JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Penggunaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) sebagai syarat untuk memilih di pilkada harus tetap menjamin hak-hak politik warga negara.
Hal itu disampaikan para relawan pendukung Joko Widodo yang tergabung dalam Tim Pembela Jokowi (TPJ) sebagai imbauan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Koordinator TPJ Nazaruddin Ibrahim mengatakan, e-KTP hanya persoalan administratif yang tak boleh meniadakan hak politik warga negara yang dijamin konstitusi.
Adapun pernyataan itu untuk menaggapi Peraturan KPU (PKPU) yang mewajibkan pemilih membuktikan domisilinya dengan e-KTP atau surat keterangan (suket) dari dinas kependudukan.
Dia menyebut, hak-hak politik warga negara untuk memilih harus dijamin.
“Masalah administratif seperti ini bukan kesalahan warga negara,” katanya melalui layanan pesan, Selasa (29/5/2018).
Dia pun merujuk Pasal 348 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. Ketentuan itu mengatur pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS adalah pemilik e-KTP yang sudah terdaftar dan penduduk yang telah memiliki hak pilih.
Meski begitu, sambungnya, data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada awal Mei 2018 menunjukkan masih ada 11 juta penduduk yang belum terekam e-KTP, sedangkan warga yang sudah merekamkan diri pun belum menerima e-KTP.
“Ini fakta yang harus menjadi warning kepada pemerintah. Banyak fakta di lapangan, warga yang sudah merekam datanya di Disdukcapil, belum menerima maupun memiliki KTP elektronik,” jelasnya.
Oleh sebab itu, dia mengingatkan penyelenggara pemilu agar tetap menjamin hak pilih warga tanpa direpotkan persoalan administratif. Pasalnya, persoalan perekaman data kependudukan sebenarnya ada di pemerintah, terutama dinas kependudukan dan catatan sipil (Disdukcapil).
Justru, dia mengkhawatirkan penggunaan surat keterangan domisili akan rawan disalahgunakan. Apalagi, belum cukup informasi yang cukup mengenai suket.
“Apakah warga negara yang proaktif mengurus Suket atau pihak pemerintah? Sedapatnya warga negara jangan lagi dibebani untuk menyelesaikan masalah-masalah administrasi di luar kewenangan mereka,” sebutnya.
Di samping itu, dia pun mempersoalkan rencana KPU untuk mencoret nama di daftar pemilih yang belum memiliki e-KTP. Hal itu, dalam pandangannya, malah meresahkan pemilih.
Oleh sebab itu, TPJ mendesak KPU bekerja keras untuk menyelesaikan data pemilih yang akurat, sekaligus menjamin hak-hak politik warga negara. Itu karena data pemilih yang akurat merupakan bagian dari upaya membangun kepercayaan publik terhadap hasil pemilu.
“TPJ mendesak KPU agar menjamin semua pemilih dapat menggunakan hak pilihnya. Atau kalau tidak, TPJ akan mengajukan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi,” tuntasnya.(*)
Sumber: JPNN
Editor: Boy Riza Utama