RIAUPOS.CO - Ramadan merupakan penamaan bagi bulan kesembilan dalam tahun Hijriah yang artinya sangat panas. Makna ini akan sesuai bila dikaitkan dengan tradisi orang Arab jahiliyah yang memanaskan senjata mereka di terik matahari pada Ramadan. Semua itu dilakukan mereka guna mempersiapkan diri untuk berperang pada bulan Syawal jika diserang sebelum memasuki bulan haram.
Ada beberapa nama lain dari bulan Ramadan. Di antaranya Syahr Alquran (bulan penurunan Alquran), Syahr an-Najah (bulan pelepasan dari azab neraka), Syahr at-Tilawah (bulan membaca dan memahami Alquran), Syahr ash-Shabr (bulan melatih diri bersabar atas penderitaan yang dihadapi dalam melaksanakan tugas-tugas agama), Syahr ash-Shiyam (bulan melaksanakan puasa), Syahr ar-Rahmah (bulan pelimpahan rahmat Allah kepada hamba-Nya), dan Syahr al-‘Id (bulan yang dirayakan hari berbuka dari padanya).
Ramadan yang Istimewa
Menjelang berakhirnya bulan Syakban, Rasulullah SAW selalu mengumpulkan seluruh pengikutnya guna memberikan pengarahan tentang Ramadan dan amalan-amalan yang mesti dilakukan. Selain itu, Rasulullah SAW selalu mengucapkan kalimat marhaban ya Ramadan (selamat datang bulan Ramadan), bulan yang menyucikan. Kali pertama pengucapan kalimat ini, para sahabat terheran-heran mendengarnya, sehingga ada di antara mereka yang bertanya: “Siapakah yang mensucikan itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Yang mensucikan itu adalah bulan Ramadan. Ia datang untuk mensucikan kita dari perbuatan dosa dan maksiat.”
Ucapan Rasulullah SAW di atas bukanlah suatu hal yang aneh, jika kita mengetahui keistimewaan yang terdapat di dalam bulan Ramadan tersebut. Di antara keistimewaan itu adalah: pertama, Ramadan terpilih sebagai bulan untuk melakukan ibadah besar dan mulia, yaitu puasa. Kewajiban puasa Ramadan baru ditetapkan pada tahun kedua hijrah, setelah arah kiblat dalam salat dipalingkan dari Masjidil Aqsha di Palestina ke Kakbah (Baitullah) di Makkah. Kewajiban puasa tersebut ditetapkan melalui firman Allah SWT yang terdapat dalam surat al-Baqarah (2) ayat 183-187.
Ayat itu turun pada bulan Syakban tahun ke dua Hijriah. Sebelum itu, Rasulullah SAW beserta para pengikutnya mengerjakan puasa tiga hari dalam sebulan, dan juga berpuasa pada setiap tanggal 9 dan 10 Muharam. Namun setelah disyariatkannya puasa Ramadan, maka puasa-puasa di atas tidak lagi dipandang sebagai puasa wajib. Ramadan dianggap sebagai bulan istimewa, karena di dalamnya terdapat ibadah puasa yang penuh dengan hikmah dan nilai-nilai positif.
Kedua, Ramadan dianggap istimewa sehingga pantas diucapkan marhaban ya Ramadan, karena pada bulan itu Allah menurunkan Alquran sebagai petunjuk, penjelas dan pemisah antara yang hak dengan yang batil. Ketiga, ditinjau dari aspek historis, Ramadan menjadi istimewa karena dalam bulan tersebut terjadinya Perang Badr, yang dengan diperolehnya kemenangan pada perang tersebut,semakin tinggi dan mulia kalimat wahyu sekaligus sebagai tanda keruntuhan kekuasaan musyrik. Dari sinilah mulai bersinar kemenangan umat Islam.
Keempat, keistimewaan Ramadan juga disebabkan adanya lailatul qadar, suatu malam yang dinilai oleh Alquran lebih baik dari seribu bulan (83 tahun 4 bulan). Kelima, Ramadan menjadi istimewa karena Rasulullah SAW sendiri menyatakan Ramadan adalah suatu bulan, yang awalnya menjadi rahmat, pertengahannya maghfirah (terbukanya ampunan) dan pengujungnya memberikan kebebasan dari api neraka. Keenam, Ramadan menjadi bulan yang istimewa karena ia ditutup dengan ibadah zakat fitrah. Zakat fitrah ialah zakat yang wajib dibayarkan setiap muslim setelah bulan Ramadan berakhir, baik laki-laki, wanita, dewasa, maupun anak kecil; baik orang merdeka maupun hamba sahaya. Zakat ini mulai disyariatkan seiring dengan disyariatkannya puasa Ramadan, dan menurut penelitian para ulama, zakat fitrah lebih dahulu disyariatkan daripada zakat harta.
Rasulullah SAW bersabda: “Seandainya umatku mengetahui (semua keistimewaan) yang dikandung oleh Ramadan, niscaya mereka mengharap seluruh bulan menjadi Ramadan.”