“Kami prihatin bahwa peristiwa berbagai pelanggaran HAM tersebut tidak terselesaikan, kami mengharapkan pihak pihak saat itu, termasuk Bapak Susilo Bambang Yudhoyono daripada terus bicara tentang koalisi partai, lebih baik juga berbicara tentang arah masa depan bangsa ini dengan membuka apa yang sebenarnya terjadi karena beliau memegang informasi.” katanya di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (26/7/2018).
Segala peristiwa di masa lalu yang menimbulkan korban jiwa, tegasnya, layak dilakukan rekonsiliasi untuk mengungkapnya. Adapun langkah itu dianggap penting demi kelangsungan masa depan bangsa.
“Kami sangat memahami bahwa seluruh prajurit TNI, Polri saat itu atau ABRI mengemban kebijakan politik yang otoriter, tapi demi masa depan bangsa dan negara, berbagai hal tersebut yang menimbulkan korban jiwa dapat diungkap dengan baik dan proses rekonsiliasi dijalankan dengan para korban,” paparnya.
“Itulah pada akhirnya kedatangan kami diharapkan diperoleh langkah politik, langkah hukum dan penanganan bagi korban dan bagaimana juga bangsa ini membangun proses rekonsiliasi agar tidak terjadi kembali,” pungkasnya.
Pada 27 Juli 1996 peristiwa naas kuda tuli terjadi. Kala itu terjadi dualisme di internal PDIP, kubu pertama dengan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri hasil dari kongres Surabaya dan kubu lainnya dipimpin Soerjadi hasil kongres Medan.
Sumber: JPG
Editor: Boy Riza Utama