JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Mulai tahun 2020 ujian sekolah berstandar nasional (USBN) sudah tidak ada lagi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggantinya dengan ujian sekolah biasa sebagai tes kelulusan. Namun, jika sekolah masih tetap ingin menggunakan USBN dipersilakan.
Melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 42 tahun 2019, Mendikbud Nadiem Makarim menyatakan, ujian kelulusan sepenuhnya diselenggarakan oleh sekolah. Makanya, tidak ada lagi titipan soal dari Kemendikbud (soal jangkar). Sekolah diberi keleluasaan menentukan penilaian kelulusan siswa.
Tujuannya, kata Nadiem, agar kelulusan siwa tidak hanya ditentukan hanya oleh soal ujian pilihan ganda yang selama ini terjadi. ”Jadi seperti mini UN (ujian nasional, red) di sekolah-sekolah. Nah, itu adalah kesalahan,” ujar menteri termuda kabinet Indonesia Maju itu.
Menurut dia, sekolah harus menggelar ujian kelulusan sendiri. Agar penilaian yang dilakukan pada siswa lebih variatif dan komprehensif. Dalam peraturan tersebut disebutkan bentuk ujian sekolah bisa berupa portofolio, penugasan, tes tertulis, maupun bentuk kegiatan lain yang ditetapkan sekolah. Tentunya mengacu standar nasional pendidikan. Artinya, guru yang berhak menilai. Bukan pemerintah pusat dengan UN maupun USBN.
”Karena guru yang mengetahui kegiatan, perkembangan, dan kinerja siswa sehari-hari. Guru yang lebih dekat dengan siswa,” beber Nadiem.
Sementara itu, banyak yang bilang guru-guru belum siap. Nadiem membenarkan itu. Namun, mantan bos Gojek tersebut mengingatkan, bahwa semangat yang diusungnya adalah merdeka belajar. Dia tidak memaksa sekolah untuk menerapkannya. Artinya, jika guru belum siap dan masih ingin menggunakan format USBN, Nadiem mempersilakan.
”Ini bukan pemaksaan untuk menerapkan harus bikin versi baru. Bukan!” tegas mantan bos Gojek tersebut. Namun, bagi sekolah yang ingin melakukan penilaian dengan cara lebih holistik tentu sangat diapresiasi.(han/jpg)