikan ucapan terima kasih dari Pemkab setempat kepada berbagai pihak yang hadir pada kesempatan itu. Seperti Kapolda Riau, Bupati H Suyatno AMp, anggota DPRD Provinsi dan kabupaten, pejabat provinsi, jajaran Forkopimda Rohil. “Terima kasih atas dukungan semuanya, semoga ke depan kegiatan ini terus dilestarikan,” katanya singkat.(fad)