KIPRAH BUDI HASIBUAN (2 HABIS)

Hasilkan Hilirisasi Turunan Gaharu

Pekanbaru | Senin, 18 November 2019 - 08:29 WIB

Hasilkan Hilirisasi Turunan Gaharu
produk turunan: Budi Hasibuan bersama isteri menunjukkan sejumlah pro­duk turunan dari tanaman gaharu. Pro­duk ini bahkan sudah menembus pasar internasional. Foto diambil belum lama ini. (gema setara/riau pos)

Gaharu. Tanaman ini sudah dikenal luas oleh masyarakat dunia. Permintaan terhadap tanaman ini cukup besar. Tanaman ini disebut juga tanaman kehidupan, sebab seluruh yang ada pada tanaman itu, apakah daun, ranting, akar dan sebagainya bisa dimanfaatkan serta bisa menghasilkan pundi-pundi uang yang tidak sedikit jumlahnya.  

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Bergeraknya Budi Hasibuan dalam dunia gaharu boleh dikatakan kebetulan. Tahun 2009 lalu, dia hanya sebagai penjaja (penjual) pupuk untuk tanaman sawit. Sebagai penjual dia mau tak mau harus mendatangi petani-petani sawit di seluruh Riau. Dari perjalanan inilah dia bertemu dan mengenal tanaman gaharu.


Ketika itu dikatakan tanaman gaharu ini memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Karenanya tidaklah mengherankan banyak petani dan masyarakat ketika itu menanam tanaman ini. Petani dan masyarakat diiming-imingi dengan harga jual yang tinggi, sehingga ketika  bibit dijual dengan harga yang cukup fantastis, petani dan masyarakat tetap membelinya.

Namun sayang, angan-angan dan harapan masyarakat dan petani mendapatkan keuntungan dengan harga jual yang pantas dan tinggi terhadap tanaman gaharunya hanya tinggal mimpi. Akhirnya banyak masyarakat dan petani mengalami kerugian yang cukup tinggi, karena investasi yang sudah ditanam ternyata tidak membuahkan hasil.

"Akhirnya dari sana saya mempelajari tanaman gaharu itu sendiri. Ternyata benar, tanaman gaharu ini adalah tanaman kehidupan, semua bagian dari tanaman ini bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia," ujarnya.

Persoalan dahulu, karena belum ada hilirisasi dari tanaman itu sendiri. Karena dahulu, gaharu itu baru dimanfaatkan pada bagian inti gaharunya, sementara yang lainnya terbiarkan begitu saja. Kondisi ini tentu merugikan petani, karena untuk mendapatkan inti gaharu itu memerlukan waktu yang cukup lama dan tidak banyak masyarakat atau petani yang sanggup menunggunya.

Akhirnya, setelah dipelajari tanaman gaharu hingga ke luar negeri, Budi memantapkan diri untuk menanam tanaman ini dan mulai memanfaatkan bagian-bagian tanaman itu. "Saya coba memanfaatkan daunnya untuk teh dan ternyata hasilnya cukup memuaskan," ujarnya.

Dari daun ini saja, tambah Budi lagi masyarakat atau petani bisa mendapatkan keuntungan yang lumayan besar. Harga jual daun gaharu Rp5.000 per kilogram, satu batang tanaman gaharu itu bisa menghasilkan 20 sampai 30 kilogram daun. "Kalau kita punya 100 atau lebih tanaman gaharu berapa rupiah yang kita hasilkan dari daunnya saja," ujarnya.

Saat ini, sebut Budi dirinya telah membuat berbagai macam hilirisasi tanaman gaharu itu. Selain teh celup daun gaharu, dia juga telah membuat teh tarik gaharu, teh hijau gaharu, kopi Tongkat Ali  gaharu, kopi gaharu. Kemudian dari minyak gaharu hilirisasi yang dia buat di antaranya minyak oles gaharu, buhur, sabun gaharu, parfum dan sebagainya.

"Kami ini di bawah binaan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Riau, semua produk atau hilirisasi tanaman gaharu yang kami buat semuanya sudah melalui penelitian yang panjang," ujarnya lagi.

Budi memandang, hilirisasi ini sangat penting. Karena dengan adanya hilirisasi tersebut tanaman yang akan dikembangkan tetap memiliki potensi besar di pasaran. Kalau tidak demikian, suatu saat produk itu pasti akan jenuh di pasaran, sehingga yang menderita kerugian itu tetap pengelolanya.

Sekarang, sebutnya lagi masyarakat jangan ragu untuk berkebun atau menanam pohon gaharu, karena semua yang terdapat pada tanaman itu memberikan manfaat dan memberikan keuntungan bagi yang menanamnya. "Kami siap menampung tanaman gaharu itu, apakah daunnya, batangnya sendiri dan sebagainya," ujarnya.

Syarat yang ditetapkan Budi jika masyarakat hendak menjual kayu atau daun gaharu adalah kayu atau pohon gaharu yang memang dibudidayakan, bukan pohon atau daun yang berasal dari pohon gaharu yang tumbuh secara alam di hutan atau di tempat lainnya.

"Ini syarat wajib bagi kami, karena kita tidak mau merusak alam. Karenanya kami hanya mau membeli kayu atau daun gaharu yang dibudidayakan oleh masyarakat. Kami juga melakukan pembinaan terhadap sejumlah petani-petani gaharu yang ada di Riau," ujarnya.

Menjawab tentang peluang pasar, Budi mengatakan sangat besar sekali. Untuk daun gaharu saja pihaknya masih kekurangan apalagi untuk kayu gaharu itu sendiri. "Kalau pasar Insya Allah terbuka luas, produk-produk yang kami buat bahkan dipasarkan hingga luar negeri," tutupnya.***

Laporan GEMA SETARA, Pekanbaru









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook