Plt Gubri Takut Proyek Tol Dihentikan

Pekanbaru | Kamis, 27 September 2018 - 13:30 WIB

Plt Gubri Takut Proyek Tol Dihentikan
TINJAU TOL: Mantan Gubri H Arsyadjuliandi Rachman bersama beberapa pejabat pemprov meninjau lokasi jalan tol Pekanbaru-Dumai dari pintu tol di sisi Pekanbaru, beberapa waktu lalu. Kini penyelesaian tol tersebut masih terkendala pembebasan lahan.

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Pembangunan jalan tol Pekanbaru-Dumai, masih terkendala soal lahan. Banyak lahan yang belum bebas. Terutama kawasan hutan. Hal ini membuat Plt Gubernur Riau (Gubri) Wan Thamrin Hasyim khawatir megaproyek ini dihentikan pemerintah pusat.

Baca Juga :Malam Pergantian Tahun Dimeriahkan Wali Band

Sebelumnya, Wan Thamrin Hasyim sudah menggelar rapat bersama pihak-pihak yang terkait untuk membahas persoalan pembebasan lahan ini beberapa bulan yang lalu. Namun, saat rapat yang digelar pada Rabu (26/9), belum juga menunjukkan perkembangan yang berarti.

“Dari rapat sebelumnya (Juni lalu, red), tidak ada progres yang kita lihat. Kita tunggu-tunggu juga perkembangannya, tapi itu ke itu juga. Bagaimana tak kesal kita,” kata Wan Tamrin Hasyim usai rapat kepada wartawan.

Dia menilai pembebasan lahan ini begitu lama. Maka ini harus dipacu, agar pembangunan fisik dapat segera digesa. “Sudah berapa bulan ini. Kalau tak dipacu bagaimana?” ujar dia.

Dia mengaku, rata-rata lahan yang belum bebas itu, adalah kawasan hutan dan barang milik negara (BMN). Berbeda dengan pembangunan tol yang berada di Pulau Jawa. Di Jawa kata dia, lahan yang dipakai untuk jalan tol ini, adalah pemukiman masyarakat. Namun bisa dibebaskan dengan mudah. “Di tempat lain itu, rumah orang yang dibongkar. Ini hutan,” kata Wan.

Jika pembebasan lahan tak juga menunjukkan perkembangan yang berarti, akan mengancam kepada keterlambatan pembangunan fisik. Bahkan, Wan mengkhawatirkan jika proyek ini dihentikan oleh pemerintah pusat. “Kalau ini lambat terus, takutnya dihentikan proyek ini. Mau tanam ubi di jalan tol itu? Tanam lah ubi di jalan tol itu. Malu ndak kita?” sindirnya. “Belum ada perkembangan yang berarti. Masih berkutat masalah ganti rugi lahan. Perkembangan yang pesat belum ada,” sambungnya.

Dia menekankan, agar para pihak yang terkait, untuk tidak takut dalam mengambil kebijakan dalam pembebasan lahan. Sebab, proyek strategis nasional (PSN) ini, sudah memiliki payung hukum yang kuat. Jika ada kesalahan administrasi, maka tak langsung diproses secara pidana. “Saya tekankan, bahwa ini sudah ada payung hukumnya. Perpresnya sudah ada,” sebutnya.

Dia kembali menegaskan, agar ini segera digesa. Dia takut, jalan tol yang sudah diidam-idamkan masyarakat, dihentikan. “Takutlah kita dihentikan pusat. Malu kita. Sedih kita. Masyarakat sangat menginginkan ini. Ini menjadi target saya, target kita semua. Kalau dihentikan, ini akan jadi sejarah buruk di masa yang akan datang. Saya ingin ini jadi kado bagi Pak Andi Rachman,” ujarnya.

Saat ini kata dia, yang menjadi persoalan, bukanlah penolakan dari masyarakat. Melainkan hanyalah persoalan administrasi antar lembaga pemerintah. Kalau masyarakat kata dia, sangat mendukung. “Masyarakat tak ada yang menolak,” ujarnya.

Persoalan administrasi yang disebut Wan Thamrin itu, berkaitan dengan izin pinjam pakai kawasan hutan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kemudian persoalan pelepasan status lahan BMN PT Chevron.

Asisten II Setdaprov Riau, Masperi juga mengaku, persoalan lahan yang dihadapi tersebut, mengenai tumpang tindih lahan dengan barang milik negara. Sebab, lahan BMN ini tidak bisa diganti rugi. “Inilah yang menjadi tugas kita,” sebutnya dalam rapat. Kemudian soal pelepasan kawasan hutan. Kawasan hutan, harus melalui proses pinjam pakai ke KLHK. Untuk proses ini, ditargetkan dapat rampung sebelum akhir tahun 2018 ini.

Jalan tol Pekanbaru-Dumai sendiri akan dibangun sepanjang 131 kilometer dengan total anggaran sebesar Rp16 triliun. Pembangunannya dibagi dalam enam seksi. Kendala masing-masing seksi yaitu mengenai pembebasan lahan.

Dari data yang dipresentasikan pada rapat tersebut, di seksi I, ada 33 Persil lahan yang belum bebas. Kemudian di seksi II, terdapat 68 hektare lahan yang tumpang tindih dengan BMN PT Chevron. Di seksi III, ada delapan hektare BMN yang tumpang tindih dengan PT Chevron.

Di seksi IV, V, dan VI, pembebasan lahan sudah mencapai 75,48 persen. Kendala yang dialami, terdapat 12 hektare lahan yang masuk ke dalam BMN PT Chevron. Di samping itu, ada juga lahan milik masyarakat, yang telah memiliki alas hak.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Uung Abdul Syakur juga heran melihat persoalan pembebasan lahan yang tengah dihadapi ini. Sebab, persoalan lahan yang terjadi ini, bukanlah berhadapan dengan masyarakat. Melainkan antar lembaga pemerintahan.

Uung mengaku, sudah beberapa kali ditanya oleh Jaksa Agung, mengenai perkembangan pembangunan tol Pekanbaru-Dumai ini. “Pak Jaksa Agung sampai dua kali tanya ini. Karena Jaksa Agung selalu ditanya sama menteri,” ujarnya dalam rapat.

Persoalan yang disorotinya, terkait dengan pembebasan lahan yang masuk dalam kawasan hutan. “Masalah pertama, pinjam pakai kawasan kawasan hutan. Saya sedih, pelat merah sama pelat merah seperti ini, tapi dengan masyarakat bisa lebih cepat. Saya harap, masing-masing yang berkaitan, tolong proaktif,” ujarnya.

Dalam pelepasan status lahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemukiman Rakyat (PUPR), yang paling bertanggung jawab. Jika ada persoalan, Uung menawarkan jasa pengacara negara. “Kami punya Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun). Asdatun saya masih muda. Bisa diberdayakan, gratis,” ujarnya.

Dia juga mengkhawatirkan jika proyek ini dihentikan oleh pemerintah pusat. Maka, dia meminta untuk saling proaktif dalam menyukseskan proyek strategis nasional ini. “Kalau kita bertele-tele, bisa saja dihapuskan oleh presiden. Tapi kalau kita proaktif, pasti selesai,” ujarnya. Dia kembali menekankan, bahwa Kejati melalui Bidang Datun siap menjadi pendamping dalam hal ini.(dal)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook