Peserta terbaik setiap rayon akan bergemu di Festival Pacu Jalur tardisional yang beranggotakan laki-laki dengan usia 15 sampai 40 tahun. Jumlah pendayung perahu sekitar 50 sampai 60 orang.
Kenapa jumlah pendayung berbeda-beda? Ini disesuaikan dengan panjang perahu. Tidak ada perbedaan kelas, jumlah antar tim tidak sama , bisa satu perahu 50 orang atau 60 orang. Ini uniknya, pendayung banyak belum tentu menang, karena menurut mitos yang ada di sana, kemenangan itu ditentukan dari kekuatan magis yang terdapat pada kayu perahu serta kesaktian sang pawang dalam mengendalikan perahu.
Dari 50 atau 60 pendayung, ada anggota tim disebut ‘anak pacu’ dengan beberapa tugas masing-masing dan sebutannya, seperti ‘tukang kayu’, ‘tukang concang’ yang menjadi komandan atau pemberi aba-aba, dan ‘tukang pinggang’ yang menjadi juru mudi.
Ada juga ‘tukang onjai’ yang bertugas memberi irama di bagian kemudi dengan cara menggoyang-goyangkan badannya, dan ‘tukang tari’ yang membantu ‘tukang onjai’ dalam memberi tekanan agar seimbang, agar perahu dapat berjungkat-jungkit secara teratur dan berirama.
Perlombaan Pacu Jalur menggunakan sistem gugur, sehingga peserta yang sudah kalah di awal tidak boleh ikut bermain lagi. Sedangkan pemenang-pemenangnya akan diadu kembali untuk mendapatkan pemenang utama.
Keunikan lain, di bibir sungai terlihat sebuah meriam. Untuk apa ? Festival akan dimulai dengan bunyi menggelegar meriam, sebuah tanda yang unik untuk memulai suatu perlombaan.
Kenapa harus menggunakan meriam dan bukan peluit saja? Karena jika menggunakan peluit, suaranya tidak akan dapat terdengar oleh semua peserta lomba. Ini disebabkan luasnya arena lomba dan keramaian ratusan ribu penonton yang menyaksikan perlombaan sepanjang sungai.