JAKARTA (RIAUPOS.CO) - JUSUF Kalla (JK) terus ikut mengamati dinamika Pemilu 2024. Bahkan, mantan ketua umum Partai Golkar itu mengungkapkan, dari pengalamannya tiga kali ikut pilpres, pemilihan kali ini terbilang paling rumit. Dia pun menekankan pentingnya semangat politik yang beradab.
Pernyataan itu disampaikan JK seusai menghadiri wisuda perdana Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Kamis (31/8). Mantan Wapres itu hadir dengan kapasitas sebagai Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UIII. ’’Saya tiga kali ikut pemilu (Pilpres). Dua kali menang, satu kali kalah. Tidak ada yang serumit ini,’’ katanya.
JK memang sudah tiga kali mengikuti kontestasi pilpres. Yaitu, pada Pilpres 2004 sebagai cawapres berpasangan dengan Susilo Bambang Yudhoyono (menang). Kemudian, Pilpres 2009, JK menjadi capres berdampingan dengan Wiranto sebagai cawapres (kalah). Dan, Pilpres 2014, JK berpasangan dengan Joko Widodo (menang).
JK tidak banyak memberikan penjelasan jelas kenapa menilai Pilpres 2024 ini disebut paling rumit. Dia hanya menyebut, dari sisi peta koalisi yang ada sekarang ini, parpol belum bisa bersatu. Padahal, sudah beberapa bulan berjalan. Tarik-ulur antara poros koalisi yang satu, dengan poros koalisi lainnya masih terjadi.
Menurut JK, poros koalisi yang belum bisa bersatu atau belum terlalu solid itu dikarenakan tiga hal yang memiliki pengaruh kuat pada perpolitikan di Indonesia. Faktor pertama, money politic (politik uang). Semuanya bisa dibayar dengan uang.
’’Kedua, politik penjara,’’ ujarnya. Maksud dari politik penjara tersebut, ketika orang ada salah, kemudian orang itu tidak mau ikut kelompok tertentu maka bisa dijebloskan ke penjara.
Untuk mengatasi kedua faktor tersebut, JK menyatakan diperlukan politik beradab atau politik demokratis. Dengan begitu, proses Pilpres 2024 ini bisa berjalan. Masing-masing poros koalisi bisa segera mantap dan mengumumkan pasangan capres dan cawapres masing-masing.
Dorong WNI Berpartisipasi
Sementara itu, dalam lawatannya ke Korea Selatan (Korsel), Menko Polhukam Mahfud MD mendorong WNI di luar negeri untuk turut berpartisipasi dalam pemilu serentak tahun depan. Dia meminta para WNI tersebut datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan menggunakan hak suaranya. Sebab, upaya negara untuk menghadirkan TPS di luar negeri tidak murah.
Mahfud mencontohkan, untuk memfasilitasi dan memastikan hak para WNI terpenuhi, negara harus mengeluarkan dana Rp500 juta hanya untuk 18 suara. ”Apalagi di Korsel yang suaranya mencapai 26 ribu lebih seperti kata Pak Dubes,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, kemarin.(ose)
Karena itu, Mahfud mengharapkan agar seluruh WNI yang sudah memiliki hak suara dan kini berada di Korsel serta berbagai negara lainnya dapat berpartisipasi dalam Pemilu 2014. Dikatakan, pemilu bukan untuk mencari pemimpin yang sempurna, melainkan untuk mencari pemimpin yang terbaik di antara para calon atau peserta pemilu. ”Pemilu juga sejatinya untuk menghindari orang jahat menjadi pemimpin,” ucap mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Suara dari para pemilik hak suara, lanjut dia, sangat menentukan nasib dan masa depan bangsa. ‘’Karena itu, Anda tidak boleh golput,” ujarnya. (wan/syn/hud/jpg)
Laporan JPG, Jakarta