PENDIDIKAN

MPR Minta Pemerintah Masukkan Guru Agama dalam Rekrutmen 1 Juta Guru PPPK

Pendidikan | Senin, 08 Maret 2021 - 16:30 WIB

MPR Minta Pemerintah Masukkan Guru Agama dalam Rekrutmen 1 Juta Guru PPPK
HIDAYAT NUR WAHID

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW) melihat adanya ketidakadilan dalam program rekrutmen 1 juta guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tahun 2021 dari KemenPAN-RB hanya untuk guru-guru di bawah Kemendikbud dan tidak atau belum mengalokasikannya buat guru-guru agama Islam/non Islam yang bernaung di bawah Kemenag.  

Hal itu membuat banyak organisasi guru agama seperti Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam se-Indonesia menyuarakan keprihatinan karena merasa tidak diperhatikan.


Untuk itu, Hidayat meminta agar pemerintah berlaku adil dan mendesak Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mempertemukan KemenPAN-RB, Kemenag serta Kemendikbud agar menetapkan alokasi rekrutmen PPPK untuk guru-guru agama honorer.

Hidayat mengingatkan, guru agama selama ini memegang peran penting dalam mengimplementasikan UUD NRI 1945 pasal 31 ayat (3 dan 5) yakni penyelenggaraan pendidikan yang meningkatkan keimanan, ketakwaan serta akhlak mulia bangsa secara berkualitas. 

Namun, peran penting tersebut sering kali tidak mendapatkan apresiasi dan keberpihakan negara, salah satunya tidak dialokasikannya guru agama dalam program PPPK tersebut. 

“Padahal, kami di Komisi VIII DPR-RI dan Asosiasi Guru PAII sejak awal telah mengingatkan agar guru agama diikutsertakan dalam rekrutmen tersebut, dan KemenPAN-RB pun menyatakan bahwa Kemendikbud hanya memasukkan sekitar 568 ribu dari formasi 1 juta guru PPPK. Jadi masih tersedia 432 ribu formasi guru PPPK yang mungkin diangkat dari kalangan guru agama,” kata HNW dalam keterangannya, di Jakarta, Senin (8/3/2021). 

Lebih jauh, HNW yang juga anggota DPR-RI Komisi VIII sebagai mitra Kementerian Agama mengungkapkan, pada rapat terakhir Komisi VIII dengan Kemenag tanggal 18 Januari 2021, aspirasi untuk mendukung pemenuhan kebutuhan guru dan dosen di bawah lingkungan Kemenag melalui rekrutmen PPPK telah disampaikan dan masuk dalam keputusan rapat. 

Kementerian Agama kemudian berkirim surat kepada Kemenko PMK dan Kementerian PAN-RB untuk menyampaikan usulan tersebut. Namun, sampai awal Maret 2021, rupanya belum ada political will pemerintah untuk laksanakan tuntutan keadilan bagi guru agama, sehingga Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam se-Indonesia menyampaikan sikap siap mogok bila rekrutmen 1 juta guru PPPK masih tidak memasukkan guru agama. 

Pimpinan MPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mendesak pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Karena, PP tersebut tidak menghadirkan keadilan untuk guru agama terutama di Pasal 6 ayat (2) yang menyebutkan bahwa pendidik pada pendidikan agama swasta disediakan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan. 

Menurut HNW, ketentuan tersebut secara gamblang mengisolir peran pendidik agama dari keberpihakan pemerintah, sehingga implikasinya adalah guru agama cenderung akan terus menjadi honorer karena pemerintah tidak ditugaskan untuk mengayomi mereka. 

Padahal di saat yang sama, guru agama secara nyata membantu negara menjalankan UUD 1945 Pasal 31 tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam hal pendidikan agama, lembaga pendidikan swasta merupakan pilar utama karena perannya yang mencapai lebih dari 80%, sehingga pemerintah harusnya berterima kasih dan menunjukkan keberpihakan. 

Dirinya mendesak agar revisi PP 55/2007 segera dilakukan dengan memasukkan ketentuan kewajiban pemerintah merekrut pendidik keagamaan swasta dengan kriteria tertentu, misalnya dilihat dari kualitas maupun jangka waktu pengabdian. 

“Jangan sampai guru agama yang berkualitas atau telah puluhan tahun mengabdi demi membangun moral/akhlak bangsa, tidak juga mendapat apresiasi Negara sehingga hidupnya kesulitan hingga masa tuanya," tambahnya.

Pemerintah, sambung dia harus alokasikan rekrutmen PPPK/CPNS untuk mereka sebagaimana guru lainnya. Dan Kementerian Agama juga harus serius memperjuangkan keadilan dan hak-hak guru agama honorer, agar keadilan sosial benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia dan bangsa ini ke depan tidak kehilangan guru agama. 

"Agar guru agama makin termotivasi untuk tingkatkan kualitas dan hasil pendidikan agama untuk keunggulan dan kemajuan bangsa dan negara,” pungkasnya.

 

Laporan: Yusnir (Jakarta)

Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook