Belgia menitikberatkan pada sektor flank untuk melakukan serangan dengan menempatkan masing-masing dua pemain yang akan maju-mundur bergantian. Thorgan yang di klubnya, Borussia Dortmund, aslinya adalah seorang gelandang kiri atau sayap kiri, dijadikan bek-sayap kiri oleh Martinez. Selama ini dia bermain sangat baik, dengan atau tanpa golnya ke jala Portugal dan Denmark. Di sektor kanan, Thomas Meunier dan Mertens (sebagai pengganti De Bruyne) adalah mesin teror yang tak kalah baiknya.
Italia bisa mengimbangi kekuatan lini tengah Belgia dengan menempatkan Manuel Locatelli, Jorginho dan Nicola Barella atau Marco Verratti. Selama ini mereka dianggap belum punya lawan sepadan hingga babak 16 besar dan menghadapi tim sekelas Belgia, mereka harus waspada dan bekerja keras.
Nah, pertarungan menarik akan terjadi antara lini serang vs pertahanan masing-masing. Menghadapi trio Lorenze Insigne, Ciro Immobile, dan Domenico Berardi, pertahanan Belgia yang dikawal John Vertongen, Thomas Vermaelen, dan Toby Alderweireld akan mendapatkan lawan yang sepadan. Selama ini, bahkan seorang penyerang sekelas Cristian Ronaldo pun dibikin mati kutu oleh mereka.
Dalam komposisi penyerangan ini, Belgia juga harus hati-hati karena Leonardo Spinazolla akan lebih mirip seorang pemain sayap ketimbang full-back dalam formasi 4-3-3. Jika Meunier terlalu percaya diri dengan sering meninggalkan posnya, maka lubang ini akan dieksplorasi oleh bek AS Roma tersebut. Dalam beberapa pertandingan yang sudah dimainkannya, peran Spinazzola dalam menyerang sudah terlihat hasilnya.
Sementara itu, lini pertahanan Italia yang kehilangan Giorgio Chiellini, harus bertarung dengan salah satu penyerang terbaik dunia pada diri Romelu Lukaku. Italia boleh menggunakan cara yang dilakukan Portugal untuk mematikan Lukaku, yakni menjauhkannya dengan para pengumpannya. Baik dengan memotong jalur distribusi bola dari flank kanan-kiri maupun dari Witsel dan Tielemans. Saat melawan Portugal, Lukaku memang menjadi terasing di pertahanan lawan karena jarang mendapatkan bola.
Memang masih ada Mertens atau Carrasco, atau Meunier dan Thorgan, namun ini berbeda kalau Hazard atau De Bruyne bermain. Dengan perhitungan ini, maka hal yang paling mungkin bagi Italia untuk menghentikan Lukaku adalah memenangkan lini tengah, baik dalam komposisi ketika menyerang maupun bertahan. Baik Leonardo Bonucci maupun Franceso Acerbi, pasti tahu bagaimana bahayanya jika Mertens memberikan umpan kepada Lukaku. Jika satu lawan satu, baik Bonucci maupun Acerbi pasti kerepotan menjaga penyerang Inter Milan itu. Ini sudah terbukti di Serie A.
Di luar semua prediksi dan catatan tersebut, Belgia dan Italia adalah dua tim yang lebih dari pantas untuk menjadi juara di Piala Eropa 2020 ini. Belgia sebagai tim rangking satu FIFA, sebenarnya masa emasnya terjadi saat Piala Dunia 2018 lalu. Namun dengan sisipan beberapa pemain muda, mereka tetap menjaga konsistensinya.
Sebaliknya, Italia di tangan Roberto Mancini sedang membangun tim kolektif yang diisi pemain-pemain muda yang penuh vitalitas. Sejak awal, Mancini memang mengandalkan pemain-pemain yang berasal dari banyak klub, yang selama ini jarang dilakukan banyak pelatih Italia. Dan, sejak di tangan Mancini, sudah lama Italia tak merasakan kekalahan.
Siapa yang lolos dari pertandingan ini akan menjadi musuh paling menyulitkan siapa pun yang akan dihadapinya di semifinal, bahkan mungkin final.***