JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menegaskan bahwa pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilu tahun 2024 tetap dipilih langsung oleh rakyat.
Pernyataan tersebut disampaikan Ahmad Basarah dalam acara Ngaji Kebangsaan Forum Cendekiawan Muslim Muda Sumatera Utara bertajuk "Membaca Aspirasi Warga Nahdiyyin dan Nasionalis Pada Pilpres 2024", Kamis (1/7/2021)
Ketua DPP PDI Perjuangan tersebut merasa penting untuk menegaskan kembali bahwa pasangan capres-cawapres pada Pemilu Presiden 2024 mendatang tetap langsung dipilih rakyat, untuk menjawab rumor yang santer beredar bahwa pemilihan presiden kembali dilakukan oleh MPR RI. Terhadap rumor tersebut, Ahmad Basarah menegaskan bahwa UUD NRI Tahun 1945 sebagai hukum dasar tertulis tertinggi bangsa Indonesia dalam Pasal 6A ayat (1), menegaskan Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
Ia juga menyebut Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
"Inilah aturan main bernegara yang wajib kita taati. Capres-cawapres tetap dipilih langsung oleh rakyat dan hanya bisa diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Mabes TNI tidak bisa mengajukan pasangan capres-cawapres. Mabes Polri tidak bisa mengajukan pasangan capres-cawapres. Begitu juga ormas-ormas besar semisal NU, Muhammadiyah, PGI, KWI, Walubi, PHDI dan lain-lain juga tidak bisa mengusulkan pasangan capres-cawapres," tegas Doktor Hukum Lulusan Universitas Diponegoro Semarang tersebut.
Sementara itu, terkait aspirasi warga Nahdliyin dalam Pilpres 2024, Ahmad Basarah memaparkan bahwa dalam lanskap politik nasional, kaum Nahdliyin selalu bergandengan tangan dengan kaum nasionalis-Soekarnois. Jejaknya terlihat jelas dari proses perumusan Pancasila sebagai dasar Negara, terbitnya Fatwa Resolusi Jihad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, munculnya tradisi halal bihalal karena dialog Bung Karno dan KH Wahab Chasbullah, hingga sikap politik Hj Megawati Soekarnoputri yang menggandeng KH Ahmad Hasyim Muzadi dalam Pemilu Presiden tahun 2004 silam.
"Tradisi tersebut kemudian diteruskan oleh Joko Widodo dengan menggandeng KH Maruf Amin dalam Pilpres tahun 2019 lalu. Inilah potret kerja sama kaum kebangsaan dan religius," tegas Basarah.
Sementara itu, sebagai narasumber di forum yang sama, Wakil Ketua MPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Dr Jazilul Fawaid menjelaskan bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk maju mencalonkan diri sebagai calon presiden dan calon wakil presiden, sepanjang memenuhi syarat dan ketentuan yang diatur oleh UUD NRI Tahun 1945 dan aturan di bawahnya.
"Aturannya jelas. Dalam Pasal 6 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 dijelaskan bahwa Capres-cawapres adalah warga Negara Indonesia sejak lahir dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain, tidak pernah mengkhianati negara serta mampu secara jasmani dan rohani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai presiden dan wakil presiden," katanya dalam webinar tersebut.
Di sisi lain, Jazilul Fawaid atau yang akrab disapa Gus Jazil itu juga mengakui bahwa terkait calon presiden-calon wakil presiden dalam Pemilu Presiden tahun 2024, sosoknya masih kabur dan samar-samar. Ia juga mengaku belum mengetahui siapa saja figur-figur yang akan maju dalam Pemilu Presiden tahun 2024 mendatang. "Capres-cawapres masih kabur, tapi kita boleh dong salurkan aspirasi," tegas Gus Jazil.
Sementara itu Pimpinan Majelis Zikir Pengasuh Rumah Sufi, Dr Ahmad Sabban Rajagukguk, menilai bahwa ada tiga hal yang harus diantisipasi dalam pelaksanaan Pemilu Presiden 2024 mendatang, yakni politik identitas, politik transaksional dan politik primordialisme.
"Bagi saya hal yang paling penting adalah bagaimana NU dan kaum kebangsaan berupaya kuat untuk mengurangi gesekan di level akar rumput sebagai dampak dari pelaksanaan Pemilu. Inilah yang paling penting. Peran NU dan Muhammadiyah sebagai ormas penopang dan penyangga Indonesia juga harus berupaya meminimalisasi potensi terjadinya gesekan di level gras root sebagai dampak pelaksanaan demokrasi elektoral," pungkasnya.
Laporan: Yusnir (Jakarta)
Editor: Rinaldi