JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2022 dianggap masih menyisakan catatan minor. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyoroti terkait seleksi guru PPPK yang semula diharapkan menjadi solusi atas minimnya kesejahteraan guru, ternyata makin terlihat berantakan.
Janji yang pernah diungkapkan Mendikbudristek dan Menpan RB untuk mengangkat 1 juta guru honorer menjadi ASN PPPK disebut hanya janji belaka. Pada 2021 hanya 293 ribu yang dapat formasi PPPK.
“Peringatan HGN 2022 harus dijadikan momentum yang tepat bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengevaluasi semua kebijakannya mengenai guru. P2G menilai ada 5 catatan kritis evaluatif terkait persoalan guru di Tanah Air saat ini,” kata Koordinator P2G Satriwan Salim dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Kamis (24/11/2022).
Pertama, kesejahteraan guru khususnya honorer masih jauh panggang dari api. Padahal negara berutang besar kepada guru honorer, yang berjumlah lebih dari 1 juta orang. Mereka masih digaji jauh di bawah UMP/UMK daerah. Rata-rata Rp500 ribu–Rp1 juta per bulan. Padahal berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dalam pasal 14 disebutkan guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
“Sampai 2024 Indonesia membutuhkan 1,3 juta guru ASN di sekolah negeri. Pada 2021 saja kita membutuhkan 1.002.616 guru ASN PPPK secara nasional. Tapi sialnya, hanya 293.860 guru yang lulus dan dapat formasi dari Pemda. Lebih mengenaskan, sebanyak 193.954 guru lulus tes PPPK namun tak kunjung mendapatkan formasi hingga November 2022 ini,” kata Satriwan.
Kedua, P2G sangat menyayangkan masih terjadinya kekerasan bullying di satuan pendidikan baik yang korbannya siswa maupun guru. P2G mendesak organisasi profesi guru terlibat memberikan pemahaman mengenai hak-hak anak seperti UU Perlindungan Anak bagi guru agar tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik siswa.
“Kekerasan di sekolah makin menjadi-jadi, sekolah sudah keadaan darurat. Kemdikbud, Kemenag dan Pemda mesti gerak cepat. Jangan sampai kita menormalisasi kekerasan apapun bentuknya. Banyak sekolah yang belum sadar kewajiban mereka mencegah dan menanggulangi kekerasan sesuai Permendikbud 82 Tahun 2015,” lanjutnya.
Maraknya guru yang terjebak pinjaman online (pinjol) juga meresahkan bagi P2G. Sebab guru sebagai figur pendidik yang semestinya bertindak rasional dan melek literasi finansial ternyata sebaliknya. Data OJK menyebutkan, sebanyak 42 persen masyarakat yang terjerat pinjol ilegal adalah guru, artinya guru paling banyak terjebak pinjol. Ini fakta sangat menyedihkan sekaligus menimbulkan pertanyaan lebih lanjut.
Ketiga, P2G menilai kebijakan Mendikbudristek melakukan digitalisasi pendidikan khususnya melalui kanalisasi tunggal Platform Merdeka Mengajar (PMM) justru kontraproduktif dengan semangat Merdeka Mengajar. P2G menerima laporan dari para guru di daerah termasuk anggota P2G, keberadaan PMM ternyata menyulitkan dan menambah beban administratif guru dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.
“Dalam implementasi Kurikulum Merdeka, guru diwajibkan oleh Dinas Pendidikan dan Pengawas Sekolah mengisi sampai tuntas PMM. Bahkan kepala sekolah akan diberi sanksi jika guru terlambat atau tidak mengisi konten PMM. Dulu kami dibebani administrasi, sekarang guru dibebani aplikasi,” jelasnya.
Keempat, P2G mendesak Kemdikbudristek untuk membuka kembali dan melanjutkan uji publik RUU Sisdiknas secara dialogis dengan semua stakeholder pendidikan. Paska ditolaknya RUU Sisdiknas oleh Badan Legislasi Nasional DPR RI September 2022 lalu, Kemdikbudristek tidak lagi mengadakan uji publik dan dialog mengenai RUU Sisdiknas.
Padahal ditundanya RUU masuk Prolegnas hendaknya dijadikan momentum bagi Kemdikbudristek memperbaiki Naskah Akademik dan Batang Tubuh RUU Sisdiknas agar sesuai dengan aspirasi seluruh pemangku kepentingan pendidikan nasional.
Kelima, P2G meminta Kemdikbudristek, Kemenag, dan Pemda bersama BNPB dan lembaga terkait gencar memberikan sosialisasi dan pelatihan bagi warga sekolah terkait kesiapsiagaan bencana. P2G mengapresiasi Kemdikbudristek yang sudah mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 33 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB). Bahkan Kemdikbudristek sebenarnya bersama BNPB sudah membuat Sekretariat Bersama SPAB.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman