JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Calon presiden (capres) Ganjar Pranowo menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terkait batas maksimal usia 70 tahun syarat capres-cawapres. Ganjar menghormati hadirnya putusan tersebut.
Sebab, putusan MK tidak bisa banding. Sehingga setiap putusan konstitusi harus dihormati.
"Semua putusan MK harus kita hormati karena tidak ada lembaga banding ya, final n binding, terima saja," kata Ganjar di Mbloc Space, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (23/10/2023).
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terkait batas maksimal usia 70 tahun bagi calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres). MK menolak perkara gugatan nomor 102/PUU-XXI/2023 yang diajukan Wiwit Ariyanto, Rahayu Fatika Sari dan Rio Saputro.
"Menyatakan permohonan para pemohon sepanjang pengujian pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tidak dapat diterima. Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya," ucap Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin (23/10/2023).
Dalam gugatan itu, pemohon mengajukan menggugat pasal 169 huruf q dan huruf d mengenai syarat bahwa capres dan cawapres harus bebas dari persoalan HAM. Pemohon dalam gugatannya, meminta MK untuk mengubah pasal 169 huruf q UU nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menjadi berusia paling rendah 40 tahun dan paling tinggi 70 tahun pada proses pemilihan.
Selain itu, pemohon juga meminta agar MK memperluas norma pasal 169 huruf d UU nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan menambahkan frasa, tidak memiliki rekam jejak melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat di masa lalu, bukan orang yang terlibat dan/atau menjadi bagian dari peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1998, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa tidak pernah melakukan tindak pidana genosida, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan yang antidemokrasi.
"Mahkamah menilai permohonan pengujian Pasal 169 huruf q UU 7/2017 kehilangan objek dan pengujian Pasal 169 huruf d UU 7/2017 telah kehilangan objek," pungkas Anwar Usman.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman