PIALA EROPA 2020

Spanyol dan Krisis Kepemimpinan

Perca | Selasa, 22 Juni 2021 - 21:02 WIB

Spanyol dan Krisis Kepemimpinan
Bek Spanyol, Pau Torres (merah) hanya bisa menyesali ketika jala timnya dibobol penyerang Polandia,Roberts Lewandowski, saat kedua tim bertemu di penyisihan grup. (TWITTER UEFA)

Peran Pedri sama dengan dengan Rodri sebagai gelandang bertahan --mengisi posisi kapten utama yang belum bermain, Sergio Busquets-- yang menjadi jembatan aliran bola, atau dalam istilah sepakbola modern adalah gelandang "pengangkut air". Peran Pedri itu bisa dianggap pas kalau Spanyol memakai pola 4-2-1-3, yang memungkinnya menjadi double pivot bersama Rodri. Tapi, untuk posisi itu pun, dia belum pas, karena pemain Barcelona itu bukan tipikal destroyer yang bisa merampas bola dan bermain keras.

Tetapi, nampaknya, Pedri sudah menajadi anak emas Enrique. Sebab, ketika beberapa pemain di sektor penyerangan diganti, termasuk Koke, Moreno, Olmo, atau Morata  –saat berhadapan dengan Polandia— Pedri tetap berada dalam tim sampai akhir. Padahal di benc, masih ada gelandang yang lebih baik dalam menyerang maupun bertahan seperti Thiago Alcantara, Adama Taore, atau yang lainnya untuk menambah daya gedor Spanyol.


Di luar itu, Spanyol butuh seorang pemimpin di lapangan. Enrique boleh saja memberikan strategi dan taktik sebagai seorang pelatih, tetapi di lapangan dia harus punya seorang pemimpin yang punya karakter kuat yang menjadi komandan. Dengan pemain-pemain yang rata-rata berkualitas bagus, tanpa pemimpin yang hebat, dua hasil seri tersebut adalah jawabannya.

Dengan memilih pemain senior seperti Jordi Alba sebagai kapten, rasanya kurang pas untuk posisi pemimpin di lapangan. Sebabnya, di klubnya, Barcelona, Alba bukan seorang pemimpin. Kapten di Barcelona adalah Lionel Messi yang menerima warisan dari Xavi Hernandez. Mungkin pilihan terhadap Busquets lumayan pas, karena dia juga kapten pengganti di Barcelona. Tetapi menurut saya, yang paling pas adalah Koke. Pemain bernama panjang Jorge Resurrección Merodio ini adalah kapten Atletico Madrid, juara La Liga musim lalu.

Di sepanjang pertandingan, dialah pemain yang selalu beteriak mengingingatkan posisi kawan-kawannya, baik saat menyerang maupun bertahan. Dia bermain baik ikut menjaga stabilitas lapangan tengah, sering menjadi awal dalam serangan langsung ke kotak penalti lawan, dan sudah berada di kotak penalti sendiri ketika bertahan. Dia juga selalu berada di depan ketika terjadi permasalahan, kericuhan, bicara langsung dengan wasit, dan lain-lain yang memang dibutuhkan sebagai karakter seorang pemimpin.

Akan halnya Jordi Alba, tidak diragukan lagi dia adalah salah satu bek kiri terbaik yang punya keseimbangan dalam bertahan maupun menyerang. Tapi sebagai seorang kapten, dia sangat pasif. Tak banyak bicara, jarang berteriak dan tak memperlihatkan diri sebagai seorang pemimpin. Bandingkan dengan kapten-kapten tim lainnya seperti halnya Hugo Lloris (Prancis), Robert Lewandowski (Polandia), Gareth Bale (Wales), Giorgio Wijnaldum (Belanda) atau Simon Kjaer (Denmark)  --sekadar menyebut nama— yang terlihat jelas perannya sebagai seorang pemimpin.

Krisis kepemimpinan ini, saya kira –juga permasalahan lainnya— yang membuat tim sebagus Spanyol seperti tim biasa saja, tak jauh beda dengan tim-tim semenjana seperti Skotalandia, Hongaria, atau yang lainnya. Mungkin Spanyol bisa lolos ke 16 Besar dengan mengalahkan Slovakia di partai terakhir, tetapi jika tetap seperti ini, mungkin La Fujia Roja akan kesulitan bersaing untuk merebut gelar juara.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook