GELIAT INDUSTRI RUMAHAN KUE LEBARAN DI PEKANBARU

Bisa Dipesan Sesuai Selera

Pekanbaru | Minggu, 25 April 2021 - 09:22 WIB

Bisa Dipesan Sesuai Selera
Pedagang memperlihatkan kue lebaran yang dijual di Pasar Agus Salim Jalan Sudirman Pekanbaru, tahun lalu. (EVAN GUNANZAR/RIAU POS)

Meski di tengah pandemi Covid-19, industri rumahan yang memproduksi kue lebaran masih tetap menggeliat. Produk olahan industri rumahan ini menawarkan harga yang lebih murah dan bersaing. Selain itu, kue yang dibuat pun bisa dipesan sesuai selera.

(RIAUPOS.CO) - Ramadan 1442 hijriah ini sudah memasuki pekan kedua. Masyarakat pun sudah mulai mengambil ancang-ancang memikirkan Idulfitri yang juga hanya sekitar dua pekan lagi dijelang. Lebaran rasanya tak lengkap jika tidak menyiapkan aneka kue yang akan disuguhkan pada tamu dan handai taulan yang datang bersilaturahmi ke rumah.


Salah satu pelaku usaha kue lebaran di Kota Pekanbaru adalah Juheriah, warga Jalan Melati II. Dia memberi label pada dagangan kue lebarannya dengan nama Dapur Ciwa. Kepada Riau Pos, Jumat (23/4) diungkapkannya, tren kue lebaran tahun ini tak jauh beda dengan tahun lalu. Karena pada dasarnya tiap tahun kue lebaran yang dibuat dan dipesan masyarakat itu sama.

“Karena sudah dapat selera masyarakat begitu,” kata dia.

Dia mencontohkan, kue lebaran yang paling sering dipesan padanya di antaranya adalah jenis kue kering seperti nastar gulung, beauty flower cookies, kastengel, putri salju. sagun bakar arab dan cookies ice cream, yang memakai tepung komaji dari Jepang. Untuk tahun ini, memasuki pekan kedua Ramadan, Iwa begitu dia akrab disapa sudah mulai menerima pesanan.

Tak ditampiknya, pandemi Covid-19 memang memukul pemasukan pelaku usaha kue lebaran yang musiman. Tahun lalu, pendapatannya berjualan kue lebaran menurun setidaknya 20 persen dibandingkan saat sebelum Covid-19.

“Tahun lalu, kayaknya sama tahun lalu. Sebelum Covid-19 lebih banyak. Saat ini banyak juga orang buat kue sendiri,” ujar wanita yang sebelum Ramadan juga berjualan sarapan dan makanan lainnya ini.

Iwa memasarkan produk kue lebaran olahannya dari Pekanbaru hingga ke Pangkalankerinci Pelalawan. Dia yakin dengan kualitas produknya walaupun harus bersaing dengan toko-toko kue besar yang kini menjamur di mana-mana. “Karena, kue saya sudah punya ciri khas, sudah ada penggemarnya. Sudah mendapatkan rasa spesial di lidah pelanggan masing-masing,” tuturnya.

Dia mencontohkan, kue yang khas dihasilkannya nastar dan berbagai kue kering lainnya, serta gorengan seperti stik Royco dan rempeyek. Diakuinya pula, bahkan masyarakat yang pada masa pandemi lebih banyak menghabiskan waktu di rumah juga bisa saja belajar membuat kue sendiri. Namun, kembali lagi diungkapkannya bahwa membuat kue juga membutuhkan bakat.

Dia mengulas, salah satu pelanggannya pernah menanyakan bagaimana bisa sabar dalam membuat kue. ‘’Pelanggan sendiri ini bilang malah repot buat sendiri, rumit katanya. Perlu kesabaran. Kadang adonan terbuang malah, kerjaan pokoknya terganggu karena tidak sabar. Ini kan masalah bakat juga,’’ kenangnya.

Iwa menyebutkan, dalam sebulan mengerjakan pesanan kue lebaran ini dia bisa menghasilkan dan menjual setidaknya 50 toples kue kering. ‘’Ini toples ukuran setengah kilogram dan satu kilogram. Jualnya rata-rata Rp65 ribu,’’ ungkapnya.

Kepada masyarakat yang mencari kue lebaran, dia memiliki tips untuk menentukan pilihan membeli kue. Jika kue yang dijual lebih murah tahun ini ketimbang tahun lalu pada kue yang sama, pembeli harus bertanya.

‘’Jangan terkecoh membeli harga yang murah. Apalagi misalnya lebih murah dari tahun lalu. Sementara barang harganya naik, makanya harga harus disesuaikan. Harga naik karena mempertahankan kualitas,’’ jelasnya.

Sementara itu, Debby Diana Sari, pemilik Debby Bakery menuturkan dia tiap tahun selalu membuat dan menjual kue lebaran. “Trennya tiap tahun kue kering itu sama. Hanya saja variannya ada tambahan yang berbeda. Nastar, lidah kucing rainbow, dan Oreo. Best seller tetap nastar dan lidah kucing, Oreo,’’ kata dia.

Nastar yang tetap terus ada. Selain itu, masyarakat kerap memesan kue lidah kucing.

“Itu kayak antara kue kering dengan kerupuk. Jadi selain lebaran, di hari-hari biasa juga jadi pilihan orang juga,” paparnya.

Kue lebaran yang berbentuk kue kering memiliki ketahanan dan masih layak konsumsi hingga enam bulan. “Tapi kita pakai itu sampai 3 bulan larena proses pembuatannya lama, pembakarannya kan lama. Dan ada beberapa kue kering seperti lidah kucing itu tidak tahan lama karena bahan bakunya dari putih telur. Kalau terbuka sedikit kemasannya tidak ditutup itu masuk angin,” urainya.

Tren kue lebaran sebut dia pada dasarnya tiap tahun lebih tergantung pada produsen dan konsumen nya mau dibentuk seperti apa. “Ada nastar gulung, nastar bulat, dan kerang. Masih tetap sih kalau untuk tahun ini  Kecuali dua tahun lalu itu ada nastar kotak,’’ ulasnya.

Tahun ini, belum adanya tren baru dalam kue lebaran juga akibat dampak dari pandemi Covid-19. ‘’Tahun ini memang belum ada yang baru karena tahun ini tidak ada kelas, belum ada inovasi dari chef-chef untuk masyarakat dan UMKM. Kami juga tidak bisa kumpul-kumpul ngadain kelas demo masak gitu. Jadi ya kita inovasi yang didapat secara online di Youtube dan Instagram,” jelasnya.

Dampak dari pandemi Covid-19 memang pergerakan masyarakat terbatas. Ini juga memberikan dampak pada kelas-kelas memasak yang tak bisa digelar. “Akhirnya resepnya pakai punya kami. Bentuknya saja meniru punya orang. Kalau rasa kan masing-masing. Kalau kami kan hanya bisa mengikuti modelnya saja karena kan tidak ada kelas tatap muka,” kenangnya.

Dampak dari pandemi Covid-19 pula, sejak tahun lalu penjualan kue lebaran menurun. Debby mengalami pengurangan omzet hampir  50 persen. Tahun ini kondisi sudah terlihat membaik.(das)

 

Laporan M ALI NURMAN, Pekanbaru

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook