PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Sudah pernah gagal memenuhi target pembangunan sesuai kontrak kerja sama, posisi pengembang Pasar Induk sebagai mitra Pemerintah Kota (Pemko) layak dikaji kembali kepatutannya.
Melihat kondisi saat ini, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Islam Riau Dr Moris Adidi Yogia menilai, pengembang Pasar Induk sudah masuk kategori melakukan wanprestasi.
Apalagi pengembang tersebut sudah pernah mendapat adendum (perpanjangan), terlepas dari keabsahan pemberiannya. Moris mengatakan, sebuah langkah yang tepat dan sah jika Pemko memutuskan untuk mengganti pengembang saat ini. Karena secara aturan, pengembang sudah melakukan wanprestasi dengan kondisi yang ada saat ini.
"Kebijakan penggantian pengembang harus ditinjau dari aspek kerja sama yang dilakukan Pemko dan pengembang yang disepakati kedua belah pihak sebelumnya. Melihat kronologis yang terjadi saat ini, sebaiknya Pemko mempertimbangkan kelayakan pengembang dalam proyek tersebut. Ada baiknya Pemko melakukan penggantian dengan pengembang yang lebih kredibel, sehingga proyek tersebut segera selesai untuk kemudian segera dimanfaatkan oleh masyarakat," terangnya.
Soal sistem kerja sama, baik itu Build, Operate, Transfer (BOT) maupun pembangunan sepenuhnya ditanggung pengembang, tidak jadi masalah ketika Pemko ingin menggantinya dengan pengembang baru. Karena menurut Moris, molornya pembangunan Pasar Induk tidak hanya merugikan Pemko Pekanbaru saja.
"Walaupun pengembang juga sebagai investor dengan pembiayaan mereka yang tanggung, Pasar Induk sebagai fasilitas publik tersebut sudah memberikan kerugian kepada masyarakat sebagai pemilik fasilitas yang harusnya sudah bisa dimanfaatkan," tegasnya.
Terkait adendum yang diberikan Pemko kepada pengembang, menurut Moris sah-sah saja. Dalam aturan tidak ada batasan berapa kali adendum bisa diajukan kontraktor atau pengembang dalam mengerjakan sebuah proyek. Namun pemberian adendum kepada pengembang dalam kasus Pasar Induk menurut Moris layak dipertanyakan.
"Kebijakan adendum tidak dibatasi dalam kebijakan. Tapi secara yurisprudensi, biasanya adendum bisa dilakukan sebanyak dua kali dengan pertimbangan faktor force major. Namun adendum tidak bisa dilakukan akibat kelalaian oleh faktor yang sudah bisa diprediksi," ungkapnya.
Bahkan Moris menyebutkan, pengembang Pasar Induk bisa saja masuk daftar hitam untuk proyek-proyek dari Pemko Pekanbaru selanjutnya. Karena ada indikasi pengembang telah melakukan kesalahan seperti wanprestasi. Ketidakpatuhan terhadap nota kesepakatan yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak juga bisa menjadi penguat untuk memasukkan pengembang ke daftar hitam.(end)