Bedah Putusan MK soal Batas Usia Capres Cawapres, Yusril Mengaku Terkecoh

Politik | Selasa, 17 Oktober 2023 - 20:37 WIB

Bedah Putusan MK soal Batas Usia Capres Cawapres, Yusril Mengaku Terkecoh
Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra. (ISTIMEWA)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengakui terkecoh dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu menyebut putusan tersebut cacat hukum dan diseludupkan.

Hal ini disampaikan Yusril menanggapi putusan MK yang pada akhirnya meloloskan batas usia di bawah 40 tahun sepanjang pernah menjadi kepala daerah, bisa maju sebagai calon presiden maupun calon presiden. Hal ini karena tiga putusan MK di perkara sejenis justru menolak permohonan tersebut.


"Banyak orang terkecoh termasuk saya dengan putusan pertama, anggapan MK sebagai Mahkamah Keluarga tidak terbukti dan sebagai lembaga penjaga konsitusi. Sampai putusan keempat semua terhenyak, seperti sebuah kejutan besar dan antiklimaks dari putusan yang ada sebelumnya," ujar Yusril dalam Diskusi Kedai Kopi bertajuk Menakar Pilpres Pascaputusan MK, Selasa (17/10/2023).

Yusril menyebut putusan MK dengan perkara dengan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran cawapres ini sebagai putusan problematik. Hal ini karena putusan ini mengandung satu cacat hukum serius karena putusan ini mengandung penyeludupan hukum.

Yusril menjabarkan, putusan perkara tersebut bukan perkara bulat yakni disebut ada tiga hakim yang setuju, dua hakim concurring opinion (pendapat bersamaan) dan empat hakim disenting opinion (pendapat berbeda). Jika disenting opinion itu artinya tidak setuju dengan putusan, tetapi concurring opinion adalah setuju dengan putusan hanya saja beda pendapat.

"Jadi menurut MK putusan ini bisa jadi 5-4, 3 itu setuju sepenuhnya, dua concurring artinya setuju juga 4 disenting makanya putusan kemarin 5-4," ujar Yusril.

Namun Ketua Umum PBB ini menyampaikan, dalam argumen yang dirumuskan MK, concurring opinion berasal dari dua hakim konstitusi yakni Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh. Namun demikian, dalam penjelasannya justru menunjukkan pendapat kedua hakim berupa disenting opinion.

Menurutnya, Hakim Enny dan Daniel Foekh tidak setuju fase untuk seluruh kepala daerah karenanya, Enny membatasi hanya sepanjang yang bersangkut gubernur dan mesti diatur lebih lanjut oleh pembentuk Undang-udang. Sedangkan, Hakim Foekh mengatakan setuju hanya fase gubernur tanpa ada penjelasan lebih lanjut dari pembentuk UU.

"Kalau kita baca argumen yang dirumuskan di dalam concurring opinion itu bukan concurring tetapi itu disenting. Kenapa yang disenting dibilang concuring itu yang saya katakan diseludupkan. Diseludupkan yang concuring itu menjadi disenting jadi 5-4 kalau yang concurring itu benar-benar disenting itu putusan jadi 6-3, 6 disenting dan itu ditolak," ujar Yusril.

Namun demikian, kenyataannya putusan MK menyebut 5 setuju dan empat disenting opinion.

"Jadi kalau pendapat Ibu Enny dan Pak Foekh itu jelas hanya gubernur tidak kepala daerah yang lain, kepala daerah termasuk bupati dan wali kota jadi pendapat Bu Enny dan Pak Foekh itu bukan pendapat councuring, tapi pendapat disenting jadi jelas putusan ini problematik," ujarnya.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook