JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Kehadiran negara dipandang penting untuk mengatur ketersediaan crude palm oil (CPO) atau sawit di dalam negeri. Jadi, keperluan antara dalam negeri dan ekspor harus diseimbangkan.
Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan, produk turunan dari sawit ini adalah minyak goreng (migor) yang sudah menjadi hajat hidup orang banyak di dalam negeri. Jika tidak tersedia, maka masyarakat pun akan kelimpungan.
“Campur tangan negara dibenarkan dalam mengatur, karena sudah menyangkut hajat hidup orang banyak,” kata Sugeng dalam Rapat Kerja bersama Dirjen Agro Kemenperin, Rabu (25/5/2022).
Adapun, isu migor sempat ramai diperbincangkan publik, karena kelangkaan yang membuat masyarakat kesulitan. Apalagi migor juga kini sudah menjadi industri strategis nasional.
Bahkan, penyebab inflasi ekonomi di dalam negeri salah satunya dipicu oleh keberadaan migor. Di sinilah, negara perlu mengatur domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) menyangkut CPO.
“Misalnya, produksi CPO per tahun 57 juta ton, lantas diterapkan DMO berapa. Misalnya 20 persen. Artinya, seperlima dari CPO untuk kepentingan dalam negeri dengan harga dipatok berdasarkan DPO,” terang dia.
Kebijakan itu untuk menghindari fluktuasi ketersediaan dalam negeri.
“Kita sama-sama tahu polabilitasnya sangat tinggi menyangkut komoditas. Hari ini saja harga CPO melompat tinggi. Kalau tidak diatur pasti semuanya diekspor,” ungkap politisi Nasdem ini.
Dirinya pun berpandangan, sebaiknya harga CPO tidak dilepas ke pasar bebas, karena ekonomi nasional tidak menganut paham liberal.
“Kita tidak boleh menyerahkan pada mekanisme pasar bebas. Masyarakat kita disparitas kemampuannya masih senjang. Masih perlu kehadiran negara dalam hal subsidi,” pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman