JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Kekhawatiran adanya partai yang mengikuti langkah Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) untuk dapat ikut menjadi peserta Pemilu 2024 akhirnya bukan isapan jempol. Terbaru, Partai Beringin Karya (Berkarya) resmi mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Permohonan itu dimasukkan ke PN Jakarta Pusat Selasa (4/4) lalu. Dalam permohonan nomor register 219/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst, Partai Berkarya menuding KPU melakukan perbuatan melawan hukum.
Karena itu, Berkarya meminta PN Jakarta Pusat untuk menyatakan Keputusan KPU Nomor 518 Tahun 2022 tentang Penetapan Partai Politik cacat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dalihnya, KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
Selain itu, Berkarya meminta PN Jakarta Pusat menunda pelaksanaan Pemilu 2024 sampai penggugat dinyatakan sebagai partai politik. Berkarya juga meminta imbalan atas kerugian materiil dan imateriil sebesar Rp240 miliar. Perinciannya, kerugian materiil Rp215 miliar dan imateriil Rp25 miliar.
Dikutip dari situs resminya, Partai Berkarya didirikan pada 2 Mei 2016. Ketua umum Partai Berkarya yang pertama adalah Neneng Anjarwati Tuty. Dia menjabat periode 2016–2018. Lalu, kepemimpinan Neneng digantikan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Anak mantan Presiden Soeharto itu menjadi ketua umum hingga 2020. Jabatan Tommy kemudian digantikan Mayjen TNI (Purn) Muchdi PR, mantan petinggi BIN.
Berkarya menjadi salah satu parpol peserta Pemilu 2019. Berkarya meraih 2.902.495 suara. Dengan perolehan suara 2,09 persen itu, Berkarya tidak memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold) DPR. Namun, di beberapa daerah, mereka berhasil meraih kursi DPRD.
Saat dikonfirmasi, Komisioner KPU RI Bidang Hukum Mochammad Afifuddin mengatakan, pihaknya sudah mendapat informasi gugatan Partai Berkarya. "Cuma resminya belum dapat," ujarnya kemarin (5/4).
Afif menyatakan, pihaknya siap melakukan perlawanan terhadap gugatan Berkarya itu dengan maksimal. Meski sebetulnya secara normatif PN tidak berwenang menangani kasus pemilu, segala kemungkinan bisa saja terjadi. Karena itu, pihaknya perlu melakukan antisipasi. "Belajar dari pengalaman Partai Prima, tentu kami akan menyiapkan dengan lebih baik," imbuhnya.
Sebelumnya, KPU memang mendapat kritik dari banyak pihak dalam kasus Prima. Termasuk dari Komisi II DPR. Dewan menyebut perlawanan tidak dilakukan maksimal oleh KPU. Mulai tidak menggunakan pengacara eksternal hingga tidak mendatangkan saksi yang menguatkan.
Kali ini, Afif menegaskan hal serupa tidak akan terjadi. Dia akan bertindak serius demi memastikan tahapan pemilu tidak terganggu. "Termasuk menggandeng kuasa hukum dan menyiapkan jawaban dan saksi jika diperlukan."
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi