DITOLAK MASUK SINGAPURA, LAMR MERASA TERSAYAT

UAS Tidak Mendapat Penjelasan

Pekanbaru | Rabu, 18 Mei 2022 - 08:08 WIB

UAS Tidak Mendapat Penjelasan
USTAZ Abdul Somad (UAS) (ISTIMEWA)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Ustaz Dr H Abdul Somad LC MA (UAS) ditolak masuk Singapura, Senin (16/5). Padahal, UAS yang datang bersama istri, anak dan beberapa sahabatnya membawa persyaratan lengkap dari Batam sebelum memasuki Pelabuhan Tanah Merah, Singapura. Saat itu, tidak ada penjelasan kepada rombongan UAS yang ingin berlibur dari otoritas Singapura.

UAS dalam keterangannya Selasa (17/5), UAS menceritakan kembali kronologis kejadian yang menimpanya itu. Menurutnya, setibanya di Pelabuhan Tanah Merah sekitar pukul 13.30 WIB, seluruh rombongan lolos pengecekan imigrasi. Dirinya yang terakhir dicek, sedangkan keluarga dan temannya sudah masuk areal pelabuhan. Namun,  seseorang menarik tas UAS dan membawanya ke pinggir. Tidak lama UAS langsung dibawa ke sebuah ruangan sempit oleh petugas imigrasi Singapura tersebut.


"Begitu saya mau keluar, ada petugas menarik tas saya. Saya disuruh duduk di pinggir jalan dekat imigrasi. Sebenarnya ini tas ustazah, ini isinya perlengkapan bayi. Kemudian dia tanya dengan siapa? Saya jawab dengan teman, istri dan anak saya untuk liburan (dalam bahasa Inggris). Dia tanya istri di mana? Saya tunjuk, rupanya mau dijemputnya. Akhirnya dijemput, kami dideportasi semua," kata UAS.

UAS memastikan tidak ada dokumen perjalanan yang tidak lengkap dalam rombongan tersebut. Bahkan semua sudah lengkap sehari sebelum keberangkatan. UAS juga menjelaskan kepada petugas yang menahannya bahwa dirinya ke Singapura dengan tujuan untuk berlibur. Dirinya juga menyebutkan, datang ke Temasek itu bukan untuk mengisi pengajian atau berdakwah.

Atas kejadian buruk itu, UAS pun meminta Duta Besar Singapura untuk Indonesia untuk menjelaskan alasan penolakan atas dirinya. "Mereka tidak bisa menjelaskan. Yang bisa menjelaskan mungkin Dubes Singapura untuk Indonesia di Jakarta. Anda harus menjelaskan alasan kenapa negara Anda (Singapura) menolak dan mendeportasi kami. Kenapa? Apa karena teroris, ISIS, atau membawa narkoba? itu harus dijelaskan," tegasnya.

UAS mengaku kesal karena dirinya ditahan dalam ruangan 1x2 meter tanpa dapat penjelasan apapun dari otoritas Singapura. Tidak sebentar, melainkan satu jam. Setelah itu, dirinya baru bisa bergabung dengan rombongan lainnya. Tidak langsung dipulangkan, mereka harus menunggu tanpa kejelasan sampai tiga jam sebelum akhirnya dipulangkan kembali ke Batam.

"Satu jam di ruangan kecil, panjang semeter, lebarnya dua meter, pas macam liang lahat. Satu jam saya disitu. Setelah itu baru saya digabungkan dengan kawan dan ustazah (istri UAS) dan anak. Tiga jam pula harus menunggu, kapal terakhir baru dipulangkan pakai fery," kata UAS.

Sementara itu, Duta Besar Republik Indonesia untuk Singapura, Suryo Pratomo membantah pernyataan UAS kalau dirinya dideportasi. Dia mengaku, pihak imigrasi Singapura tidak mendeportasi UAS, melainkan menolak kedatangannya dikarenakan tidak memenuhi persyaratan.

"Saya sudah minta penjelasan dari ICA (Otoritas Imigrasi dan pemeriksaan Singapura). Menurut mereka, ICA memang menetapkan not to land (tak boleh mendarat atau masuk) kepada UAS karena tidak memenuhi kriteria untuk eligible (memenuhi syarat) berkunjung ke Singapura," katanya kepada media.

Namun, Suryo Pratomo tidak merinci persyaratan dan kriteria apa yang tidak terpenuhi sehingga penceramah asal Pekanbaru itu dilarang masuk ke negara tersebut. "Untuk lebih jelas lebih baik hubungi Kedubes Singapura di Jakarta karena kewenangan itu sepenuhnya ada di Pemerintah Singapura," ujarnya.

Sementara itu, Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengonfirmasi bahwa UAS ditolak masuk Singapura dengan alasan tidak memenuhi syarat untuk berkunjung ke negara jiran tersebut. Pemerintah menegaskan bahwa penolakan itu merupakan otoritas penuh pihak imigrasi Singapura.

Subkoordinator Humas Ditjen Imigrasi Achmad Noer Saleh menjelaskan dari sisi imigrasi Indonesia tidak ditemukan masalah dalam dokumen keimigrasian UAS dkk. Menurutnya, penolakan masuk kepada warga negara asing (WNA) oleh otoritas imigrasi suatu negara merupakan hal lazim dilakukan demi menjaga kedaulatan negara bersangkutan.

