RIAUPOS.CO - Lebih dari setengah Ramadan telah kita lalui. Semua orang yang berpuasa dengan iman dan penuh perhitungan kelak akan mendapatkan piagam penghargaan dari Allah sebagai orang takwa (la’allakum tattakun).
Allah menjanjikan bahwa kualitas orang yang takwa itu. Pertama; ia menjadi orang yang suka membantu orang lain baik di kala senang maupun susah. Kedua, tidak pemarah. Ketiga, suka memberi maaf dan keempat suka berbuat kebajikan. (QS 3: 34).
Zakat adalah implementasi dari puasa karena puasa mencetak orang takwa. Sedangkan orang takwa semakin tinggi tingkat kepeduliannya terhadap orang lain dalam bentuk memberikan sebagian kekayaannya untuk orang-orang yang memerlukan dalam bentuk sedekah. Sedekah wajib di dalam Islam disebut zakat yang tata cara, jumlah dan waktu pembayarannya ditentukan secara syariat.
Di samping itu ada pula sedekah biasa. Sedekah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar. Orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Adapun secara terminologi syariat sedekah makna asalnya adalah tahqiqu syai’in bisyai’i, atau menetapkan/menerapkan sesuatu pada sesuatu. Sikapnya sukarela. Tidak terikat pada syarat-syarat tertentu dalam pengeluarannya baik mengenai jumlah, waktu dan kadarnya.
Sedekah mempunyai cakupan yang sangat luas dan digunakan Alquran untuk segala jenis sumbangan. Sedekah ialah segala bentuk nilai kebajikan yang tidak terikat oleh jumlah, waktu dan juga yang tidak terbatas pada materi tetapi juga dapat dalam bentuk nonmateri. Misalnya menyingkirkan rintangan di jalan, menuntun orang yang buta, memberikan senyuman dan wajah yang manis kepada saudaranya.
Zakat, infak dan sedekah memiliki persamaan dalam peranannya memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengentasan kemiskinan. Adapun perbedaannya yaitu zakat hukumnya wajib sedangkan infaq dan sedekah hukumnya sunnah. Atau zakat yang dimaksudkan adalah sesuatu yang wajib dikeluarkan, sementara infak dan sedekah adalah istilah yang digunakan untuk sesuatu yang tidak wajib dikeluarkan. Jadi pengeluaran yang sifatnya sukarela itu yang disebut infak dan sedekah. Zakat ditentukan nisabnya sedangkan infak dan sedekah tidak memiliki batas. Zakat ditentukan siapa saja yang berhak menerimanya sedangkan infak boleh diberikan kepada siapa saja.
Seseorang yang mempunyai atau memenuhi syarat untuk menunaikan zakat, tidak boleh meninggalkan kewajibannya untuk menunaikan zakat tersebut. Telah dijelaskan dalam QS al-Baqarah ayat 43. Bahwa kewajiban zakat sangat penting seperti halnya kewajiban menunaikan salat. Setiap muslim yang telah mencapai nisabnya, wajib mengeluarkan zakatnya.
Menurut bahasa, zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Artinya dengan mengeluarkan zakat, harta kekayaan seseorang akan menjadi suci, bertambah dan berkah. Setiap muslim yang mempunyai harta kekayaan dan telah mencapai nisabnya maka wajib untuk dikeluarkan zakatnya, agar harta yang dimilikinya menjadi suci. Jika tidak mengeluarkan zakat, maka ingatlah siksa Allah SWT amatlah pedih. Ketika di hari kiamat, harta yang tidak digunakan untuk zakat, akan dibakar di api neraka yang kemudian harta tersebut akan membakar jidat dan lambung sang pemilik harta yang tidak diinfakkan tersebut. Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah SWT dalam Alquran.
“Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (Q.S. At-Taubat ayat 35)
Ayat di atas menerangkan bahwa siksa Allah sangatlah pedih bagi orang-orang yang mempunyai harta dan tidak mengeluarkan zakat jika telah mencapai nisabnya. Zakat sebagai rukun Islam yang kelima bagi muslim Indonesia bukan sesuatu yang asing. Ia telah dilaksanakan dan ditunaikan oleh sebagiannya dengan sukarela dan tidak ada paksanaan. Lihatlah para petani masa lalu, walaupun mereka bekerja keras bercocok tanam padi, namun ketika hasil panennya mencapai nisab zakat dengan rela mengikut perintah Allah dari hasil panennya itu.
Berbicara masalah zakat di Provinsi Riau sebagai orang Melayu penunaian zakat melalui badan resmi yang ditentukan oleh undang-undang. Yakni Badan Amil Zakat pada awalnya kurang mendapat tanggapan positif para muzakki karena kebiasaan yang berlangsung selama ini zakat diserahkan langsung kepada orang-orang tertentu dalam bentuk konsumtif. Seperti kepada guru-guru mengaji para tetangga dan orang-orang yang mereka kenal san sebagainya. Dampaknya zakat tidak pernah mampu mengangkat si fakir miskin untuk lepas dari keterpurukan hidupnya.
Kini badan amil zakat telah mulai dipercayai oleh para muzakki untuk menyalurkan zakat,infaq dan sedekah. Bahkan beberapa tahun terakhir dana zakat, infak dan sedekah yang terhimpun di seluruh Baznas se-Provinsi Riau telah mencapai Rp45 miliar. Beberapa kabupaten berkat kepedulian kepala daerahnya yang semula hanya terhimpun ratusan ribu meningkat menjadi miliaran rupiah.