JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pembentukan poros keempat yang diwacanakan Partai Golkar dan PAN bisa mengubah konstelasi politik nasional. Jika dua partai itu mengusung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sendiri, mereka akan mendapat keuntungan elektoral. Keduanya juga tidak akan menjadi sekadar parpol pengekor atau pendompleng dalam Pilpres 2024.
Rektor Universitas Paramadina Didik J. Rachbini, Sabtu (27/5) mengatakan, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) hampir bubar karena PPP sudah menyeberang ke PDI Perjuangan (PDIP) dan ikut mengusung Ganjar Pranowo sebagai capres. Menurut dia, sebenarnya tempat PPP bukan di situ. Sebab, arus bawah PPP berkiblat ke capres lain.
Menurut Didik, itu merupakan ketidakstabilan baru di PPP. Setelah Presiden Joko Widodo tidak lagi menjabat, dia memprediksi terjadi keributan kembali di internal PPP. ’’Karena perubahan kepemimpinan PPP adalah pesanan dari luar,’’ ungkap alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) tersebut.
Didik menuturkan, momentum transisi itu menjadi peluang besar bagi Golkar dan PAN untuk membentuk poros keempat demi memperkuat ketahanan partai. Jika Golkar-PAN tidak berkoalisi dan hanya menjadi pengekor parpol lain, mereka tidak akan mendapatkan tambahan suara, kecuali memperoleh jatah menteri di kemudian hari.
Didik menjelaskan, Partai Golkar pernah besar dan menjadi partai paling stabil. Golkar sebenarnya berkehendak untuk membuat debut sendiri dan mengusung capres. Sebab, hal itu diharapkan berdampak pada elektabilitas partainya. Ini menjadi peluang untuk berkiprah mengusung pasangan sendiri. ’’Sehingga bisa membuat peta politik baru menjadi empat pasangan. Koalisi baru Golkar-PAN cukup untuk mengusung capres,’’ ucapnya.
Didik menegaskan, jika Golkar dan PAN bergabung dengan koalisi lain dan ikut mengusung Prabowo, keduanya hanya akan menjadi partai pengekor. Dampak positif dari koalisi itu hanya akan dinikmati Partai Gerindra. ’’Golkar dan PAN tidak mendapat apa-apa dalam hal votes, kecuali jatah menteri. Itu pun jika menang,’’ urainya.
Jadi, saat ini merupakan kesempatan besar bagi Golkar, PAN, dan partai tengah lainnya untuk berkiprah mengusung calonnya sendiri. Jika Golkar mengusung ketua umumnya, Airlangga Hartarto, dinamika partainya akan hidup selama pilpres daripada mengusung kader partai lain. Wakil dari kader PAN bisa bergabung dengan Golkar.
Apalagi, lanjut tokoh kelahiran Pamekasan itu, jika Golkar mengusung Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sebagai capres, suara Jawa Barat akan disapu bersih. ’’Golkar akan meraih manfaat besar dalam demokrasi terbuka ini,’’ jelasnya.
Didik menyatakan, koalisi yang lebih tersebar menghindari dominasi kekuasaan yang otoriter seperti sekarang ini. Saat ini koalisi 82 persen di parlemen membuat demokrasi terancam dengan wajah pemerintah dan aparat yang sudah otoriter.
Tentu, strategi koalisi dengan poros baru keempat akan membuat pilpres berjalan dua tahap, masuk ke putaran kedua. Dua pasangan akan lanjut, sedangkan partai-partai kalah yang berada di posisi ketiga dan keempat akan berhitung lagi dengan pembentukan koalisi baru. ’’Golkar dan PAN tidak akan kehilangan kesempatan berkiprah di putaran kedua ini,’’ paparnya.
Didik menambahkan, Partai Golkar dan PAN bisa menjajal ikut pesta demokrasi di pilpres, sehingga akan mengambil keuntungan elektabilitas partai. ’’Jadi, inisiatif poros keempat bisa dikatakan rasional. Dilihat dari kepentingan partai-partai yang terus bersaing satu sama lain,’’ jelasnya.
Di sisi lain, Ketua DPP PPP Achmad Baidowi menegaskan bahwa KIB secara formal belum bubar. KIB akan berlanjut jika memiliki figur capres yang sama. Sejauh ini, PPP sudah memutuskan untuk mengusung Ganjar Pranowo.
Awiek, sapaan akrab Achmad Baidowi, menyatakan, jika Golkar dan PAN ikut mendukung Ganjar, maka KIB akan bergabung dengan PDIP. ’’Namun, jika tidak ada kesepakatan figur capres, KIB tidak melanjutkan,’’ ujar sekretaris Fraksi PPP DPR itu.(lum/oni/jpg)