PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Kejahatan korporasi disebut-sebut menjadi masalah yang sangat rumit diselesaikan. Meski terlihat jelas di depan mata, eksekusi atas pelaku kejahatan sangat sulit dilakukan. Bahkan banyak pihak yang telah memberikan laporan. Termasuk pansus monitoring DPRD Riau yang menyimpulkan ada 720 perusahaan yang terindikasi melanggar. Sebanyak 32 di antaranya sudah dilaporkan pansus ke pihak terkait.
Informasi tersebut terungkap melalui diskusi yang digelar di Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), Kamis (31/1). Dengan tema Kuasa Taipan Kelapa Sawit Indonesia tersebut menghadirkan pembicara dari berbagai kalangan. Seperti Direktur Eksekutif Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia Ratnawati Retno Winarni, Koordinator Jikalahari Made Ali, Ketua MKA LAM Riau Datuk Seri Al azhar, mantan Ketua Pansus Monitoring DPRD Riau Suhardiman Amby, Dosen FEB Universitas Riau Dr Dahlan Tampubolon dan Wakil Pemimpin Redaksi (Wapemred) Riau Pos Muhammad Amin.
Di awal, Ratnawati Retno Winarni menyebut pihaknya telah melakukan serangkaian penelitian mengenai perusahaan kelapa sawit di Indonesia. Hasilnya cukup mengejutkan. Di mana terdapat banyak penyimpangan yang dilakukan perusahaan. Seperti penggelapan pajak, kerusakan lingkungan, pelanggaran perizinan, hingga pelaporan kekayaan yang tidak realistis.
Adapun beberapa perusahaan yang diambil sebagai objek, dipilih berdasarkan beberapa standar seperti kapitalisasi bisnis hingga pendapatan perusahaan. Ia kemudian membeberkan 25 perusahaan besar yang dimasukkan ke dalam kategori perusahaan besar. Jumlah tersebut dimiliki oleh individu-individu sebanyak 27 orang. Yang disebut-sebut sebagai taipan.
Maka dari itu, menurut Ratnawati pemerintah perlu mengambil kebijakan yang lebih konkret terhadap dugaan kejahatan yang dilakukan para taipan yang dimaksud.
“PPATK perlu ada penyelidikan khusus. Kalau di KPK sudah ada, korsup namanya untuk potensi korupsi. Yang pasti ini perlu ada transparansi. Pajak termasuk juga yang harus didalami. Kemudian regulasi mengenai pemilih,” paparnya.