Mendidik Publik, Membudayakan Riset di Masyarakat

Pendidikan | Selasa, 15 Agustus 2017 - 20:26 WIB

Mendidik Publik, Membudayakan Riset di Masyarakat
Ali Ghufron Mukti Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) mengajak masyarakat berpikir rasional

Makassar (11/8) – Dalam rangka memperingati  Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-22 Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti mengadakan sebuah seminar Science Communication dengan tema “Mendidik Publik, Membudayakan Riset di Masyarakat”.

Acara yang digelar di Aula Kopertis IX kota Makassar dan dihadiri oleh ratusan peserta dari kalangan akademisi, mahasiswa, dan profesional.


Banyaknya pandangan masyarakat yang masih pikir irasional, Ali Ghufron Mukti Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dalam acara seminar tersebut mengajak masyarakat berpikir rasional .Dalam sambutanya mengatakan “saat ini banyak masyarakat Indonesia yang belum menganggap penting ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebaliknya, hal yang berbau tidak logis dan tidak rasional justru digemari .Masyarakat cenderung lebih mempercayai hoax atau hal yang tidak rasional. Contohnya, ada pengobatan yang disembur air percaya, ada orang yang menggandakan uang juga percaya.  Padahal itu tidak masuk dalam logika sains. Sedangkan ada teknologi nuklir yang memiliki banyak manfaat justru ditakuti,” ujar Ghufron.

Oleh karena itu, Seminar Science Communication yang di adakan dalam rangka Hakteknas mengangkat tentang pentingnya komunikasi sains bagi masyarakat. Adapun komunikasi sains ini bisa dilakukan melalui media cetak, media elektronik, maupun secara face to face atau tatap muka.

Science communication adalah sebuah konsep yang intinya mengomunikasikan sains dari scientist ke scientist, maupun dari scientist ke non-scientist untuk mengubah masyarakat agar lebih berpikir secara rasional,” paparnya.

Lebih lanjut, Ghufron menekankan bahwa fondasi dari science communication adalah riset dan penelitian. Menurut dia, semakin tinggi jabatan akademisi, maka harus semakin banyak penelitiannya.

“Tahun 2015 posisi Indonesia masih rendah. Sejak ada kebijakan dosen dan profesor harus menulis, penelitian di Indonesia semakin meningkat. Tercatat pada 2016, target publikasi ilmiah internasional sebanyak 6.500 jurnal, namun hasilnya mencapai 11.865 jurnal. Sekarang baru setengah tahun sudah mencapai 9.501 jurnal. Ini luar biasa,” lanjutnya.

Ghufron menambahkan, peran perguruan tinggi kini tidak hanya menjadi agent of education. Namun, Dosen dan peneliti harus menjadi agent of research and culture, demi membangun karakter masyarakat yang rasional.Kalangan akademisi dapat memulai terlebih dahulu dalam melakukan komunikasi sains. Kemudian didukung oleh stakeholder lain, termasuk kalangan media.

“Dengan science communication, masyarakat tidak gampang ditipu dan percaya hoax. Semua berbasis rasional agar masyarakat menjadi knowledge citizen,” simpulnya.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook