JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, mengungkapkan bahwa sampai detik ini tidak ada agenda di MPR untuk mengamandemen UUD NRI Tahun 1945, apalagi terkait perpanjangan masa jabatan Presiden RI.
Hal tersebut tegas disampaikannya, menjawab wacana lama yang diangkat kembali oleh segelintir pihak, di antaranya mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono pada tanggal 13 Maret 2021, yakni perlunya memperpanjang masa jabatan Presiden menjadi 3 periode, agar SBY dan Jokowi bisa maju lagi pada Pilpres 2024.
“Wacana ini perlu dikritisi dan ditolak karena tidak sesuai dengan Konstitusi dan amanat reformasi," ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang biasa disapa HNW ini, melalui siaran persnya, di Jakarta, Senin (15/3/2021).
Sikap sejumlah tokoh, lanjutnya, di antaranya mantan Ketua MPR RI Amien Rais juga sangat menolak isu itu dengan telah memberi peringatan keras agar wacana tersebut tidak menjadi kenyataan.
HNW mengingatkan, ketika wacana itu pertama kali dimunculkan pada November 2019, Presiden Jokowi sendiri pada tanggal 02 Desember 2019 menolak kemudian menyebut bahwa usulan itu muncul dari pihak yang hanya 'cari muka' dan tindakan yang menampar wajahnya serta bisa menjerumuskan dirinya untuk tidak mentaati UUD NRI Tahun 1945 dan amanat reformasi
"Jubir Presiden Jokowi pada tanggal 15 Maret 2021 juga menambahkan bahwa sikap Presiden Jokowi tetap tegak lurus mengikuti ketentuan UUD bahwa masa jabatan Presiden adalah 2 periode.
Lebih jauh, HNW menjelaskan, untuk bisa mewujudkan isu yang dimunculkan tersebut sampai bisa terealisasi tidaklah mudah. Sebab, hanya bisa dilakukan melalui amandemen UUD NRI Tahun 1945 atas usulan sekurang-kurangnya 1/3 anggota MPR, kemudian diajukan secara formal dan tertulis, sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI 1945.
“Jadi, tidak bisa hanya dari usulan satu orang, atau hanya dengan wacana di publik. Presiden pun tidak mempunyai hak dan kewenangan konstitusional untuk meminta MPR menyelenggarakan Sidang Istimewa untuk mengamandemen UUD NRI Tahun 1945 guna memperpanjang masa jabatan presiden,” tambahnya.
HNW menuturkan bahwa sampai hari ini belum ada satu pun usulan legal atau formal baik dari Istana, individu, dan juga secara resmi oleh satu pun anggota MPR ke pimpinan MPR untuk amandemen UUD NRI Tahun 1945 terkait masa jabatan presiden menjadi 3 periode tersebut.
“Yang terjadi, pada tanggal 13/14 Maret 2021 justru sebagian besar Pimpinan MPR dari PKS, PDIP, Gerindra, Nasdem, PKB, PD, dan PPP sudah secara terbuka menyatakan bahwa tidak ada agenda amandemen UUD NRI Tahun 1945 terkait perpanjangan masa jabatan presiden,” ungkapnya.
Menurutnya, Ini merupakan komitmen Pimpinan MPR untuk menjaga amanat reformasi dengan melaksanakan Pasal 7 UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa masa jabatan Presiden dan Wapres selama lima tahun dan sesudahnya dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
“Itu merupakan sikap kolektif Pimpinan MPR untuk menjaga amanat reformasi, agar tidak terulang kondisi politik yang KKN dan tidak demokratis seperti pada masa Orba, karena berkepanjangannya masa jabatan Presiden,” pungkasnya.
Laporan: Yusnir (Jakarta)
Editor: E Sulaiman