"Tidak ada masalah dalam paspor mereka bertujuh (UAS dkk, red), dari imigrasi Indonesia sudah sesuai ketentuan," kata Achmad dalam keterangan tertulis yang diterima Jawa Pos (JPG), kemarin. Dia menambahkan, pihaknya sudah melakukan pemeriksaan terhadap UAS dkk pada Senin (16/5) pukul 18.10 atau pada saat tujuh orang tersebut tiba di Pelabuhan International Batam Center.

Sementara itu, Kantor Imigrasi Batam juga memastikan dokumen keimigrasian milik Ustaz Abdul Somad lengkap saat melakukan perjalanan ke Singapura. "Untuk keberangkatan, dokumen keimigrasian yang digunakan UAS lengkap. Untuk itu berangkat dari Batam ke Singapura kemarin tidak ada masalah," ujar Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Batam, Subki Miuldi.

Hasil pemeriksaan dokumen itu berdasarkan laporan dari petugas pemeriksaan imigrasi di Pelabuhan Internasional Batam Center. Subki juga menjelaskan bahwa UAS hanya berangkat dengan rombongan kecil yang diduga merupakan anggota keluarga dengan menggunakan kapal Majestic dari Batam Center menuju Tanah Merah, Singapura.

"Tidak ada pendamping atau protokoler dari UAS yang ikut. Hanya rombongan inti saja. Mengenai jumlah rombongan kebetulan kita juga tidak mengetahuinya," ungkapnya.

Untuk kabar yang beredar luas tentang UAS dideportasi, Subki menegaskan bahwa UAS tidak dideportasi, melainkan ditolak masuk saat masih berada di bagian pemeriksaan paspor Pelabuhan Tanah Merah. "Bahasanya bukan dideportasi, melainkan ditolak saat masih dalam proses pemeriksaan dokumen keimigrasian oleh petugas di sana," tegasnya.

Sementara itu, Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) merasa tersayat baik secara religius maupun kultural atas penolakan pemerintah Singapura terhadap UAS. Oleh karena itu pihaknya, segera meminta Kedutaan Besar Indonesia di Singapura untuk menjelaskan hal tersebut.

Demikian dikatakan Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (Ketum MKA) LAMR Datuk Seri H Raja Marjohan Yusuf dan Ketum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Datuk Seri H Taufik Ikram Jamil.

"Kalau itu dilakukan oleh negara di luar ASEAN, tentu tidak terlalu tersayat kita. Ini dilakukan oleh negara serumpun yang malah sempat sangat lama berada dalam suatu ikatan dengan Riau, termasuk dalam hal politik," kata Taufik.

Keduanya mengaku bahwa kabar penolakan terhadap UAS itu memang baru mereka dengar dari keterangan UAS melalui video khususnya. LAMR sendiri memperolehnya langsung dari tim UAS, sebelum kabar pendeportasian itu merebak. Tidak ada keraguan sedikit pun terhadap kebenaran isi video tersebut yang segera ditanggapi berbagai kalangan.

LAMR disebut tersayat secara religius disebabkan bahwa selama ini, ceramah UAS pada proporsionalnya, khususnya tidak pernah menyinggung kesensitifan Singapura. Lagi pula, UAS mendatangi negara pulau itu untuk berlibur, bukan untuk suatu kegiatan relijius semacan ceramah dan tabligh akbar.

Secara kultural, tentu mengingat Singapura bukan saja merupakan kawasan Melayu, tetapi juga sangat berperan dalam kebudayaan Melayu.  "Boleh dikatakan UAS tu balik kampung, tetapi diperlakukan tidak baik oleh orang sekampungnya sendiri. Kan sedih kita. Kalau hal itu terjadi di negara tidak serumpun, tidak sesedih ini kita," kata Taufik.

Secara kultural pula, Taufik lantas teringat bahwa dalam mitologinya, Singapura pernah mengalami tragedi. Negara pulau itu diserang ikan todak, tidak lama setelah para penguasanya melecehkan seorang ulama, Tun Jana Khatib. Tentu, peristiwa semacam ini tak diharapkan terjadi yang menyengsarakan bangsa.

Selama ini, hubungan Singapura dengan Riau khususnya secara kultural, cukup baik. Beberapa tahun lalu misalnya, guru-guru Singapura mendalami kemelayuan justru di tanah Riau. Hubungan antarindividu seniman dan budayawannya pun terjalin erat.

Di sisi lain, UAS sangat dihiormati di Riau. Tidak saja saja sempat sebagai anggota MKA LAMR, UAS juga sempat diberi gelar adat kehormatan yakni Datuk Seri Ulama Setia Negara. Satu-satunya ulama yang diberi gelar adat setelah LAMR berdiri lebih dari 50 tahun.

Betapapun demikian, sambung Datuk Seri H Raja Marjohan, pihaknya ingin memperoleh kejelasan pendeportasian dari sisi lain. Untuk itulah, Kedubes RI di Singapura perlu dikontak serta, begitu juga terhadap sejumlah komponen di negara pulau tersebut.(end/yus/sol/egp/jpg)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook