PIALA EROPA 2020

Eriksen, Kjaer, dan Belatung UEFA

Perca | Rabu, 16 Juni 2021 - 14:08 WIB

Eriksen, Kjaer, dan Belatung UEFA
Kapten Denmark, Simon Kjaer, ketika menenangkan kekasih Crhistian Eriksen, Sabrina Kvist Jensen, yang menangis melihat orang terkasihnya kolaps dalam pertandingan Piala Eropa antara Denmark vs Finlandia di Stadion Parken, Kopenhagen, Sabtu (12/6/2021). (TWITTER UEFA)

Catatan Hary B Koriun

CHRISTIAN Eriksen selamat dari maut saat memperkuat Denmark vs Finlandia, 12 Juni 2021 lalu. Dia roboh dan kolaps saat akan menerima lemparan ke dalam dari rekannya di sisi kanan pertahanan Finlandia. Bek kiri Joakim Maehle Pedersen menjadi orang pertama yang berusaha membuka mulut Eriksen. Tak bisa, kapten Simon Kjaer kemudian mengambil alih dan berhasil membuka mulut Eriksen, menarik lidahnya keluar agar tak tertelan.


Kjaer memberi pertolongan pertama yang sangat berarti sebelum tim medis datang. Beberapa sumber termasuk jurnalis Sky Sport, Angelo Mangiante, menyebut Kjaer juga melakukan tindakan medis CPR kepada Eriksen. Lalu bek AC Milan itu meminta semua rekannya berdiri berkeliling menutupi Eriksen yang sedang ditolong oleh dokter dan tim medis lainnya agar tidak bisa dibidik kamera fotografer. Kamera televisi tahu bahwa hal seperti ini tak elok disiarkan. Semua kameramen hanya mengambil angle-angle lainnya, dan melakukan shoot hanya dari jarak jauh ke posisi Eriksen ditolong.

Semua pemain Denmark menghadap ke luar sambil bergandengan tangan atau berdoa. Terlihat Thomas Delaney yang paling terpukul. Dia tak bisa membendung air matanya. Berkali-kali diusapnya. Pemain yang lain juga melakukan hal yang sama. Hanya Kjaer yang menghadap dan melihat bagaimana Eriksen ditolong tim medis. Dia nampak kuat dan tegar, meski matanya juga terlihat memerah.

Lalu, ketika kekasih Eriksen, Sabrina Kvist Jensen, turun ke lapangan sambil menangis diantar oleh Kasper Schmeichel, Kjaer memeluknya. Dia seperti mengatakan "Biarlah dokter menanganinya. Percayalah, Tuhan pasti menyelamatkan orang yang kita cintai", sambil memeluk perempuan cantik yang sedang bersedih tersebut.

Setelah itu, seluruh isi Stadion Parken di Kopenhagen terdiam dengan mata berair dan raut muka sedih semua orang yang ada di sana. Semua menunggu hampir 15 menit. Termasuk para pemain dan ofisial Finlandia yang juga banyak yang bersedih sambil berdoa.

Untunglah, Tuhan memang akhirnya menyelamatkan Eriksen. Doa semua orang di stadion dan jutaan lainnya yang melihat di televisi --termasuk saya dan Anda-- diijabah. Ketika Eriksen dibawa dengan kereta dorong oleh tim medis keluar stadion untuk dilarikan ke rumah sakit, para pemain Denmark tetap berkeliling di posisi yang tidak tertutup oleh kain yang dibawa ofisial. Dalam sebuah unggahan di media sosial, terlihat Eriksen sudah bangun dengan mata terbuka. Semua orang menjadi senang dan bahagia.

Semua orang berdoa untuk Eriksen. Untuk kehidupan dan kesembuhan gelandang yang di awal-awal bermain di Inter Milan sempat dipandang sebelah mata oleh Antonio Conte  itu. Jose Mourinho sampai mengaku menangis saat berdoa untuk pemain yang tidak lama dilatihnya di Tottenham Hotspur tersebut. Romelu Lukaku mempersembahkan dua golnya ke jala Rusia untuk kesembuhan Eriksen. Penyerang Austria, Michael Gregoritsch, menuliskan kata-kata dukungan di jersey yang sudah dipersiapkan untuk Eriksen.  Lalu bek kanan Maroko, Achraf Hakimi –rekan Eriksen di Inter Milan--  membuat simbol jari 2-4 sebagai dukungan untuk Eriksen setelah mencetak gol ke jala Burkina Faso dalam partai persahabatan. Dan, memang, semua doa untuk Eriksen.

Beberapa hari kemudian, melalui ofisial Denmark, Eriksen mengatakan kalau dia sudah lumayan baik. Dia mengucapkan terima kasih atas dukungan semua orang kepada dirinya. Lalu, dia juga mengumumkan hal tersedih yang harus dilakukannya: gantung sepatu lebih cepat. Dia mengikuti saran dokter. Karena sangat berbahaya kalau dia tetap bermain sebagai pemain profesional. Risikonya terlalu tinggi. Di usia 29 tahun, Eriksen mengikuti jejak beberapa pemain dunia yang bermasalah dengan jantungnya. Salah satunya wonderkid Real Madrid, Ruben de la Red. Dia tak mau mengambil risiko seperti yang kini masih dilakukan oleh bek Belanda, Daley Blind. Terkhusus, dia berterima kasih kepada kaptennya, Simon Kjaer, yang telah melakukan hal terbaik baginya.

Apa yang dilakukan Kjaer memang heroik. Dia memahami SOP penanganan pertama untuk kejadian seperti itu dengan tenang dan sigap. Banyak orang yang kemudian memberikan jempol untuk apa yang dilakukan oleh Kjaer. Wartawan senior Piers Morgan menulis di Twitternya, bahwa Kjaer adalah kapten, pemimpin sejati, dan pahlawan. Dia melakukan itu semua sebagai tanggung jawab selayaknya kepala keluarga yang melindungi anggota keluarganya dengan berbagai cara, tapi tetap tenang dan elegan.

“Kapten Denmark @simonkjaer.official memastikan Eriksen tidak menelan lidahnya ketika dia tidak sadar, memberinya CPR, menyuruh skuad untuk membentuk perisai pelindung di sekelilingnya, menenangkan kekasih Eriksen yang ketakutan dan sekarang telah memimpin timnya kembali ke permainan,” lanjut cuitan Morgan di Twitter.

Apa yang dilakukan Kjaer membuat para pendukung Inter Milan luluh. Sebagai tim sekota, hubungan suporter AC Milan dan Inter tak pernah akur. Saling bermusuhan sejak lama. Namun, apa yang dilakukan Kjaer untuk Eriksen, membuat salah satu pendukun garis keras Inter, Curva Nord, menafikan rivalitas tersebut. Mereka angkat topi berterima kasih atas upaya penyelamatan nyawa Eriksen yang dilakukan oleh mantan pemain Midtjylland, Palermo, Wolfsburg, AS Roma, Lille, Fenerbahce, Sevilla, dan Atalanta tersebut.

Sayangnya, simpati dan empati yang dilakukan dunia untuk Eriksen, Kjaer dan tim Denmark itu –yang menjelaskan bahwa sepakbola lebih menyatukan orang dengan menafikan perbedaan agama, relasi politik, ras, dan sebagainya--  tak dilakukan oleh Federasi Sepakbola Eropa, UEFA. Dalam kondisi mental seluruh pemain yang drop setelah kolapsnya Eriksen, para pemain Demark dipaksa untuk melanjutkan pertandingan. UEFA menganggap regulasi harus tetap dijalankan meski dalam kondisi force majeure seperti itu.

Legenda Denmark yang juga ayah Kasper Schmeichel,  Peter Schmeichel, marah dengan kejadian itu. Dia mengatakan UEFA beralasan seluruh pemain yang minta pertandingan dilanjutkan, padahal tidak. Schmeichel menerangkan, selain melanjutkan sisa 50 menit pertandingan, pemain Denmark diberi dua opsi lainnya. Dua opsi itu adalah melanjutkan laga pada esok harinya atau dinyatakan kalah 0-3.

"Jadi, (pemain diminta, red) menyelesaikan masalahnya sendiri. Apakah keinginan para pemain untuk bermain? Apakah mereka benar-benar punya pilihan? Saya tidak berpikir mereka punya. Seperti yang Anda dengar dari konferensi pers, pelatih Kasper Hjulmand, dia sangat menyesal membiarkan para pemain kembali ke lapangan," ujar kiper yang membawa Denmark juara Piala Eropa 1992 itu.

Apa yang dilakukan UEFA itu sungguh menyedihkan. Ketika seluruh dunia memberikan empati dan simpati kepada Eriksen –bahwa nyawa lebih penting dari persoalan kalah-menang—UEFA justru bersikap seperti belatung yang memakan daging dari dalam. Para pejabat UEFA kehilangan rasa kemanusiaannya, karena yang ada dalam pikiran mereka hanyalah menghormati sponsor dan pemegang hak siar. Padahal, jika pertandingan dihentikan dan dinyatakan imbang –sebagaimana hasil sebelum Eriksen kolaps—pasti tak ada pihak yang protes.

Dalam keadaan tekanan psikologis yang kuat, Kjaer dkk harus tetap bermain dan akhirnya kalah. Penyerang Finlandia, Joel Pohjanpalo yang mencetak gol di menit ke-60, memilih tak merayakan gol tersebut demi menghormati Denmark yang tengah berduka. Tekanan psikologis itu juga dialami Pierre-Emile Kordt Højbjerg yang maju mengambil penalti pada menit ke-74. Orang bisa memaklumi ketika dia gagal menjalankan tugasnya.

Tapi di luar semua itu, di tengah rasa kemanusiaan dan empati seluruh dunia untuk Eriksen, Kjaer, dan seluruh tim Denmark,  saya kehilangan simpati kepada UEFA yang tetap melanjutkan pertandingan itu.***

 

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook