JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) saat ini menjadi perbincangan hangat. Bagaimana tidak, mundurnya Lembaga Pendidikan (LP) Maarif Nahdlatul Ulama (NU), Persyarikatan Muhammadiyah dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pun menjadi kejanggalan besar atas program tersebut.
Ketua Lembaga Pendidikan (LP) Maarif Nahdlatul Ulama (NU) Arifin Junaidi pun mengatakan bahwa kasus keluarnya beberapa organisasi besar pendidikan di Indonesia ini menjadi penguat bahwa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim tidak mengetahui soal sejarah pendidikan Indonesia.
"Keluar istana, sebelum jadi menteri, dia bilang, dia hanya tau masa depan, tidak masa lalu, termasuk dalam bidang pendidikan, ini terbukti kan. Masa lalu organisasi yang berjalan di kegiatan pendidikan Indonesia, dia tidak tau," ungkapnya dalam diskusi online, Sabtu (25/7).
Kemudian, permasalahan lainnya adalah ketika peresmian POP, di mana Nadiem sendiri mengatakan bahwa kategori dalam POP bisa saja berubah. Kata dia, ini mengindikasikan bahwa NU serta Muhammadiyah bisa melempem kinerjanya.
"Dia menyatakan kita tidak pernah tau sekarang ini gajah, besok jadi apa, yang sekarang ini kijang bisa jadi gajah. Ini kan indikasinya sekarang NU dan Muhammadiyah dapet gajah, tapi besok jadi gajah kempes?. Sekarang yang lain-lain itu kijang, tapi boleh jadi besok jadi gajah, jadi dari situ sudah (diskredit lembaga)," ungkapnya.
Dia pun mengungkapkan bahwa pihaknya tidak ingin masuk ke dalam program yang hanya menghamburkan anggaran negara. Apalagi di tengah pandemi seperti sekarang.
"Kami tidak ingin terlibat dari uang negara, kalau kami ikut ya harus berjalan dengan baik," tuturnya.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji pun mempertanyakan kenapa Kemendikbud mengajak beberapa organisasi yang baru di dunia pendidikan untuk menjalankan program tersebut. Bukan, yang lebih paham seperti NU dan Muhammadiyah.
Dia menambahkan, hal ini menjadi bukti bahwa Nadiem tidak mengetahui masa lalu, khususnya untuk peran NU dan Muhammadiyah dalam memberantas masyarakat buta huruf sebelum kemerdekaan Indonesia.
"Ini mungkin ketidaktahuan Mendikbud, ketika dulu awal dilantik ini memang Mas Menteri pernah bilang "aku ngga tau masa lalu, tapi kira-kira aku tau masa depan", ya ini membuktikan kebenaran itu, orang bicara pendidikan itu sebelum Indonesia merdeka, siapa yang mendidik bangsa ini, kalau bicara ormas ya NU dan Muhammadiyah. Mereka punya sekolah dan pesantren dan sudah menjalankan pendidikan sebelum Indonesia merdeka," terang dia kepada JawaPos.com, Kamis (23/7).
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi