RIAUPOS.CO - Dalam sejarah Islam tercatat ada dua belas bulan dalam setahun. Namun terdapat satu bulan yang amat mulia. Yang diperuntukkan Allah bagi hambah-Nya. Yakni bulan Ramadan atau yang lebih populer di tengah masyarakat dengan sebutan bulan puasa.
Bulan Ramadan disebut bulan puasa karena pada bulan itu umat Islam diwajibkan berpuasa. Yaitu menahan diri dari makan dan minum, serta berhubungan suami istri di siang hari dan menahan diri dari sesuatu yang dapat membatalkan puasa dengan tujuan untuk mendapatkan ridha Allah SWT.
Bulan puasa memiliki banyak nama. Antara lain syahrul Rahman (bulan yang penuh rahmat, karena Allah menurunkan rahmat yang tidak terhitung banyaknya kepada umat-Nya), syahrul maghfirah (bulan keampunan, karena Allah memberikan keampunan terhadap dosa-dosa hambah-Nya yang melaksanakan ibadah puasa baik dosa yang lalu maupun sekarang), syahrul ‘iqqun min al-nar (bulan yang membebaskan hambah-Nya dari siksaan azab neraka), syahrul Quran (bulan Alquran, karena Allah menurunkan Alquran sebagai pedoman hidup umat manusia pada bulan Ramadan atau bulan puasa), syahrul lailatul qadar (bulan Lailatul Qadar, karena Allah menurunkan satu malam yang amat mulia pada bulan puasa tersebut yaitu malam lailatul qadar. Kemuliaan malam lailatul qadar itu, jauh lebih mulia dari seribu bulan) dan banyak lagi.
Secara harfiah istilah puasa dalam bahasa Arab disebut imsak yang berarti menahan. Yaitu menahan diri dari segala godaan hawa nafsu yang dapat membatalkan puasa dan ibadah puasa. Sesuatu yang membatalkan puasa adalah makan, minum, hubungan suami istri di siang hari dan segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa. Sedangkan yang membatalkan ibadah puasa antara lain adalah berbuat dengki, hasad, memfitnah orang, bergunjing, berbohong dan lain-lain yang sejenisnya.
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Jabir Ibn Abdillah RA. Ia mengatakan ada sekelompok shahabat datang kepada Rasulullah SAW setelah mereka selesai dari Perang Badar. Mareka bertanya kepada Rasulullah SAW tentang dahsyatnya Perang Badar. Maka Rasululllah menjawab ‘’Kalian menuju kepada tujuan yang lebih baik. Kalian telah selesai melaksanakan jihad yang kecil menuju jihad yang lebih besar. Mareka bertanya, apa jihad yang lebih besar itu, ya Rasulullah. Rasulullah menjawab, “Jihad yang lebih besar itu adalah jihad malawan hawa nafsu.”
Dalam riwayat lain dikisahkan nafsu ini sulit ditundukkan atau dikendalikan. Ketika Allah menciptakan nafsu tersebut, Allah bertanya kepada nafsu itu, “Wahai nafsu siapa engkau dan siapa Aku? Nafsu menjawab, Engkau adalah engkau dan aku adalah aku. Lalu Allah menghukumnya dengan membakar nafsu tersebut selama empat puluh tahun. Kemudian Allah bertanya lagi seperti pertanyaan semula. Lalu nafsu menjawab sama seperti jawaban pertama. Allah menghukumnya lagi nafsu tersebut dengan merendamnya dalam air selama empat puluh tahun. Allah menanyakan lagi nafsu tersebut dengan pertanyaan yang sama dan nafsu pun menjawab sama dengan jawaban pertama. Kemudian Allah menghukumnya dengan mempuasakannya, setelah satu minggu berpuasa, Allah menanya nafsu tersebut dengan pertanyaan yang sama. Lalu nafsu menjawab “Engkau adalah Rabbku, dan aku adalah hambahMu”.
Mengacu kepada riwayat di atas, dapat diketahui bahwa nafsu ini merupakan lawan yang harus selalu diwaspadai. Jika tidak, maka ia akan dapat mencelakakan seseorang baik di dunia maupun di akhirat. Ada beberapa jenis nafsu yang harus diwaspadai antara lain.
Pertama, Nafsu Amarah, yaitu nafsu manusia yang paling rendah tingkatnya. Nafsu ini masih cenderung kepada pembuatan-pembuatan yang maksiat. Orang dipengaruhi oleh nafsu ini, maka ia akan kelihatan jelek sifat dan wataknya. Ia gampang teasinggung, pemarah, pendendam, dan tidak bisa mengendalikan dirinya dengan baik. Dalam Surah Yusuf ayat 53, Allah menjelaskan “Sesungguhnya nafsu itu suka mengajak kepada jalan yang jelek (sesat), kecuali nafsu orang yang mendapatkan rahmat dari Tuhanku”.