PEMILU 2024

Hubungan NU-PKB Memanas, Ancaman bagi Muhaimin pada 2024

Politik | Minggu, 20 Februari 2022 - 00:02 WIB

Hubungan NU-PKB Memanas, Ancaman bagi Muhaimin pada 2024
ILUSTRASI. (DOK JPNN)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Posisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dinilai bakal terancam di Pemilu dan Pilpres 2024. Hal ini buntut panas dingin hubungan PKB dengan PBNU baru-baru ini.

Cabang NU di Banyuwangi dan Sidoarjo, Jawa Timur, yang menggelar acara deklarasi Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin maju di Pilpres 2024, jadi polemik.


Belakangan, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf geram dengan acara deklarasi tersebut. PBNU telah melayangkan surat resmi dan memanggil pengurus NU di dua wilayah itu untuk memberikan klarifikasi.

Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai, kegeraman Gus Yahya --sapaan akrab Yahya Cholil Staquf-- menjadi ancaman nyata bagi PKB di Pemilu dan Pilpres 2024. Terlebih, melihat geliat Cak Imin yang berniat maju dalam pilpres.

Menurut Adi, pernyataan keras Gus Yahya sekaligus menegaskan NU ke depan tak lagi bisa menjadi bemper politik PKB.

"Bukan ancaman. Itu nyata sudah bahwa PKB tidak bisa lagi menjadikan NU sebagai kendaraan politik mereka. Atau sebagai mesin politik mereka. Enggak bisa," kata Adi, Jumat (18/2/2022).

Dia menyebut sinyal keretakan hubungan NU dan PKB saat ini menjadi pemandangan baru. Hubungan keduanya belakangan tak wajar sebab biasanya dua organisasi relatif cair.

Menurut Adi, Yahya Staquf lewat pernyatannya baru-baru ini ingin menegaskan bahwa NU saat ini tak lagi bisa digunakan sebagai kendaraan politik PKB.

"Kalau sebelumnya relatif cair, ya. Bahkan banyaklah, NU secara struktural juga banyak yang deklarasi. Dukung-mendukung, kalau sekarang enggak bisa. Intinya Gus Yahya sekarang bukan orang Muhaimin," kata dia.

Meski di sisi lain Gus Yahya tetap mempersilakan warga Nahdliyyin secara personal aktif dalam politik praktis. Namun, menurut Adi, berpolitik secara personal tetap akan memberi posisi sulit bagi PKB sebab tak memberi legitimasi politik yang kuat pada publik.

"Dukungan personal itu legitimasi politiknya ke publik enggak terlampau kuat, karena dukungan orang per orang nggak kelihatan kekuatan politiknya," kata Adi.

Sumber: JPNN/News/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook