(RIAUPOS.CO) - Kebijakan Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru menerbitkan surat bagi perangkat rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) agar mundur dari jabatan jika menjadi calon legislatif (caleg), menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Kini, surat yang telah disebar kepada suluruh camat itu bakal dikaji ulang. Menyusul ada penolakan dari sejumlah ketua RT dan RW di Kota Bertuah.
Penolakan tersebut ditunjukkan oleh puluhan ketua RT dan RW yang tergabung dalam Forum RT/RW dengan mendatangi Kantor Wali Kota Pekanbaru, Senin (27/8). Kedatangan mereka mempertanyakan dan minta penjelasan terhadap surat nomor100/POTDA-462/VIII/2018 yang ditujukan kepada seluruh camat perihal inventarisasi pengurus RT dan RW yang masuk daftar calon anggota legislatif sementara (DCS).
Di mana dalam surat yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 5 Tahun 2007 tentang pedoman penataan lembaga kemasyarakatan. Terdapat empat poin penting. Di antaranya, pertama dalam surat edaran itu, bahwa pengurus lembaga kemasyarakatan RT dan RW tidak boleh merangkap jabatan pada lembaga kemasyarakatan lainnya dan bukan anggota salah satu partai politik.
Lalu poin kedua, sehubungan hal tersebut dengan telah dikeluarkan DCS 2018 oleh KPU Provinsi Riau, KPU Kota Pekanbaru, agar camat menginventarisasikan RT/RW di wilayahnya yang terdaftar dalam DCS dimaksud dengan berkoordinasi ke KPU Kota Pekanbaru. Ketiga, bagi perangkat ketua RT dan RW yang telah terdaftar dalam DCS, jika tidak ada surat pengunduran diri dari yang bersangkutan, pejabat yang berwenang dapat menghentikan dengan hormat. Selanjutnya ditunjuk atau dipilih pejabat RT/RW yang baru sesuai peraturan yang berlaku.
Terakhir, camat diminta untuk tidak lagi membayarkan honorarium atau insentif bagi ketua RT dan RW yang terdaftar pada calon legislatif, terhitung mulai tanggal ditetapkannya DCS oleh KPU, KPU Provinsi Riau dan KPU Kota Pekanbaru. Di lorong lantai III kantor Wali Kota Pekanbaru tampak dipenuhi puluhan perangkat RT dan RW mengenakan baju kemeja warna putih berpadu warna biru. Mereka berdiri disepanjang lorong menunggu Sekretaritasi Kota (Pemko) Pekanbaru M Noer MBS untuk bertemu. Setelah menunggu hampir satu jam akhirnya mereka diterima dan menggelar audiensi dengan Sekko di ruang rapat wali kota.
Audiensi yang berlangsung tertutup mulai pukul 10.00 WIB berjalan cukup alot, hingga selesai sekitar pukul 11.30 WiB. Dalam pertemuan tampak hadir Asisten I Bidang Pemerintahan Setko Pekanbaru, Azwan, Plt Asisten III Bidang Administrasi Umum Setko Pekanbaru Baharuddin, Kabag Tata Pemerintahan, Hazli, Kabag Hukum dan Perundang-undangan Syamsuwir. Lalu, Ketua Forum RT/RW Kota Pekanbaru Bambang Ermanto, anggota DPRD Kota Pekanbaru Hj Yurni dan ketua serta perangkat RT dan RW.
Sekko Pekanbaru M Noer menyebutkan, surat yang tujukan kepada camat bukan surat edaran. Melainkan surat yang meminta camat melakukan inventarisasi terhadap perangkat RT dan RW yang menyatakan diri maju dalam pemilihan legislatif 2019 mendatang. “Tapi ini mungkin camat yang menyampaikan melalui pesan WA (whatsapp, red). Sehingga maknanya lain,” ujar M Noer kepada Riau Pos usai audiensi.
Dalam audiensi tersebut sambung dia, pihaknya menampung semua aspirasi dari pihak RT dan RW. Seperti meminta surat itu untuk dicabut serta mempertanyakan isi surat terutama pada poin tiga menerangkan mereka diminta mundur setelah ditetapkan sebagai DCS.
Dikatakan Sekko, dasar surat dikeluarkan sesuai Permendagri Nomor 5 Tahun 2007 tentang pedoman penataan lembaga kemasyarakatan. Sebab pengurus lembaga kemasyarakatan RT dan RW tidak boleh merangkap jabatan pada lembaga kemasyarakatan lainnya dan bukan anggota salah satu partai politik. Ia pun menepis tudingan dalam mengeluarkan ada intervensi dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan.
“Kami tampung semua aspirasi mereka, kita berikan penjelasan-penjelasan. Berdasarkan permendagri, tidak boleh rangkap jabatan dan bukan anggota partai politik. Kami juga sampaikan permohonan maaf. Tidak ada niat pemko mencederai dan melukai hati mereka dengan adanya surat itu,” papar mantan Asisten I Setko Pekanbaru itu.
M Noer menjelaskan, kondisi sekarang aturannya kepala daerah yang jadi caleg mesti mundur. Terhadap permasalahan ini kata dia, pihaknya mencoba menelusuri dan berkonsultasi dengan pihak terkait untuk mencarikan solusinya. Selain itu dirinya juga telah meminta Asisten I, Kabag Tapem dan Kabag Hukum dan Perundangan-undangan mengkaji ulang surat yang telah dikeluarkan pemko.
“Jika aturannya diperbolehkan maju tanpa mudur, mengapa tidak. Kalau nanti dilarang secara ketat maka kami jalankan. Ini juga akan kami kaji ulang, apapun hasilnya kita sampaikan kembali ke mereka,” paparnya.
Ketika disinggung mengenai Permendagri yang dikaluarkan sejak tahun 2017, mengapa pada tahun ini baru diterapkan Sekko menjelaskan, pemberlakukan aturan tersebut dilakukan secara bertahap, di beberapa daerah di Indonesia ada juga menerapkan hal yang sama. “Ini ada juga tanyakan mereka. Insya Allah kita berusaha mencari solusi yang terbaik, kita tidak ingin ada kegaduhan dan ada orang yang memanfaatkan situasi ini,” terang mantan Kadisdukcapil Kota Pekanbaru.
Kepada M Noer, Riau Pos kembali menanyakan terkait pembayaran instentif atau honor RT dan RW yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sementara dalam Permendagri tersebut RT dan RW tidak boleh anggota partai politik. Apakah tidak dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan hukum ke depannya, dia mengatakan, turut menyampaikan persoalan tersebut kepada ketua RT dan RW, kerena pihaknya tidak ingin dalam pembayaran insentif bertentangan dengan aturan.
“Itu kami sampaikan juga ke mereka. Kami mau berkonsultasi dengan BPK, BPKP, Panwaslu, KPU dan BPKAD. Bila perlu ke Mendagri, supaya tidak ada persoalan hukum di kemudian hari,” jelasnya. Sementara itu Ketua Forum RT/RW Kota Pekanbaru Bambang Ermanto menyebutkan, pertemuan ini meminta klarifikasi dari pemko terhadap surat yang meminta RT dan RW mengundurkan diri apabila maju dalam pemilihan caleg. Karena apabila dibiarkan berlarut-larut dikhawatirkan menimbulkan gejolak di tengah masyarakat.
“Tadi Pak Sekda mengatakan, akan merapatkan secara khusus persoalan ini. Beliau juga berpihak kepada RT dan RW. Kami menunggu hasil itu,” jelas Bambang. Terhadap kebijakan tersebut dijelaskannya, khusus di Provinsi Riau hanya Kota Pekanbaru yang memberlakukannya. Sementara untuk di Indonesia ada dua kota yang menerapkan Permendagri Nomor 5 Tahun 2007. “Di Riau ini ada 12 kota/kabupaten, mengapa hanya Pekanbaru yang menerapkannya. Aturan itu berlaku secara nasional, kalau diterapkan di seluruh daerah. Kami siap mengikutinya dengan mundur,” jelas Bambang.
Di sisi lain, anggota DPRD Pekanbaru Hj Yurni meminta pemko dalam mengeluarkan kebijakan jangan karena ada desakan, karena akan dijadikan sebagai unsur politik. “Kalau ini aturan permendagri dan benar, ya silahkan jalankan. Jangan karena ada desakan membuatnya,” jelasnya. Diterangkan wanita yang akrab disapa Elok, pihaknya tidak ada sama sekalai memandang hal negatif terhadap kebijakan pemko. Namun, dirinya meminta untuk memperhatikannya sebab RT dan RW merupakan perpanjangan tangan pemerintah dalam pemberian pelayanan. “Kami ini perpanjangan tangan pemko, kami juga membantu dalam pembangunan,” jelasnya.
Lebih lanjut Elok menyampaikan, selama menjabat menjadi ketua RW sejak tahun 2010 lalu pihaknya baru mendapati ada kebijakan tersebut. Mengingat sebelum-sebelumnya tidak ada kebijakan RT dan RW mundur bila maju pemilihan caleg. “Tidak ada aturan seperti ini. Kalau pemko mengeluarkan kebikan seperti ini jangan di ujung-ujung pelaksanaan Pileg 2019. Kita tidak mau penerapannya ada unsur politik,” imbuhnya.
Semestinya kata dia, dengan adanya RT dan RW yang maju sebagai calon legislatif baik di tingkat kota, provinsi dan pusat ini merupakan satu kebanggaan bagi Pemko Pekanbaru. “Pemko semestinya bangga karena ada dari RT dan RW jadi wakil rakyat di legislatif,” pungkas Yurni.(yls)